Pertanyaan :

بسم اللّه الرحمن الر حيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Semoga ustadz dan tim bimbingan islam selalu diberikan kesehatan. Aamiin.

Ustadz, ijin bertanya
Ketika seorang ayah bercerai dengan ibu, dan sang anak diasuh oleh ibu dari ibu sejak bayi. Dan sang ayah tidak pernah memberi nafkah apapun dan tidak pernah membesuk anak .
Lalu ketika sang anak mau menikah ,apa ada hak sang ayah untuk menjadi wali?
Tapi kalau sang anak tidak berkehendak sang ayah menjadi walinya bagaimana hukumnya ustadz ?

Jazaakumullohu khoiron

(Penanya: Fulanah, Sahabat BiAS T09-G32)

Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du

Iya masih ada hak kewalian, selama si ayah masih menjadi seorang Muslim.
Adapun perbuatan dosa ayah itu menjadi pertanggung jawaban antara ayah dengan Allah ta’ala. Sedangkan seorang anak tetaplah anak yang memiliki kewajiban untuk berbakti kepada ayahnya. Disebutkan dalam salah satu redaksi fatwa :

فيشترط لعقد النكاح ولي المرأة لقوله صلى الله عليه وسلم: لا نكاح إلا بولي. رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وغيرهم وصححه الألباني.
واشترط العلماء في الولي أن يكون مسلماًً بالغاًً عاقلاًً، ولكنهم اختلفوا هل تشترط فيه العدالة الظاهرة أم لا ؟
قال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله في الشرح الممتع: والصواب في هذه المسألة أنه لابد أن يكون الولي مؤتمناًً على موليته. أي أنه لا تشترط العدالة الظاهرة، وإنما يكفي أن يكون مؤتمناًً على موليته

“Disyaratkan dalam akad nikah adanya wali bagi mempelai wanita berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam : Tidak ada nikah kecuali harus dengan adanya wali.
Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, dan yang lainnya dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani.

Para ulama mensyaratkan hendaknya wali itu seorang muslim yang telah dewasa lagi berakal akan tetapi mereka berbeda pendapat apakah disyaratkan dalam diri wali itu ‘adalah dzahirah (‘adalah yang tampak) ataukah tidak. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu ta’ala menyatakan di dalam kitab Asy-Syarhul Mumti’ ;

Pendapat yang benar di dalam masalah ini adalah hendaknya wali itu aman dalam kewaliannya maknanya tidak disyaratkan adanya ‘adalah dzahirah (‘adalah yang tampak). Dan sudah cukup bagi seorang wali jika ia aman dalam kewaliannya.”
(Fatawa Islamweb no. 110816).

Maka dari itu seorang wali yang fasik, pelaku maksiat tetap sah menjadi wali bagi anak wanitanya. Dan kewajiban anak untuk berbakti kepada kedua orang tuanya. Bahkan sampaipun orang tua kafir dan kekafiran itu merupakan kriminal yang paling besar. Meski demikian Allah tetap memerintahkan untuk senantiasa berbuat baik kepada keduanya, Allah ta’ala berfirman :

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan jika keduanya memaksamu mempersekutukan sesuatu dengan Aku yang tidak ada pengetahuanmu tentang Aku maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang baik dan ikuti jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu maka Aku kabarkan kepadamu apa yang kamu kerjakan.”
(QS Luqman : 15).

Wallahu a’lam
Wabillahittaufiq

 

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati حفظه الله

 

sumber:  https://bimbinganislam.com/siapakah-wali-nikah-ketika-orang-tua-telah-cerai/