Pertanyaan:
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
Pertanyaan dari Sahabat BiAS:
Ustadz,
Ada pihak ke-1 yang menitipkan zakat pada pihak ke-2.
Adapun kita sebagai pihak ke-3 yang menyalurkannya.
Sebelum mengenal sunnah, kami salurkan kepada para santri di lingkungan tetangga (yang masih melakukan ritual bid’ah) namun setelah mengenal sunnah, bolehkan kemudian kami salurkan kepada para santri pada pesantren sunnah (yang jauh)? Sedang pihak ke-2, hanya mengenal santri di lingkungan tetangga tersebut.
Bagaimana ahsannya, Ustadz?
Syukron wa jazakallah khoiron.
( Disampaikan: Wina, admin BiAS T-07)
Jawaban:
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.
Bebas diberikan kepada siapa saja yang penting penerima zakat tersebut adalah orang fakir atau miskin . Karena zakat fitri hanya khusus diberikan kepada fakir miskin saja.
Zakat Fitri ini tidak dibagikan melainkan kepada orang yang berhak dari kalangan orang-orang miskin. Para ulama berselisih pendapat akan golongan orang yang berhak menerima zakat fitri, sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa zakat fitri ini dibagikan kepada delapan golongan sebagaimana zakat mal pada umumnya.
Namun pendapat ini tidak dibangun di atas dalil yang kuat. Justru riwayat shahih yang telah lalu menyatakan bahwa zakat fitri diberikan khusus kepada orang-orang miskin :
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitri sebagai bentuk penyucian terhadap pelaku puasa dari kesia-siaan dan kekejian, dan sebagai bentuk memberi makan kepada orang-orang miskin”.
(HR Abu Daud : 1609, Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak : 1488 dishahihkan pula oleh Imam Al-Albani dalam Shahihul Jami’ : 3570).
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata :
وَكَانَ مِنْ هَدْيِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَخْصِيصُ الْمَسَاكِينِ بِهَذِهِ الصَّدَقَةِ ، وَلَمْ يَكُنْ يَقْسِمُهَا عَلَى الْأَصْنَافِ الثَّمَانِيَةِ قَبْضَةً قَبْضَةً ، وَلَا أَمَرَ بِذَلِكَ ، وَلَا فَعَلَهُ أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِهِ ، وَلَا مَنْ بَعْدَهُمْ ، بَلْ أَحَدُ الْقَوْلَيْنِ عِنْدَنَا : إِنَّهُ لَا يَجُوزُ إِخْرَاجُهَا إِلَّا عَلَى الْمَسَاكِينِ خَاصَّةً ، وَهَذَا الْقَوْلُ أَرْجَحُ مِنَ الْقَوْلِ بِوُجُوبِ قِسْمَتِهَا عَلَى الْأَصْنَافِ الثَّمَانِيَةِ .
“Dan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengkhususkan orang-orang miskin untuk menerima sedekah ini (zakat fitri). Dan beliau tidak membagikannya kepada delapan golongan penerima zakat jatah per jatah. Tidak pula beliau memerintahkan untuk melakukan hal tersebut.
Dan para sahabatpun tidak ada yang melakukannya, tidak pula generasi setelahnya. Bahkan salah satu pendapat di sisi kami bahwasanya tidak boleh zakat fitri dikeluarkan melainkan kepada orang-orang miskin secara khusus.
Dan pendapat inilah yang paling rajih/paling kuat jika dibandingkan dengan pendapat yang menyatakan harus dibagikan kepada delapan golongan penerima zakat”.
(Zadul Ma’ad : 2/21).
Jika diharapkan santri-santri pelaku bid’ah akan menaruh simpati kepada sunnah dengan perlakuan ini, maka lebih utama diberikan kepada mereka.
Jika tidak, maka lebih baik diberikan kepada fakir miskin dari kalangan ahlis sunnah.
Jika zakat mal, maka boleh diberikan kepada delapan golongan yang ada.
Wallahu A’lam
Wabillahit Taufiq.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Abul Aswad al Bayati حفظه الله
sumber: https://bimbinganislam.com/siapa-penerima-zakat-fitri/