Sebagian masyarakat kita tatkala melihat ular menyebrangi jalan/ melintang di tengah jalan. Atau melihat burung gagak, atau mendengar suara tertentu atau menjumpai hari tertentu, ia akan merasa sial.
Dan mengurungkan niatnya untuk melakukan suatu pekerjaan karena penglihatannya tersebut. Fenomena seperti ini masuk ke dalam definisi tathayyur yang dilarang oleh syari’at islam.

Al-Imam Ibnu Utsaimin menuturkan ketika menjelaskan definisi tathayyur ini :
“Dan jika engkau ingin maka katakanlah : Tathayyur adalah merasa sial karena melihat sesuatu atau mendengar sesuatu atau mengetahui/ menjumpai sesuatu yang sudah maklum.

Melihat, contohnya : Seseorang yang melihat keberadaan burung tertentu lantas ia merasa sial.
Mendengar, contohnya: Seseorang ingin melakukan sesuatu. Lantas ia mendengar seseorang berkata: aduh celaka, aduh sial. Lantas ia merasa sial karenanya.
Mengetahui/menjumpai sesuatu, contohnya : Merasa sial karena menjumpai beberapa hari tertentu atau bulan tertentu atau tahun tertentu. Semua hal ini tidak terlihat dan tidak terdengar namun bisa diketahui”.
(Al-Qaulul Mufid : 1/259).

Diantara dalil haramnya tathayyur adalah sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam :

اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ

“Thiyarah adalah syirik”.
(Hadits riwayat Ahmad, 1/ 389, dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albany dalam Shahihul Jami’ no: 3955.)

Telah diriwayatkan dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ
قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟
قَالَ: أَنْ يَقُوْلَ أَحَدُهُمْ :اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

“Barangsiapa mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik”.
Para Sahabat bertanya : “Lalu apakah tebusannya?”.
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Hendaklah ia mengucapkan: Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiadalah burung itu (yang dijadikan objek tathayyur) melainkan makhluk-Mu dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau”.
(HR. Ahmad : 2/220), dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad no. 7045. Dan Al-Imam Al-Albany dalam Silsilah Shahihah no. 1065).

Wallahu a’lam, insyaallah akan berlanjut ke pembahasan bagian berikutnya, tentang hukum berkaitan dengan ular.

 

Disusun oleh:
Ustadz Abul Aswad al Bayati حفظه الله

 

sumber:  https://bimbinganislam.com/hukum-tentang-ular-dalam-islam-merasa-sial-karena-ular/