Pertanyaan:
Bismillah
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Ustadz, tentang makna tergadaikan jika anak belum diaqiqahi oleh orangtuanya adalah anak tidak bisa memberi syafaat kepada orangtua ketika sudah meninggal nanti.
Apabila jika anak tersebut masuk surga dan orangtuanya masuk neraka, apakah anak tidak bisa menolong orangtuanya masuk surga karena belum di aqiqahi?
Jazakallahu khairan Ustadz
(Dari Sahabat BiAS T07)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Makna ini adalah makna yang menurut sebagian ulama dikatakan sebagai makna hadits yang terbaik berkaitan dengan hadits tersebut. Berikut kami nukilkan redaksi haditsnya beserta pernyataan para ulama tentang hadits itu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ، تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ، وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelih untuknya pada hari ketujuh dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Dawud no. 2838, At-Tirmidzi no. 1522, An-Nasa’I no. 4220, Ibnu Majah no. 3165, dishahihkan oleh Ibnul Mulaqqin dalam Al-Badrul Munir: 9/333, dishahihkan pula oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’: 4123).
Makna Tergadai dengan Aqiqahnya
Adapun makna Murtahanun Bi Aqiqatihi (tergadai dengan aqiqahnya) sebagaimana pernyataan Imam Ibnul Atsir:
ومنه الحديث [الغُلام مُرتَهَن بعَقِيقَته] قيل: معناه أنَّ أباه يُحْرَم شفاعة وَلَدِه إذا لم يَعُقَّ
“Diantaranya hadits (setiap bayi lahir tergadai dengan aqiqahnya) dikatakan bahwa maknanya adalah kedua orang tuanya diharamkan dari syafaat anaknya sampai anak ini diaqiqahi.” (An-Nihayah Fi Gharibil Hadits: 3/277).
Disebutkan pula dalam salah satu riwayat:
عن سلمان بن شرحبيل حدثنا يحيى بن حمزة قال: قلت لعطاء الخرساني ما مرتهن بعقيقته قال يحرم شفاعة ولده
“Dari Salman bin Syurahbil mengatakan kepadaku Yahya bin Hamzah; aku bertanya kepada ‘Atha’ Al-Khurasani apa makna ‘Tergadai dengan aqiqahnya?’ Ia menjawab; Haram dari mendapatkan syafaat anaknya.” (HR. Al-Baihaqi di dalam As-Sunan Al-Kubra: 9/299 no. 19.266).
Pendapat ini dinyatakan pula oleh Qatadah dan Ahmad bin Hanbal. (Lihat Syarhus Sunnah: 11/268 oleh Imam Al-Baghawi).
Al-Khatabi menyatakan:
اختلف الناس في هذا، وأجودُ ما قيل فيه ما ذهب إليه أحمد بن حنبل، قال: هذا في الشفاعة. يريدُ: أنه إذا لم يعق عنه، فمات طفلا، لم يشفغ في أبويه
“Manusia berbeda pendapat tentang makna hadits ini, pendapat yang paling baik adalah apa yang dipilih oleh Imam Ahmad bin Hanbal beliau berkata hadits ini berbicara tentang syafaat. Beliau memaksudkan bahwa ketika anak tidak diaqiqahi, kemudian dia meninggal, maka ia tidak bisa memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya.” (Ma’alimus Sunnan: 4/265).
Fatwa Syaikh Masyhur Hasan Ali Salman mengenai hal ini
Untuk pertanyaan kedua kita nukilkan pertanyaan yang hampir mirip dengan redaksi sebagai berikut:
السؤال الرابع: ما هو تأثير عدم العقيقة؟ وما معنى كل مولود مرتهن بعقيقته؟
Pertanyaan keempat: Apa dampaknya jika anak tidak diaqiqahi? dan apa makna ‘Setiap bayi lahir tergadai dengan aqiqahnya’?
Syaikh Masyhur Hasan Ali Salman memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini beliau menyampaikan fatwa sebagai berikut:
“Selayaknya setiap bayi diaqiqahi dengan darah tersendiri (dengan menyembelih) dan terbersit dalam hatiku sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Setiap bayi lahir tergadai dengan aqiqahnya’.
Bahwasanya tidak boleh berserikat di dalam aqiqah (misal ada 7 orang hendak aqiqah lalu mereka patungan sapi untuk mengaqiqahi anak-anak mereka yang baru lahir-pent). Dan tidak boleh bagi sekelompok orang untuk berserikat dengan onta atau dengan sapi.
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda setiap bayi lahir tergadai dengan aqiqahnya.
Baca juga: Fiqih terkait Aqiqah
Kemudian apa makna ‘Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya’?
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh para ulama tentang makna ‘Tergadaikan dengan aqiqahnya’ maka maknanya adalah bahwa amalan si anak tidak bisa sampai kepada ayahnya. Sehingga ia tergadai sampai diaqiqahi.
Maka dari itu termasuk berbakti kepada ayah adalah apabila ia belum mengaqiqahi engkau, kebutuhan pertamamu terhadap daging di dalam rumahmu adalah dengan engkau membeli hewan sembelihan hidup kemudian engkau jadikan ia sebagai aqiqah.
Dan apabila engkau menyedekahkannya sedikit maka ini baik, simpanlah sisa daging di rumah dan makanlah supaya amal shalihmu sampai kepada ayahmu. Para ulama menyatakan amal shalih si anak tergadai, maka dari itu boleh hukumnya mengaqiqahi ayah. Engkau mengaqiqahi ayahmu itu tidak mengapa. Engkau mengaqiqahi dirimu sendiri, engkau mengaqiqahi ayahmu. Ayahmu belum mengaqiqahi engkau, maka engkau mengaqiqahi ayahmu, mengaqiqahi dirimu sendiri.
Maka dari itu tersebut dalam sebagian hadits riwayat Ibnu Syahin di dalam Al-Wihdan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi dirinya sendiri setelah masa kenabian, dan hadits ini ada juga di dalam kitab Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah.
Maka barangsiapa mengaqiqahi dirinya sendiri itu artinya ia telah mengeluarkan ayahnya dari gadaian yang mana ia tergadai di dalamnya.”
(Fatawa Syaikh Masyhur Hasan Ali Salman no. 2216)
Kesimpulan
Demikian saja apa yang bisa kami nukilkan di sini semoga kita bisa mendapatkan manfaat darinya dan silahkan diambil kesimpulan serta sikap terbaik berkenaan dengan aqiqah ini.
Wallahu a’lam
Wabillahit taufiq
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله
Referensi: https://bimbinganislam.com/makna-hadist-setiap-anak-tergadaikan-dengan-aqiqahnya/