Pertanyaan :
بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Semoga ustadz dan admin serta kita semua dijaga Allah.
Saya ingin bertanya, apa & bagaimana kriteria untuk mencarikan calon suami untuk saudari kita?
Setelah kedua orangtua wafat, maka siapa yang wajib mengupayakan jodoh untuk saudara perempuannya?
Jazakumullah Khoiron atas penjelasannya.
(Disampaikan oleh Fulan, Member grup WA BiAS)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du
Saudara-saudara yang berkewajiban mencarikan jodoh untuk saudarinya. Dan kriteria calon suami yang baik telah dinyatakan secara jelas baik oleh Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
1. Lelaki yang Shalih
Allah ta’ala berfirman :
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Dan orang-orang yang shalih di antara hamba-hamba kalian. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.”
(QS. An Nur: 32)
Maka calon suami yang baik adalah dari kalangan orang-orang yang shalih. Karena seorang yang shalih ia akan mendidik anak-anaknya dengan keshalihan pula. Tapi jika seseorang tidak memiliki keshalihan maka ia akan mendidik anaknya asal-asalan dan akan menghasilkan keturunan yang berkahlak buruk.
Maka dari itu seorang lelaki yang tidak shalih hanya cocok untuk wanita yang tidak shalih, lelaki yang berkahlak buruk cocok untuk wanita berakhlak buruk, Allah ta’ala berfirman :
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula). Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).
Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).”
(QS An-Nur : 26).
2. Bertanggung Jawab
Calon suami yang baik merupakan lelaki yang bertanggung jawa terhadap anak dan istrinya, menafkahi mereka dan mendidik mereka dengan agama Islam. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كفى بالمرء إثماً أن يحبس عمن يملك قوته
“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menahan nafkah dari orang-orang yang menjadi tanggungannya.”
(HR. Muslim : 245).
Disebutkan dalam salah satu redaksi fatwa :
فلا يجوز للأب تضييع من استرعاه الله عليهم من الأبناء والبنات والزوجة، فإنه مسؤول عنهم يوم القيامة
“Maka tidak boleh bagi seorang ayah untuk menyia-nyiakan amanah yang telah Allah berikan kepadanya berupa anak-anak lelaki, anak-anak wanita dan istri. Karena sesungguhnya kelak ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang mereka ini di hari kiamat.”
(Fatawa Islamweb no. 64155).
Al-Imam Ibnu Qudamah juga menuturkan :
اتفق أهل العلم على وجوب نفقات الزوجات على أزواجهن إذا كانوا بالغين إلا الناشز منهن ذكره ابن المنذر وغيره
“Para ahli ilmu sepakat akan kewajiban para suami untuk menafkahi istri-istri mereka jika mereka telah baligh kecuali bagi para pelaku nusyuz (Pembangkangan terhadap suami) ijma’ ini disebutkan oleh Ibnul Mundzir dan yang ulama lainnya.”
(Al-Mughni : 7/564).
3. Lelaki yang Penyayang
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan menyertai sesuatu maka dia akan menghiasinya, dan tidaklah kelembutan itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan semakin memperburuknya.”
(HR. Muslim 2594, Abu Daud 2478).
4. Memiliki Aqidah yang Lurus
Memiliki aqidah yang lurus serta terbebas dari berbagai macam aqidah yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
Dan di dalam mencarikan suami bagi saudari kita hendaknya kita menempuh cara-cara yang baik (seperti ta’aruf, nazhar serta khitbah yang syar’i) dan meinggalkan cara-cara yang dilarang oleh agama kita.
Semoga bermanfaat,
Wallahu ta’ala a’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati حفظه الله