Pertanyaan:

Saya mau tanya, apabila suami istri sudah menikah, qadarullah suami sakit dan tidak bisa bekerja dan berpenghasilan, sedangkan dalam sakitnya butuh biaya, maka siapa yang wajib untuk membiayai suami tersebut ? Apakah istri atau dari pihak keluarga suami?

Jazakallohu khoir atas jawabannya

(Ditanyakan oleh Santri AISHAH)

 

Jawaban:

Kewajiban memberikan nafkah sejatinya Allah ﷻ tetapkan kepada seorang suami, sebagai pemimpin keluarga. Istri sama sekali tidak berkewajiban untuk memberikan nafkah untuk keluarga. Allah ﷻ berfirman:

ٱلرِّجَالُ قَوَّمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ…. ٣٤ [ النساء:34]

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…. [An Nisa”:34]

Bagaimana jika seorang suami tidak bisa bekerja karena penyakit yang diderita yang tidak memungkinkan untuknya bekerja?

Ini perlu rincian:

1. Jika suami memiki harta yang bisa dikelola orang lain, maka silakan dia membuat akad usaha dengan orang lain, baik itu akad mudharabah maupun syirkah.

2. Jika dia tidak memiliki harta , namun orang tuanya mampu untuk menafkahinya, maka kewajiban nafkah kembali kepada orang tua.

Syaikh Shalih al-Fauzan berkata:

مادام أنه صغير أو كبير ولكنه لم يستغن ولم يقدر على الاكتساب : فإنه يبقى على والده حق الإنفاق عليه حتى يستغني

“Selama seorang anak masih kecil atau sudah dewasa namun tidak mampu untuk mandiri dan juga tidak mampu untuk bekerja, maka kewajiban nafkah tetap ada di pundak ayahnya sampai dia mampu untuk mandiri”. (Majmu’ Fatawa Syaikh Fauzan : 3/240).

3. Jika suami tidak memiliki harta dan tidak mampu bekerja, dan orang tuanya tidak sanggup untuk menafkahi. Maka suami semisal ini tergolong kepada orang fakir yang berhak menerima zakat kaum muslimin. Sebagaimana firman Allah ﷻ:

۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٦٠ [ التوبة:60]

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [At Tawbah:60]

Kemudian, hendaknya keluarga dan saudara-saudara suami membantu meringankan saudaranya jika mereka mampu untuk membantu, bahkan hal tersebut termasuk sebaik-baik sedekah. Rasulullah ﷺ bersabda:

الصدقة على المسكين صدقة، وعلى ذي الرحم اثنتان: صدقة وصلة

“Sedekah untuk orang miskin terhitung pahala sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat berhadiah 2 pahala: pahala sedekah dan pahala silaturrahim”. (HR. Tirmidzy no. 658).

Wallahu a’lam

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله