Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu menjaga Ustadz dan keluarga

‘Afwan saya ingin bertanya.
Saya memiliki anggota keluarga yang sering mendengarkan ceramah habib/habaib di youtube. Seperti yg diketahui ceramah para habaib di youtube adalah cerita-cerita mereka bertemu dengan rasul di dalam mimpi, sholawatan berjama’ah, mengatakan bahwa air seni para habib/habaib itu wangi (‘afwan), mengadakan haul para habib/habaib, serta yang lainnya.
Saya telah menasehati anggota keluarga saya bahwa lebih baik tidak mendengarkan ceramah para habib/habaib dan lebih baik mengikuti kajian di masjid-masjid sunnah saja. Beberapa kali nasehat saya diterima, namun masih saja diulangi.
Ketika saya memberikan nasehat lagi malah anggota keluarga saya mengatakan saya ini fanatik beragama, pikiran saya telah dipengaruhi. Akhirnya saya terbawa emosi dan adu argumen.

Pertanyaan saya, apakah saya harus tetap mengingatkan kebenaran meskipun sering ditentang?
Beberapa hari ini saya lebih banyak diam karena tidak mau menimbulkan keributan. Atau sebaiknya saya diam saja dan tetap mendoakan agar keluarga saya tersebut mendapatkan hidayah?
Adakah nasehat/solusi bagi saya dalam menghadapi kejadian ini?

Mohon pencerahannya ustadz.

(Disampaikan oleh Admin T-08 G-03)

Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du
Ayyuhal Ikhwan wal Akhwat baarakallah fiikum Ajma’in.

Sebuah permisalan, Jika ada satu kemungkaran, kemudian kita mengingkarinya dengan cara yang lembut (yaitu dengan hikmah), maka itu sudah cukup menjadi uzur kita dihadapan Allah Ta’ala kelak.
Jika muncul kemungkaran baru yang kedua, kita bisa mengingkarinya juga (nasehat yang baru), dan hal ini tidak wajib diulang-ulang pada satu kasus yang sama kalau membawa kepada kemudharatan (misalnya muncul kemungkaran yang semisal), dan begitu seterusnya.

Tugas sebagai penasehat atau juru dakwah hanya menyampaikan nasehat dan petunjuk, taufiq itu dari Allah Ta’ala semata. Dan merupakan penjelasan yang dipahami bahwa tugas setiap utusan (rasul) hanyalah memberikan penjelasan yang segamblang-gamblangnya sesuai yang diperintahkan.
Sedangkan untuk memberikan hukuman bukanlah tugas para rasul. Jika yang dijelaskan itu diterima, maka itu adalah taufik dari Allah Ta’ala. Jika tidak diterima dan yang didakwahi tetap dalam keadaan belum mendapat hidayah, maka rasul utusan tak bisa bertindak apa-apa, karena hidayah taufiq adalah hak Allah saja.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat

قَالَتْ لَهُمْ رُسُلُهُمْ إِنْ نَحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ

“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.”
(QS. Ibrahim: 11).

Beliau berkata,

يقولون إنما علينا أن نبلغكم ما أرسلنا به إليكم، فإذا أطعتم كانت لكم السعادة في الدنيا والآخرة، وإن لم تجيبوا فستعلمون غِبَّ ذلك ،والله أعلم

“Utusan itu berkata, sesungguhnya kami hanyalah menyampaikan apa yang mesti disampaikan pada kalian. Jika kalian taat, maka kebahagiaan bagi kalian di dunia dan akhirat.
Jika tidak mau mengikuti, kalian pun sudah tahu akibat jelek di balik itu semua. Wallahu a’lam.”
(lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6/333).

Wallahu Ta’ala A’lam.

 

Disusun oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله

 

sumber:  https://bimbinganislam.com/tetap-dakwah-dengan-lemah-lembut-kepada-keluarga/