Bagi yang dimudahkan dan dilapangkan rizkinya oleh Allah, maka hendaknya ia berkurban di tanggal 10 Dzulhijjah, terlepas dari khilaf ulama’ tentang hukum berkurban apakah wajib ataukah sunnah muakadah.

Agar ibadah kurbannya sah dan diterima oleh Allah, maka bagi orang yang ingin berkurban hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :

1. Berqurban Harus Dengan Hewan Ternak yang Ditetapkan Oleh Syar’iat
Harus berkurban dengan hewan ternak yang ditetapkan oleh syar’iat, dan tidak boleh selainnya, yaitu sapi, kambing, dan unta. Dan ini adalah syarat yang disepakati oleh semua madzhab. Dan kerbau termasuk jenis sapi menurut pendapat para ahli fiqih.

Hal ini disandarkan pada firman Allah Ta’ala

وَلِكُلِّ أُمَّةٖ جَعَلۡنَا مَنسَكٗا لِّيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلۡأَنۡعَٰمِۗ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka”
(Qur’an Surat Al Hajj:34)

Yang paling afdhol adalah unta, setelahnya sapi, setelahnya kambing kibas setelahnya domba dan kambing, menurut pendapat yang paling rajih.
(Bidayatul Mujtahid, halaman 559 juz 2)

Tidak masalah berkurban dengan hewan kurban jantan maupun betina. Berkata Imam Nawawy

أَمَّا
الْأَحْكَامُ فَشَرْطُ الْمُجْزِئِ فِي الْأُضْحِيَّةِ أَنْ يَكُونَ مِنْ الْأَنْعَامِ وَهِيَ الْإِبِلُ وَالْبَقَرُ وَالْغَنَمُ سَوَاءٌ فِي ذَلِكَ جَمِيعُ أَنْوَاعِ الْإِبِلِ مِنْ الْبَخَاتِيِّ وَالْرَابِ وَجَمِيعِ أَنْوَاعِ الْبَقَرِ مِنْ الْجَوَامِيسِ وَالْعِرَابِ والدربانية وَجَمِيعِ أَنْوَاعِ الْغَنَمِ مِنْ الضَّأْنِ وَالْمَعْزِ وَأَنْوَاعِهِمَا وَلَا يُجْزِئُ غَيْرُ الْأَنْعَامِ مِنْ بَقَرِ الْوَحْشِ وَحَمِيرِهِ وَالضَّبَّا وَغَيْرُهَا بِلَا خِلَافٍ وَسَوَاءٌ الذَّكَرُ وَالْأُنْثَى

Adapun syarat diperbolehkannya dalam berkurban adalah hendaknya hewan kurban merupakan jenis hewan ternak yaitu unta, sapi, dan kambing. Dalam hal ini sama saja semua jenis unta, baik yang Bakhoti atau jenis ‘Irab, dan semua jenis sapi, baik kerbau atau ‘irab maupun jenis lainnya, dan semua jenis kambing dari domba atau kambing kacang atau yang sejenisnya. Tidak boleh selain hewan ternak, seperti sapi liar, keledai liar dan kambing liar dan selainnya tanpa ada pendapat di kalangan ulama, baik yang jantan atau pun betina.
(Al Majmu’ Lil imam An Nawawy, hal.393 Juz.8)

2. Hewan Qurban Harus Mencapai Usia yang Diperkenankan Oleh Syari’at Untuk Diqurbankan
Hewan kurban harus mencapai usia yang diperkenankan oleh syari’at untuk dikurbankan. Sepakat ulama bahwasanya hewan kurban yang usianya dibawah ketentuan syari’at maka sembelihanya tidak sah.
(Al Majmu’ Lil imam An Nawawy, hal.393 Juz.8)

Adapun untuk semua jenis hewan kurban harus mencapai usia musinnah, Perincian per masing-masing jenis adalah sebagai berikut;

1. Unta harus berusia 5 tahun ke atas.

2. Sapi harus berusia dua tahun atau lebih

3. Kambing satu tahun atau lebih

Jabir bin Abdillah berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

«لا تذبحوا إلا مسنة، إلا أن تعسر عليكم فتذبحوا جذعة من الضأن»

“janganlah kalian menyembelih (berkurban) kecuali musinnah (berumur satu tahun), dan jika sulit bagi kalian, maka sembelih lah oleh kalian Jadz’ah dari domba/biri-biri.”
(HR Muslim no.1963)

Usia Musinnah adalah usia yang ditandai tanggalnya gigi seri atas baik unta, sapi atau kambing.

Adapun untuk jenis domba, jika tidak mampu berkurban dengan yang berusia satu tahun, maka boleh berkurban dengan Jadz’ah (yg berusia 6 bulan) atau yang diatasnya.

Dalam fatwanya, Lajnah Daimah menyatakan, “Dalil-dalil syar’i menunjukkan bahwasanya sah berkurban dengan domba yang usianya sudah sempurna mencapai 6 bulan”.
(Fatwa Lajnah Daimah (377/11))

3. Hewan yang dikurbankan bukanlah hewan yang memiliki cacat
Cacat pada hewan kurban dibagi menjadi 3 kategori

Cacat yang menyebabkan tidak sahnya kurban. Jumlahnya ada empat sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits akan ketidaksahanya;
A. Buta sebelah. Kalau putih bola matanya mendominasi lingkaran hitam matanya, sehingga bulatan hitam matanya hanya kecil, maka ini juga tidak sah dikurbankan. Atau buta kedua-duanya, yang tentu lebih tidak sah lagi untuk dikurbankan.

B. Yang benar-benar sedang terserang penyakit. Seperti demam yangmengakibatkan hewan tersebut kehilangan nafsu makan dan menjadi lemah, atau luka dalam atau yang serius pada tubuhnya yang berpengaruh terhadap kesehatanya. Jika penyakit yang mengenainya adalah penyakit yang ringan, maka hewan tersebut sah untuk dikurbankan.

C. Yang jelas-jelas pincang kakinya. Yang terputus atau patah kakinya tentu lebih utama untuk dikurbankan, alias tidak sah.

D. Yang sangat kurus, sampai-sampai seperti tidak memiliki sum-sum.

Ke-empat hal diatas dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bara’ bin ‘Ajib Radhiallahu ‘anhu,

أربعة لا يجزين في الأضاحي: العوراء البين عورها، والمريضة البين مرضها، والعرجاء البين ظلعها، والكسيرة التي لا تنقى

Empat hal yang membuat hewan kurban tidak sah untuk dikurbankan, buta matanya sebelah, yang jelas akan kebutaanya, yang sakit dengan penyakit yang jelas, yang pincang dengan jelas kepincanganya, dan yang kurus seperti tidak bersum-sum.
(HR An Nasa’i, Ibnu Majah (3144) dan Ahmad (274/4) )

4. Hewan Tersebut Milik Orang yang Berkurban
Hewan tersebut milik orang yang berkurban. Bukan hewan curian, rampasan atau yang diklaim milik dirinya dengan cara yang zhalim. Hewan yang digadaikan kepada dirinya, tidak boleh ia kurbankan, karena bukanlah miliknya.

5. Disembelih pada Waktu-Waktu yang Telah Ditentukan Syari’at
Waktunya adalah setelah shalat ‘Ied, dan ini adalah waktu yang afdhol. Batas waktu penyembelihan sampai dengan hari terakhir Tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah) ketika matahari sudah tenggelam.

Barangsiapa yang menyembelih hewan kurbannya sebelum shalat ‘Ied atau setelah tenggelamnya matahari tanggal ke-13 Dzulhijjah, maka kurbannya tidak sah.

Tapi jika ada udzur-udzur syar’i, semisal larinya hewan kurban, dan baru ditemukan setelah hari ke-14 Dzulhijjah atau setelahnya, maka tetap sah untuk dikurbankan.

Diperbolehkan untuk menyembelih malam hari sebagaimana diperbolehkan untuk menyembelihnya siang hari. Akan tetapi siang hari tentu saja lebih utama.

Wallahu ‘alam.

Ditulis Oleh:
Ustadz Kukuh Budi Setiawan, S.S., S.H., حفظه الله

Referensi: https://bimbinganislam.com/syarat-syarat-hewan-yang-akan-diqurbankan/