Pertanyaan :
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Semoga Ustadz dan keluarga selalu dalam kebaikan dan lindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Saya mau tanya ustadz. Saya safar dari Jakarta ke Cilacap dan perjalanannya itu kira 10 jam. Saya berangkat dari jam 9 pagi sampai jam 8 malam. Nah sholat di kereta itu bagaimana ya?
Dan apakah boleh di qodho (saya lakukan semua sholat setelah sampai tujuan dan turun dari kereta) dan jamak?
Dan apakah boleh sholat di tempat duduk saja, karena tidak ada tempat sholat?
(Disampaikan oleh Fulan, penanya dari media sosial bimbingan islam)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du
Bersafar (berpergian ke luar kota) dari jam 9 pagi sampai jam 8 malam berada di dalam kereta, berarti anda melewati sholat zhuhur, ashar, maghrib dan isya’.
Anda tidak boleh mengqodhonya, yaitu melakukan semua sholat itu sekaligus setelah turun dari kereta. Namun sesungguhnya anda bisa sholat pada waktunya yang dibenarkan syari’at.
Sholat zhuhur dan ashar bisa dilakukan di dalam kereta dengan qoshor dan jamak. Sedangkan maghrib dan isya’ dilakukan setelah turun dari kereta dengan qoshor dan jamak juga.
Qoshor Sholat
Qoshor yaitu sholat yang 4 roka’at dilakukan 2 roka’at. Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam safar adalah selalu mengqoshor sholat di dalam safar.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، يَقُولُ: «صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ لاَ يَزِيدُ فِي السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ، وَأَبَا بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ»
Dari Ibnu Umar, dia berkata: “Aku telah menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau dahulu di dalam safar tidak pernah menambah dari dua raka’at. Aku juga telah menemani Abu Bakar, Umar, dan Utsman, mereka juga demikian”.
(HR. Bukhori, no: 1102; Muslim, no: 689)
Jamak Sholat
Jamak, yaitu menggabungkan dua sholat di dalam satu waktu. Seperti sholat zhuhur dan ashar dilakukan di satu waktu. Boleh dilakukan di waktu zhuhur, ini disebut jamak taqdim. Dan boleh dilakukan di waktu ashar, ini disebut jamak ta’khir.
Tentang bolehnya menjamak sholat di dalam safar, karena telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hadits berikut ini:
عَنْ مُعَاذٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ فَكَانَ يُصَلِّي الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا
Dari Mu’adz, dia berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam perang Tabuk, maka beliau melakukan shalat zhuhur dan ashar dengan jama’, serta maghrib dan isya’ dengan jama’”.
(HR. Muslim, no. 706; Ibnu Majah, no. 1070; dan lainnya)
Bagaimana Cara Sholat di Kereta?
Boleh sholat dengan duduk di kursi, jika tidak memungkinkan melakukan sholat dengan berdiri, dengan sebab tidak ada tempat atau sebab lainnya.
Jika memungkinkan ketika takbiratul ihram dengan berdiri dan menghadap kiblat, jika tidak memungkinkan maka boleh dengan duduk. Hendaklah menjadikan sujudnya lebih rendah daripada rukuknya.
Di dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah dinyatakan:
إذا كان في الطائرة مثلاً ولم يجد مكاناً للصلاة صلى في مكانه قائماً مستقبلاً القبلة، ويومئ بالركوع حسب قدرته، ثم يجلس على الكرسي، ثم يومئ بالسجود حسب قدرته.
“Jika seseorang berada di dalam pesawat terbang, dia tidak mendapatkan tempat untuk shalat, maka dia melaksanakan sholat di tempatnya dengan berdiri dan menghadap kiblat, dia melakukan ruku’ dengan isyarat sesuai kemampuannya, kemudian duduk di kursi, kemudian melakukan sujud dengan isyarat sesuai kemampuannya”.
(Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, Ad-Durar As-Saniyyah, 1/143, dengan penomoran program Syamilah)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Imron bin Hushain:
صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
“Shalatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk. Jika tidak mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping.”
(HR. Bukhari no. 1117)
Adapun kebolehan sholat di atas kereta, bis, atau pesawat terbang, karena diqiyaskan dengan kebolehan sholat di atas kapal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang sholat di atas kapal, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
«صَلِّ قَائِمًا إِلَّا أَنْ تَخَافَ الْغَرَقَ»
“Shalatlah dalam keadaan berdiri, kecuali kamu takut tenggelam”.
(Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu Umar, oleh imam Ad-Daruquthniy, no. 1474 dan Al-Hakim, no. 1019. Juga diriwayatkan dari Ja’far bin Abi Thalib, oleh imam Ad-Daruquthniy, no. 1473 dan Al-Bazzar, Kasyful Astar, no. 683. Hadits dihasankan oleh Al-Baihaqi dan Al-‘Iraqiy. Dan disebutkan di dalam syaikh Albaniy di dalam Sifat Sholat Nabi)
Setelah menjelaskan takhrij hadits ini Syaikh Al-Albaniy berkata:
فائدة : وحكم الصلاة في الطائرة كالصلاة في السفينة: أن يصلي قائماً إن استطاع، وإلا؛ صلى جالساً إيماءً بركوع وسجود
“Faedah: Hukum sholat di dalam pesawat terbang seperti sholat di dalam kapal. Yaitu seseorang sholat dengan berdiri jika mampu, namun jika tidak mampu, dia sholat dengan duduk, melakukan ruku’ dan sujud dengan isyarat”.
(Kitab asal Sifat Sholat Nabi, di catatan kaki, 1/102, dengan penomoran program Syamilah)
Jika mampu maka dengan menghadap kiblat, karena menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat. Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu berada palingkanlah mukamu ke arahnya.
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Alloh sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
(QS. Al-Baqarah/2: 144).
Namun jika tidak mampu menghadap kiblat, sebab kereta dari Jakarta ke Cilacap bergerak ke arah timur sehingga membelakangi arah kiblat, maka lakukan sesuai dengan kemampuan. Allah Ta’ala berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.”
(QS. Al-Baqarah/2: 286).
Adapun sholat maghrib dan isya’ lebih baik dilakukan setelah turun dari kereta, sehingga bisa melaksanakan sholat dengan sempurna. Sholat maghrib dan isya’ bisa dilakukan dengan qoshor dan jamak, seperti melakukan sholat zhuhur dan ashar.
Demikian semoga bermanfaat. Wallahu A’lam
Disusun oleh:
Ustadz Muslim Al-Atsary حفظه الله
sumber: https://bimbinganislam.com/safar-naik-kereta-bagaimana-cara-sholat-di-kereta/