Gaya hidup zaman ini penuh dengan hiasan dunia, pernak-pernik serta gemerlapnya lampu-lampu kota seringkali kali membuat manusia terlalai dari misi utamanya hidup di atas maya pada yang fana ini. Gaya hidup hedonis, glamour, konsumtif seolah menjadi trend. Bukan hanya di masyarakat perkotaan saja, yang di perkampunganpun seolah tak mau kalah.
Lihatlah misalnya jaringan internet yang mulai merasuk ke daerah pegunungan serta kampung-kampung dengan membawa segala dampak buruk yang ia timbulkan. Kesibukan kerja, ambisi mengumpulkan harta dan seabrek kepentingan duniawiyyah lainnya membuat banyak manusia menjadi gelap mata. Prinsip menghalalkan segala carapun tak segan dilakukan demi untuk menuruti nafsu angkara.
Disisi lain, sebagian hamba-hamba Allah yang lemah iman, berputus asa dari rahmat Allah karena ditimpa musibah berupa kemiskinan, kesusahan, penyakit dan persoalan hidup yang tak kunjung padam. Maka kesulitan inipun lantas melemparkannya dari jalan istiqomah ke dalam jurang kemaksiatan dan kehinaan. Setan telah membisikkan ke dalam hatinya bahwa ia adalah orang paling susah di dunia. Ia merasa hina dengan kemiskinannya, dengan penyakitnya, dengan persoalan hidupnya dan berburuk sangka kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Mereka lupa bahwa kemuliaan seorang hamba Allah tidak terletak pada banyaknya harta, tingginya jabatan atau status srata sosial yang melekat pada dirinya. Tidak pula terletak pada badan yang sehat atau kehidupan yang landai dengan tanpa ada aral melintang. Mereka lupa firman Allah :
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah diantara kamu serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan orang-orang kafir.
Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”(QS Al-Hadid : 20).
Hamba Allah yang cerdas adalah manusia yang senantiasa berfikir jauh ke depan, berfikir mendapatkan keuntungan serta kebahagiaan yang kekal abadi dengan mengorbankan kebahagiaan sesaat. Kalaupun ia menjadi hamba Allah yang kebetulan di takdirkan hidup berkecukupan, ia tidak lantas menjadi sombong serta jumawa. Tidak melupakan tugas utamanya hidup di dunia, yaitu berbakti kepada Allah. Karena ia tahu harta dan kesehatan yang ia miliki akan lenyap dengan sangat cepat.
Demikian pula seandainya ia ditakdirkan menjadi hamba Allah yang hidup dipenuhi dengan kesusahan ataupun penyakit. Ia tidak lantas berburuk sangka kepada Allah, tidak lantas memutus hubungannya dengan Allah. Karena ia sadar-sesadarnya bahwa kesusahannya, bahwa penyakitnya tidak akan berlangsung lama. Karena di sana masih ada kehidupan yang jauh lebih kekal. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr : 18).
Imam Ali Al-Qari rahimahullah berkata : “Sesungguhnya hamba Allah yang ikhlas bukanlah orang yang gemar bersenang-senang. Bahkan sifat demikian adalah ciri khas orang kafir, para penggemar maksiat, orang yang lalai dan orang yang jahil. Sebagaimana firman Allah :
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
‘Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS. Al Hijr: 3)
Dan juga firman-Nya:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ
“Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (QS. Muhammad : 12).
(Lihat Mirqatul Mafatih : 8/3295).
Akan tetapi hamba Allah yang cerdas tidak tertipu dengan kekayaan ataupun kemiskinan. Ia senantiasa berfikir untuk mengumpulkan pahala bagaimanapun keadaannya di dunia. Karena ia yakin akan datangnya hari kebangkitan yang tidak berguna lagi harta dan anak-anak melainkan orang yang datang dengan hati yang bersih serta pahala dari amalan kebaikannya ketika ia hidup di dunia.
Kita patut bersyukur kepada Allah yang telah membukakan bagi kita pintu-pintu kebaikan yang sangat banyak. Bahkan syariat islam menerangkan adanya amalan yang jika dilakukan oleh seorang hamba yang diberikan taufik. Maka pahalanya akan tetap mengalir meski ia telah wafat dan ditimbun tanah kuburan.
Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan tujuh amalan yang akan mengalir pahalanya pada manusia di dalam kuburnya setelah ia mati meninggalkan kehidupan dunia. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, :
سبعٌ يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته : من علَّم عِلْماً ، أو أجرى نهراً ، أو حَفَر بئراً ، أو غرس نخلاً أو بنى مسجداً ، أو ورَّث مصحفاً ، أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته
“Ada tujuh amalan yang akan mengalir pahalanya bagi seorang hamba sedangkan ia berbaring di lubang kuburan setelah mati : Mengajarkan ilmu, atau menggali mata air, atau menggali sumur, atau menanam kurma, atau membangun masjid, atau membagikan mushaf, atau meninggalkan anak yang akan memintakan ampun baginya setelah ia mati.” (HR Al Bazzar dalam kitab Kasyful Astar : 149, dan hadis ini dihasankan oleh Imam Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami’ : 3602).
Lihatlah saudaraku sesama muslim, keagungan amalan yang mulia ini. Maka bersegeralah untuk melaksanakannya atau melaksanakan sebagiannya, mumpung kesempatan itu masih ada, mumpung kita masih bisa menarik nafas, mumpung kita masih bisa menyaksikan cerahnya sinar mentari di pagi hari. Berikut ini adalah sepenggal catatan untuk masing-masing ketujuh point di atas. Semoga catatan ini bisa memberikan sedikit gambaran serta motivasi bagi kita untuk menaruh perhatian lebih pada ketujuh amalan tadi dan bersegera mengamalkannya.
1- Mengajarkan ilmu
Yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu yang bermanfaat, yang menerangi hati manusia sehingga ia mengenal agamanya, mengenal Allah sebagai Zat yang telah menciptakannya. Ilmu yang akan mengarahkan manusia kepada jalan yang lurus, mengetahui kebenaran dan kesesatan, mengetahui halal dan haram.
Dalil akan hal ini bayak sekali dari al qur’an maupun dari hadis nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya adalah sabda beliau : “Barangsiapa dikehendaki oleh Allah kebaikan pada dirinya maka ia akan dibuat pandai dalam urusan agamanya”. (HR Bukhari no : 71).
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman : “Katakanlah !!! Apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.” (QS Az-Zumar:9).
Tafsir dari ayat ini = “Apakah sama orang yang mengetahui tuhannya, mengetahui aturan syari’at, mengetahui rahasia & hukum-hukum agama dengan orang yang tidak mengetahu ? Tidak mungkin sama sebagaimana malam tidak sama dengan siang, terang tidak sama dengan gelap, api tidak sama dengan air.” (Tafsir As Sa’di : 687 Oleh Syaikh Abdurrahman As Sa’di).
Point pertama ini juga menunjukkan keutamaan para ahli ilmu, karena mereka hakikatnya adalah penerang umat, menara negri, pondasi kuat umat islam serta sumber hikmah. Kehidupan mereka adalah sebuah kemenangan dan kematian mereka adalah musibah. Mereka mengajari orang yang bodoh, meluruskan orang yang sesat, mengingatkan yang lalai, menasehati yang sedih.
Manakala salah seorang dari mereka meninggal dunia, maka ilmunya akan tetap ada diwarisi manusia. Pepatah dulu mengatakan “Ulama mati meninggalkan kitab”.
Berbeda dengan hari ini, ceramah-ceramah keagamaan bisa direkam, sehingga ketika ia mati perkataannya masih bisa didengar, kitabnya masih bisa dibca oleh generasi yang tidak hidup sezaman dengannya. Maka barangsiapa mendanai dicetaknya kitab-kitab para ulama atau rekaman-rekaman ceramah mereka, ia akan mendapat pahala insya’Allah karena ia membantu proses sampainya ilmu kepada generasi setelahnya.
2- Mengalirkan sungai
Maksudnya adalah menggali parit atau memasang pipa untuk mengalirkan air dari sungai atau mata air. Sehingga air bisa menjangkau manusia, hewan, tanam-tanaman, dan mereka mengambil manfaat darinya. Sungguh teramat sangat mulia amalan seperti ini khususnya jika dilakukan di daerah-daerah yang msyarakatnya susah mendapatkan air. Karena air salah satu sebab kehidupan, bahkan ia merupakan salah satu point terpenting dalam kehidupan.
3- Menggali sumur.
Point ketiga ini mirip dengan point kedua, ada sebuah hadis yang bersambung sampai kepada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata :
بينما رجل بطريق اشتد به العطش فوجد بئرا فنزل فيها فشرب ثم خرج, فإذا كلب يلهث يأكل ثرى من العطش. فقال الرجل : لقد بلغ هذا الكلب من العطش مثل الذي كان بلغ مني, فنزل البئر فملأ خفه ماء فسقى الكلب فشكر الله له فغفر له. قالوا يا رسول الله وإن لنا في البهائم لأجرا ؟ فقال في كل ذات كبد رطبة أجر
“Ketika seorang lelaki berada di tengah jalan ia merasa sangat haus dahaga. Lantas ia mendapati sumur, iapun turun ke dalamnya minum lalu keluar lagi. Tiba-tiba ia mendapati seekor anjing menjulurkan lidahnya memakan tanah dikarenakan rasa haus yang luar biasa.
Maka lelaki tadi berkata : Anjing ini ditimpa rasa dahaga seperti dahaga yang aku rasakan. Kemudian ia turun lagi ke dalam sumur dan memenuhi sepatunya dengan air lalu member minum si anjing. Allah pun berterima kasih kepadanya dan mengampuni dosanya.
Para sahabat bertanya : Wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam apakah kita mendapat pahala karena berbuat baik kepada binatang ? Beliau menjawab : Setiap kebaikan yang diberikan kepada makhluk hidup ada pahalanya.” (HR Bukhari : 2466, Muslim : 2244).
Kalau lelaki tadi mendapat pahala karena member minum anjing, maka tentu orang yang menggali sumur lebih berhak mendapatkan pahala. Ini jika sumur tadi diminum oleh seorang lelaki dan sesekor anjing, lantas bagaimana seandainya sumur tersebut dipakai untuk memasak, mandi, mencuci setiap harinya ?
Alangkah bahagianya seseorang yng ketika ia hidup ia sempatkan menggali sumur, ketika ia mati sumur tersebut masih saja dipakai sepanjang hari secara turun-temurun. Maha suci Allah yang telah menunjukkan kepada kita jalan-jalan kebaikan.
4- Menanam kurma
Dan telah diketahu bersama bahwa kurma adalah sang raja dari segala tanaman. Ia adalah pohon yang paling utama, paling banyak manfaatnya bagi manusia. Oleh karenanya barangsiapa menanamnya kemudian menyedekahkan buahnya bagi manusia, maka pahalanya akan tetap mengalir setiap kali ada orang yang memakannya. Demikian pula setiap kali manusia atau binatang mengambil manfaat darinya, pahala akan mengalir bagi penanamnya meski ia telah meninggal dunia. Allah berfirman :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.”
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim 24-25).
Hal ini juga berlaku pada pohon yang lain, akan tetapi hadis nabi tadi mengkhususkan pohon kurma karena memang ia adalah pohon yang istimewa.
5- Membangun masjid
Sebuah tempat dimana asma Allah di agungkan disana, tempat kaum muslimin menegakkan shalat di dalamnya, membaca al qur’an, pengajian, berdzikir, tempat dimana kaum muslimin berkumpul di sana dan manfaat-manfaat agung lainnya. Semua pahala tersebut akan dilimpahkan kepada orang yang membangun masjid. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من بني مسجدا يبتغي به وجه الله بنى الله له مثله في الجنة
“Barangsiapa membangun masjid ikhlas karena mengharap wajah Allah, maka Allah akan bangunkan ia rumah di syurga.” (HR Ibnu Majah : 242, dan dihasankan oleh Imam Al-Albani dalam kitab Shahih Ibni Majah : 198).
6- Membagikan mushaf/kitab suci Al Qur’an
Dengan cara mencetaknya atau membelinya kemudian mewaqfkannya untuk masjid-masjid atau pesantren-pesantren, atau lembaga-lembaga pendidikan agama. Orang yang melaksanakan hal ini akan mendapat pahala setiap kali ada orang yang membacanya atau menghafalnya, atau mempelajarinya dan mengamalkan isinya, meski tulang-belulangya telah hancur dimakan tanah.
7- Mendidik anak dan bersemangat menjadikannya sebagai pribadi yang shalih & bertaqwa
Anak shalih yang berbakti kepada kedua ayah ibunya baik ketika keduanya masih hidup maupun ketika sudah meninggal dunia. Ia akan mendoakan kebaikan rahmat serta ampunan bagi kedua orang tuanya. Berbeda dengan anak yang nakal dan durhaka, ia tidak mau peduli dengan kehidupan ayah ibunya ketika di dunia, apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal dunia.
Pertanyaan : Apabila seorang anak berkurban denga berniat supaya pahalanya sampai pada orang tuanya yang sudah meninggal dunia, padahal orang tuanya tidak berwasiat apa-apa. Apakah hal ini diperbolehkan ?
Jawaban : Boleh karena kurban termasuk sedekah. Telah datang sebuah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu :
أن رجلا قال : يا رسول الله ! إن أمي توفيت ولم توصي أينفعها أن أتصدق عنها ؟ قال نعم
“Seorang lelaki berkata : Wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ! sesungguhnya ibuku wafat dan beliau tidak berwasiat apapun, apakah akan memberi manfaat bagi beliau jika aku bersedekah atas nama beliau ? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Ya”. (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad : 39 dan dishahihkan oleh Imam Al Albani dalam kitab Shahih Adabil Mufrad : 30).
Sebagiaan orang bahwa hal ini tidak boleh dilakukan karena Allah berfirman :
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (QS An Najm : 39).
Al-Imam Ibnu Katsir berkata tentang tafsir ayat surat An Najm : 39 yang terkadang difahami dengan pemahaman yang timpang serta keliru, sehingga memberikan kesan seolah-olah ada pertentangan antara hadis riwayat Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad tadi dengan ayat ini. Dan tidak mungkin ada pertentangan antara al qur’an dengan hadis yang shahih, karena keduanya sama-sama wahyu dari Allah. Ketika seseorang mendapati pertentangan antara keduanya, maka sebenarnya yang salah adalah akal pikirannya. Berikut ini adalah copian dari kitab tafsir Ibnu Katsir tentang tafsir ayat tersebut :
Allah ta’ala berfirman : Dan tidaklah seseorang itu mendapatkan kecuali apa yang ia usahakan (QS An Najm : 39)
Maksudnya adalah sebagaimana seseorang itu tidak memikul dosa orang lain, maka ia juga tidak akan mendapat pahala kecuali dari amal yang ia kerjakan sendiri. Danberdasarkan ayat ini imam Syafi’i rahimahullah mengambil kesimpulan bahwa pahala membaca al qur’an yang dihadiahkan bagi si mayit tidak akan sampai, kareba bacaan al qur’an ini bukan amalan si mayit tadi.
Oleh karenanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak menganjurkan, tidak memerintahkan serta tidak mengarahkan umatnya untuk member hadiah pahala bacaan al qur’an pada mayit. Tidak ada dalil dalam hal ini tidak pula ada isyarat. Para sahabat radhiyallahu ‘anhum juga tidak ada yang melakukannya.
Seandainya hal tersebut baik, maka niscaya para sahabat akan mendahului kita melakukannya. Bab ibadah itu terbatas pada hal yang ada dalilnya saja,tidak boleh menentukan ibadah berdasarkan analogi dan pikiran semata.
Adapun do’a dan sedekah maka para ulama telah bersepakat bahwa keduanya bisa sampai pahalanya pada si mayit. Syariat juga telah menetapkan hal ini. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radhyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Apabila anak adam mati, maka akan terpotong seluruh amalannya kecuali tiga hal : anak shalih yang mendoakannya, sedekh jariyah, ilmu yang bermanfaat”.
Maka ketiga hal ini hakikatnya adalah merupakan hasil amalan seseorang, sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadis : Sesungguhnya makanan yang paling baik bagi seorang lelaki adalah yang merupakan hasil amalannya, dan anak merupakan hasil amalannya.”
(Tafsir Ibnu Katsir : 1785 Oleh Imam Ibnu Katsir).
Kesimpulannya : Tidak ada pertentangan antara ayat tadi dengan hadis dalam kitab Adabul mufrad diatas. Sedekah yang dilakukan si anak, maka orang tua akan mendapat bagian pahalanya, karena ada hadis yang menegaskan hal ini dan karena si anak adalah merupakan hasil dari amalan orang tua. Wallahu ta’ala a’lam bish shawab, semoga bermanfaat dan akhir dari seruan kami adalah anilhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Disusun oleh:
Ustadz Abul Aswad al Bayati حفظه الله
sumber: https://bimbinganislam.com/tujuh-bekal-kematian/