Karya: Ustadz Abul Aswad Al-Bayaty

بسم الله الرحمن الرحيم

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah ta’ala, bertepatan dengan moment Ramadhan kali ini, kita semua menjadi teringat kenangan indah bersama Ramadhan di tahun-tahun sebelumnya. Ramadhan kala kita kecil dulu, ketika kita belajar mengikatkan kain sarung di pinggang untuk shalat tarawih dan mengaji ke surau kampung.

Ramadhan di awal kali kita mengenal hidayah sunnah dengan segala ketaatan yang kita lakukan di dalamnya. Mushaf kecil yang selalu kita baca di malam-malam penuh berkah. Ramadhan yang mengingatkan masa-masa indah berbuka puasa bersama keluarga serta orang-orang yang kita cintai. Dan yang paling berkesan dari Ramadhan ialah kedekatan kepada Allah. Zat yang telah menciptakan kita, Zat yang seringkali kita lalaikan yang barangkali tak kita dapatkan kedekatan serupa di bulan lain selain Ramadhan.

Bahagia, haru, rindu, sedih bercampur menjadi satu menjelma menjadi satu perasaan yang sukar untuk diungkapkan kata-kata. Kami berdoa kepada Allah ta’ala agar menganugrahkan dan menambahkan kepada kita semua rasa cinta kepada-Nya, semangat berittiba’/mengikuti sunnah Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dan juga kerinduan untuk senantiasa berjumpa dengan bulan Ramadhan bulan yang mulia.

Melalui catatan ringkas ini kami berharap agar kita memahami dengan terang keutamaan agung dari bulan Ramadhan serta macam-macam ibadah yang menyertainya terutama puasa beserta keutamannya. Dan juga keutamaan bagi orang-orang yang berpuasa serta menghidupkan Ramadhan dengan berbagai ketaatan.

Perlu untuk kita fahami bersama bahwa kwalitas ibadah kita di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan sangat tergantung dengan dekat dan jauhnya kita dari sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana yang telah diisyaratkan sendiri oleh penghulu anak turun Adam ‘alaihissalam dalam haditsnya yang mulia :

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan dari puasanya kecuali hanya lapar, dan betapa banyak orang yang shalat malam tidak mendapatkan dari shalatnya kecuali lelahnya begadang”.

(HR. Ibnu Majah: 1690 dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Shahih At-Targhib Wat-Tarhib: 1/453).

Syaikh Majdi Al-Hilali berkata ketika menjelaskan makna hadits ini :

ولو قمنا بإظهار معاني العبودية لله عز وجل ولكن بشكل مبتدع مخالف للذي ارتضاه لنا فلن يُقبل منا، وسيُرَد علينا

“Seandainya kita menampakkan hakikat makna ibadah kepada Allah azza wa jalla, akan tetapi dalam bentuk yang baru yang menyelisihi syariat yang telah Allah ridhai maka ibadah kita tidak akan diterima dan akan ditolak.”

(Haqiqatul ‘Ubudiyyah: 15).

Maka dari itu kita harus mengenal dengan lebih dekat karakeristik puasa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dan juga adab, serta sunnah-sunnah beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan. Karena tidak semua kalangan diberikan kemudahan untuk menelaah berbagai referensi berkaitan dengan masalah ini, maka kami mencoba membuat catatan ringkas untuk memudahkan dan menyederhanakan pembahasan supaya manfaatnya bisa menyebar lebih luas. Hanya kepada Allah saja kami meminta pertolongan taufik serta kemudahan.

Kami ucapkan untaian syukur tak terkira dan terima kasih tiada tara kepada Allah ta’ala yang telah memberikan taufik dan kemudahan sehingga pada akhirnya catatan kecil ini bisa kami selesaikan meski dengan tertatih. Tiada kemudahan melainkan dari Allah ia berasal, dan kita semua hanya makhluk lemah lagi tak berdaya.

Kami juga mengucapkan syukur dan terima kasih kepada bapak ibu kami yang telah bersusah payah membesarkan, mendidik dan membimbing masa kecil kami menuju jalan Allah ta’ala. Semoga Allah ta’ala senantiasa menjaga beliau berdua, menyanyangi mereka dan menganugrahkan kesehatan serta menjadikan kami termasuk ke dalam golongan hamba-hamba Allah yang berbakti kepada kedua orang tuanya.

Tak lupa kami menantikan kritikan membangun dari para guru, para kyai, para ustadz dan saudara-saudara kami para penuntut ilmu demi makin baik dan makin bagusnya catatan ringkas ini. Karena bagaimanapun pula, tak ada gading yang tak retak, tak ada tulisan yang selamat dari aib serta kekurangan. Kesempurnaan hanya milik Allah Rabbul’ alamin.

Namun demikian kami berharap agar kekurangan yang ada disikapi dengan bijak. Disikapi dengan kritikan ilmiyyah yang dibarengi akhlak mulia. Agar terasa ringan dan mudah bagi jiwa kami untuk berbesar hati menerimanya. Semoga Allah ta’ala senantiasa menjaga Syaikh Abu Abdil Bari Al-‘Id bin Sa’ad Syarifi Al-Jaza’iri beliau menyatakan ;

فانظر إليه نظر المستحسن … وحسن الظن به وأحسن

وإن تجد عيبا فسد الخللا … فجل من لا عيب فيه وعلا

-;;- Lihatlah ia (saudaramu) dengan pandangan sayang *** Berbaik sangkalah kepadanya dan kasihilah ia.

-;;- Jika kau dapati aib maka tutuplah celah *** Maha Mulia Allah Dzat yang tiada memiliki aib lagi Maha Tinggi.

(Tabshiratul A’syaa: 9)

Terakhir di penghujung sekapur sirih ini kami memohon kepada Allah ta’ala agar menganugrahkan kepada kami keikhlasan di dalam ucapan dan perbuatan. Karena tak ada yang bermakna di sisi Allah ta’ala sama sekali melainkan hati yang bersih dari berbagai kotoran yang merusak, Allah ta’ala berfirman :

يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ {88} إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ {89}

”(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”

(QS. Asy-Syu-‘ara: 88-89).

Semoga bermanfaat dan selamat membaca.

Bayat, 27 Jumadal akhir 1439H/15 Maret 2018

Hamba yang lemah

Abul Aswad Al Bayaty

Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang meng-khususkan menyebut puasa serta menjelaskan keutamaannya. Diantaranya Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

(QS. Al-Ahzab : 35).

Al-Imam Ibnu Katsir -semoga Allah senantiasa merahmati beliau- ketika menerangkan tafsir ayat ini dan mengetengahkan keutamaan puasa, beliau berkata:

في الحديث الذي رواه ابن ماجه : ” والصوم زكاة البدن ” أي : تزكيه وتطهره وتنقيه من الأخلاط الرديئة طبعا وشرعا قال سعيد بن جبير : من صام رمضان وثلاثة أيام من كل شهر ، دخل في قوله : ( والصائمين والصائمات ) ولما كان الصوم من أكبر العون على كسر الشهوة – كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” يا معشر الشباب ، من استطاع منكم الباء فليتزوج ، فإنه أغض للبصر ، وأحصن للفرج ، ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء “

“Disebutkan di dalam hadits riwayat Ibnu Majah ‘Puasa adalah zakatnya badan’ maksudnya puasa ini mensucikan badan, membersihkan dan memurnikan-nya dari berbagai kotoran yang buruk baik, dari sudut pandang tabiat maupun sudut pandang syariat. Sa’id bin Jubair berkata ;

Barangsiapa puasa di bulan Ramadhan dan puasa tiga hari setiap bulannya maka ia termasuk kelompok yang difirmankan oleh Allah ‘Wash-Ash-Soimin wash-Sho’imat’/para lelaki dan wanita yang gemar berpuasa.

Dan puasa ini diantara faktor terbesar yang bisa mengendalikan syahwat sebagaimana sabda nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ; ‘Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian telah mampu, hendaknya menikah, karena itu lebih menjaga pandangan dan kemaluan. Barangsiapa tidak mampu hendaknya ia berpuasa karena puasa akan menjadi perisai baginya”.

Dan ketika menjelaskan firman Allah yang menerangkan balasan bagi orang-orang yang berpuasa, beliau (Imam Ibnu Katsir) kembali berkata :

وقوله : ( أعد الله لهم مغفرة وأجرا عظيما ) أي : هيأ لهم منه لذنوبهم مغفرة وأجرا عظيما وهو الجنة

“Dan firman Allah ta’ala (Allah menyiapkan bagi mereka pengampunan dan pahala yang besar) maksudnya ialah : Dengan sebab puasa Allah menyiapkan bagi mereka atas dosa mereka pengampunan serta pahala yang besar yaitu syurga”. (Tafsir Ibnu Katsir : 1501)

Dalam ayat yang lain Allah ta’ala juga berfirman menjelaskan keutamaan puasa :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kalian agar kalian bertaqwa.”

(QS Al-Baqarah : 183).

Al-Imam Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menerangkan kaitan ketaqwaan dengan puasa pada ayat di atas, beliau berkata :

فإن الصيام من أكبر أسباب التقوى، لأن فيه امتثال أمر الله واجتناب نهيه. فمما اشتمل عليه من التقوى: أن الصائم يترك ما حرم الله عليه من الأكل والشرب والجماع ونحوها، التي تميل إليها نفسه، متقربا بذلك إلى الله، راجيا بتركها، ثوابه، فهذا من التقوى. ومنها: أن الصائم يدرب نفسه على مراقبة الله تعالى، فيترك ما تهوى نفسه، مع قدرته عليه، لعلمه باطلاع الله عليه، ومنها: أن الصيام يضيق مجاري الشيطان، فإنه يجري من ابن آدم مجرى الدم، فبالصيام، يضعف نفوذه، وتقل منه المعاصي، ومنها: أن الصائم في الغالب، تكثر طاعته، والطاعات من خصال التقوى، ومنها: أن الغني إذا ذاق ألم الجوع، أوجب له ذلك، مواساة الفقراء المعدمين، وهذا من خصال التقوى.

“Maka sesungguhnya puasa adalah sebab terbesar munculnya ketaqwaan. Karena di dalamnya terdapat unsur taat pada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Diantara unsur ketaqwaan yang ada di dalam puasa ialah ;

Bahwa orang yang berpuasa meninggalkan apa yang Allah larang atas dirinya berupa makan, minum, jimak dan lainnya yang merupakan kesenangan jiwanya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, dan berharap pahala ketika ia meninggalkan ini semua. Ini adalah bagian dari ketaqwaan.

Kemudian lagi orang yang berpuasa itu berlatih merasakan pengawasan Allah. Ia meninggalkan apa yang ia sukai dan apa yang ia mampu untuk melakukannya, karena ia sadar Allah maha mengetahui semua yang ia lakukan.

Kemudian lagi puasa itu mempersempit gerak syaithan. Sesungguhnya syaithan masuk ke dalam tubuh anak Adam melalui aliran darah. Maka dengan puasa menjadi lemah kemampuannya sehingga maksiatpun akan hilang.

Dan dengan puasa pada umumnya manusia akan lebih banyak berbuat ketaatan, dan ketaatan ini bagian dari ketaqwaan. Demikian pula si kaya jika ia merasakan sakitnya rasa lapar maka hal tersebut akan berimbas munculnya empati kepada para fakir miskin dan orang mlarat, ini pun merupakan bagian dari unsur ketakwaan”. (Taisir Karimirrahman Fi Tafsir Kalamil Mannan : 86).

Banyak sekali manfaat puasa yang bisa kita dapatkan baik manfaat di dunia maupun manfaat di akhirat. Berikut kami sampaikan keutamaan-keutamaan puasa :

a). Puasa sebagai perisai

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِيعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وَجَاءٌ

“Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian sudah memiliki kemampuan maka hendaknya menikah, karena itu lebih menjaga pandangan dan kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu hendaknya ia berpuasa, karena puasa akan menjadi perisai baginya”. (HR. Muslim : 1400).

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata :

يقي صاحبه ما يؤذيه من الشهوات

“Puasa akan menjaga pelakunya dari apa yang mengganggu dia berupa nafsu syahwat”. (Fathul Bari : 4/104).

Nabi memerintahkan para pemuda yang syahwatnya menggelora untuk menikah, dan bagi yang belum mampu menikah hendaknya berpuasa. Karena puasa ini melemahkan setiap anggota badan dari berbuat liar serta menenangkannya. Ia juga menenangkan kekuatan liar yang mungkin muncul karena dorongan hawa nafsu. Dan puasa ini memiliki pengaruh yang luar biasa ajaib untuk menjinakkan kekuatan lahiriyah maupun batiniyah.

Dan karena neraka itu senantiasa dihiasi dengan sesuatu yang menyenangkan hawa nafsu. Maka puasa akan menjadi benteng pembatas antara pemuda dengan syahwatnya, menjadi benteng yang menjauhkan dia dari sengatan api neraka. Dalam riwayat yang lain nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لا يَصُومُ عَبْدٌ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلا بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ النَّارَ عَنْ وَجْهِهِ سَبْعِينَ خَرِيفًا

“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari saja di jalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan dirinya dari neraka sejauh tujuh puluh tahun perjalanan”. (HR Bukhari : 2840, Muslim : 1153, dinyatakan shahih oleh Imam Al-Albani lihat Ta’liqatul Hisan ‘Ala Shahih Ibnu Hibban : 3417).

b). Puasa menjadi sebab kita masuk syurga

Telah kita ketahui bersama bahwa ketika puasa bisa menjauhkan kita dari neraka, maka sebaliknya ia akan mendekatkan kita ke syurga. Dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu ia berkata :

قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ , أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِ