الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه
Salah satu dari beberapa hak muslim atas muslim lainnya adalah mengiringi jenazah saudaranya yang meninggal, selain mengiringi, juga dimaksutkan adalah menyolati jenazah tersebut, dalam hadist Abu Huroiroh mengatakan: saya pernah mendengar Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ : رَدُّ السَّلامِ ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ ، وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ ، وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ

“Hak seorang muslim atas muslim yang lainnya ada lima: diantaranya adalah menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, menjawab undangan dan mendoakan orang yang bersin”. (H.R Bukhari no:1240).

Bahkan ada dalil yang menjelaskan secara khusus keutamaan mengiringi jenazah hingga disholatkan dan dikuburkan, sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ فَلَهُ قِيرَاطٌ ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ . قِيلَ : وَمَا الْقِيرَاطَانِ ؟ قَالَ : مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ

“Siapa yang menyaksikan jenazah (mengiringi) sampai disholatkan, maka baginya pahala satu qirat, dan barangsiapa mengiringinya sampai dikuburkan maka baginya dua qirat. Ditanyakan: seperti apa dua qirat itu? Nabi bersabda: ukurannya seperti dua gunung yang besar”. (H.R Bukhari no:1325).

Dari kutipan di atas kita menyimpulkan bahwa salah satu hak antara sesama muslim adalah kita mengiringi jenazahnya, termasuk menyolatkannya, dan di dalam amalan itu terdapat ganjaran pahala yang besar.

Namun pada kondisi sekarang, dengan meluasnya wabah pandemi korona, sampai-sampai banyak dari saudara kita wafat karena sebab virus tersebut, akan tetapi ketika meninggal dunia biasanya tidak ada kesempatan untuk ikut menyolatkan jenazah, hal itu dikarenakan adanya penyegeraan untuk dikuburkan dan untuk meminimalisir penyebaran virus, sehingga mengakibatkan sebagian dari kita tidak bisa ikut menyolatkan.

Nah kondisi yang demikian apakah menjadikan boleh bagi kita untuk melakukan sholat ghaib untuk jenazah? Disini kita akan membahasnya in sya Allah.
Hadist tentang sholat ghaib salah satunya disebutkan dalam riwayat berikut ini:

وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: إنَّ أَخَاكُمْ النَّجَاشِيَّ قَدْ مَاتَ فَقُومُوا فَصَلُّوا عَلَيْهِ، قَالَ فَقُمْنَا فَصَفَفْنَا عَلَيْهِ كَمَا يُصَفُّ عَلَى الْمَيِّتِ، وَصَلَّيْنَا عَلَيْهِ كَمَا يُصَلَّى عَلَى الْمَيِّتِ. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالنَّسَائِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ

Dari Imron bin Husoin bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berkata: “Sesungguhnya saudara kalian Najasyi (raja habasyah) telah meninggal, maka bangkitlah dan sholatkanlah dia!”. Imron berkata: maka kami pun bangkit dan membentuk shaf seperti halnya ketika bershaf untuk menyolati mayyit. Kami menyolatkan Najasyi seperti halnya sholat atas mayyit”. (H.R Ahmad, Nasai dan Tirmidzi, beliau (Tirmidzi) mensohihkannya).

Dari komentar para ulama, sholat ghaib yang dilakukan oleh Rasul sallallahu alaihi wa sallam ternyata hanya beliau lakukan ketika wafatnya raja habasyah (etiopia) bernama Najasyi, dan beliau tidak melakukan sholat ghaib kepada kaum muslimin yang lain ketika mereka wafat dikala safar mereka, atau di saat perang yang tidak dihadiri oleh Nabi sallallahu alaihi wa sallam.
Ibnul Qayyim mengatakan:

ولم يكن من هديه وسنته صلى الله عليه وسلم الصلاة على كل ميت غائب. فقد مات خلق كثير من المسلمين وهم غُيَّب، فلم يصل عليهم، وصح عنه: ( أنه صلى على النجاشي صلاته على الميت).

“Bukan merupakan petunjuk Nabi dan sunnahnya bahwa beliau sallallahu alaihi wa sallam menyolati setiap jenazah yang ghaib (tidak dihadirkan). Telah wafat banyak orang dari kaum muslimin dan mereka semua ghoib (tidak berada di hadapan langsung), dan Nabi tidak menyolatkan mereka, adapun kabar yang sahih dari beliau adalah ketika beliau menyolatkan raja Najasyi ketika wafatnya”.

Alasan kenapa Nabi menyolatkan Najasyi ketika meninggalnya adalah karena Najasyi meninggal di negri kafir dimana beliau tidak ada yang menyolatkan, sedangkan hukum menyolatkan seorang muslim adalah fardhu kifayah, oleh karena sebab itu Nabi dan para sahabatnya menyolatkan Najasyi dari madinah. Dijelaskan oleh Ibnul Qayyim masih dalam lanjutan komentar sebelumnya:

وقال شيخ الإسلام ابن تيمية: الصواب: أن الغائب إن مات ببلد لم يصل عليه فيه، صُلِّي عليه صلاة الغائب، كما صلى النبي صلى الله عليه وسلم على النجاشي؛ لأنه مات بين الكفار ولم يُصلَّ عليه، وإن صُلِّي عليه حيث مات، لم يُصلَّ عليه صلاة الغائب؛ لأن الفرض قد سقط بصلاة المسلمين عليه

“Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: pendapat yang tepat adalah bahwa jenazah yang ghaib (tidak hadir) jika memang dia meninggal di suatu negri dan belum disholatkan, barulah ia disholatkan dengan sholat ghaib, ini sebagaimana ketika Nabi menyolatkan raja Najasyi, itu karena Najasyi meninggal di tengah kaum kuffar dan ia belum disholatkan. Namun jika ia telah disholatkan di tempat ia meninggal maka tidak dilakukan sholat ghaib, karena kewajiban telah gugur dengan sholatnya kaum muslimin atas jenazah tersebut”. (Zadul Ma’ad juz:1 hal:500-501).

Ringkasnya, menurut pendapat yang dikuatkan oleh Ibnul Qayyim dan Ibnu Taimiyyah adalah bahwa jenazah seorang muslim, selagi benar dipastikan ketika dikubur memang belum disholatkan sebelumnya, maka disyariatkan bagi kita untuk menyolatkannya dengan sholat ghaib.

Namun jika jenazah tersebut yang wafat karena wabah korona telah disholatkan oleh sebagian orang, seperti pihak tenaga kesehatan atau sekelompok kecil keluarga, maka yang demikian tidak disyariatkan adanya sholat ghaib untuk yang lainnya, karena sholat untuk jenazah sudah gugur dilakukan oleh sebagian orang yang menyolatkan tadi.

Jika tetap menghendaki ingin menyolatkan jenazah, diperbolehkan tetapi dilakukan di kuburannya, yaitu dengan mendatangi kuburan mayyit dan menyolatinya di pekuburan, ini sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi sallallahu alaihi wa sallam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau berkata :

أنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ المَسْجِدَ ، أَوْ شَابّاً ، فَفَقَدَهَا ، أَوْ فَقَدَهُ رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم – ، فَسَأَلَ عَنْهَا ، أو عنه ، فقالوا : مَاتَ . قَالَ : (( أَفَلا كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي )) فَكَأنَّهُمْ صَغَّرُوا أمْرَهَا ، أَوْ أمْرهُ ، فَقَالَ : (( دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ )) فَدَلُّوهُ فَصَلَّى عَلَيْهَا ، ثُمَّ قَالَ : إنَّ هذِهِ القُبُورَ مَمْلُوءةٌ ظُلْمَةً عَلَى أهْلِهَا ، وَإنَّ اللهَ تعالى . يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاتِي عَلَيْهِمْ.

“Bahwasanya ada seorang perempuan berkulit hitam atau seorang laki-laki dulu sering menyapu masjid. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjumpainya. Maka beliau menanyakan perihal orang tersebut. Mereka menjawab : “Dia sudah meninggal dunia“. Kemudian Rasulullah bersabda : “Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?“. Seakan-akan mereka meremehkan perempuan tersebut. Kemudian beliau bersabda: “Tunjukkan kepadaku tempat kuburannya“. Maka mereka menunjukkannya, dan Rasulullahpun mensholatkannya di kuburan tersebut. Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya kuburan ini sesak dan gelap bagi para penghuninya, dan Allah menyinarinya dengan sholatku atasnya. “ ( HR. al-Bukhari 458 dan Muslim 956).

Demikian, wallahu a’lam.

Disusun oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله

 

sumber: https://bimbinganislam.com/solat-ghaib-untuk-jenazah-wabah-korona/