Pertanyaan:

Benarkah mertuanya nabi Musa adalah nabi Syuaib? Trim’s, karna ada yg meragukan

 

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ada beberapa keterangan dalam al-Quran terkait nama kota Madyan dan perjalanan Musa ‘alaihis salam.

Pertama, Allah menyebutkan bahwa daerah yang didatangi Nabi Musa ketika beliau melarikan diri dari kejaran pasukan Fir’aun bernama Madyan. Allah berfirman,

وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ قَالَ عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ . وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ

“Tatkala dia (Musa) menuju negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): “Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.” Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya. (QS. al-Qashas: 22 – 23).

Kedua, Tidak ada keterangan bahwa orang tua yang menikahkan Musa dengan putrinya bernama Syuaib. Dalam al-Quran, Allah menyebutnya dengan Syaikhun Kabir (orang yang sudah tua).

Allah berfirman,

قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ

Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya. (QS. al-Qashas: 23).

Ketiga, Allah juga menyebutkan bahwa nama kota yang didakwahi Nabi Syuaib adalah kota Madyan.

Allah berfirman,

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya…” (QS. al-A’raf: 85)

Keempat, bahwa rentang masa antara kaum Nabi Luth yang dibinasakan dengan kaum Nabi Syuaib radhiyallahu ‘anhuma tidaklah jauh. Karena itu, ketika Syuaib mengingatkan kaumnya, beliau ingatkan akan adzab yang menimpa kaum Luth.

Allah berfirman,

قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آَبَاؤُنَا…. وَيَا قَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِي أَنْ يُصِيبَكُمْ مِثْلُ مَا أَصَابَ قَوْمَ نُوحٍ أَوْ قَوْمَ هُودٍ أَوْ قَوْمَ صَالِحٍ وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِنْكُمْ بِبَعِيدٍ

“Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami… Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh waktunya dari kamu. (QS. Hud: 87 – 89).

Dan kita tahu, kaum Luth hidup semasa dengan Nabi Ibrahim. Dibuktikan dengan peristiwa ketika Malaikat yang diutus menghancurkan kaum Luth, sebelum mendatangi Luth, mereka mendatangi Ibrahim ‘alaihis salam.

Berarti masa Nabi Syuaib berdekatan dengan masa Nabi Luth. Sementara Musa adalah keturunan Bani Israil, jauh dari zaman Ibrahim. Ibnu Katsir menyebutkan lebiih dari 400 tahun.

Musa jauh setelah Yusuf. Sementara Yusuf keturunan Ya’kob bin Ishaq bin Ibrahim. Kita tidak tahu, berapa generasi antara Ibrahim dengan Musa. Sehingga secara perhitungan waktu, aneh jika Musa bertemu dengan Syuaib yang zamannya berdekatan dengan Luth.

Keterangan dari Hadis
Disamping informasi dalam al-Quran, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan keterangan tambahan dalam hadis bahwa Nabi Syuaib adalah nabi dari arab, yang berbahasa arab.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan beberapa hal terkait para nabi, diantara yang beliau sampaikan kepada Abu Dzar adalah

وَأَرْبَعَةٌ مِنَ العَرَبِ هُودٌ وَصَالِح وَشُعَيب وَنَبِيُّكَ يَا أَبَا ذَرّ

Ada 4 nabi dari arab, yaitu Hud, Shaleh, Syuaib, dan nabimu ini, wahai Abu Dzar. (HR. Ibnu Hibban dan dihasankan al-Hafidz Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, 1/120).

Sementara diskusi antara Musa dengan mertuanya dilakukan tanpa penerjemah. Seperti yang Allah sebutkan di surat al-Qashas,

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ . قَالَ ذَلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ أَيَّمَا الْأَجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلَا عُدْوَانَ عَلَيَّ وَاللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ

Berkatalah dia (Orang tua madyan): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. Dia (Musa) berkata: “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan”. (QS. al-Qashas: 27 – 28)

Ayat di atas menceritakan percakapan antara Musa dengan mertuanya soal mahar pernikahan, dan mereka lakukan tanpa penerjemah. Jika mertu Musa adalah Syuaib, tentu berbeda dengan bahasa Musa. Karena Musa berasal dari Bani Israil yang bahasanya bukan bahasa arab.

Dari keterangan di atas, ada beberapa hal mendekati yang bisa kita simpulkan,

[1] Ada kesamaan nama daerah antara tempat dakwah Nabi Syuaib dengan mertuanya Musa, yaitu Madyan

[2] Mertua Nabi Musa adalah orang tua di Madyan, dan beliau bukan Nabi Syuaib. Dan pendapat ini yang dinilai kuat oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Dengan pertimbangan surat Hud: ayat 89. (Tafsir Ibnu Katsir, 6/228-229).

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits

 

sumber: https://konsultasisyariah.com/29644-siapakah-mertua-nabi-musa.html