Pertanyaan:
بسم الله الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Mau tanya ustadz. Adakah benar kita tidak perlu shalat tahiyatul masjid di mushalla, surau, atau langgar? Syukran
جزاك الله خيرا
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ditanyakan oleh Sahabat BiAS
Jawaban:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
بِسْـمِ الله
Alhamdulillāhi rabbil ālamīn
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi waman tabi’ahum bi ihsānin Ilā yaumil Qiyāmah. Amma ba’du
Afwan Wajazākallāh khairan katsiran atas pertanyaan dan do’a yang antum sampaikan, dan semoga Allah memudahkan kita semua untuk beribadah sesuai tuntunan Sunnah
Berkenaan dengan perlu shalat tahiyatul masjid di mushalla, surau, atau langgar, maka tidak perlu kita melakukannya
Namun sebelum kita jelaskan sisi pendalilannya, mari kita bahas dulu tentang perbedaan mushalla dan masjid. Karena banyak diantara kita yang memahami bahwa mushalla berarti masjid yang berukuran kecil, dan pemahaman ini salah.
Perbedaan mendasar antara mushalla dan masjid terletak pada status Tanah Wakaf. Bangunan diatas tanah berstatus wakaf yang didirikan untuk tempat shalat dinamakan masjid, meskipun ukurannya kecil. Sebaliknya, bangunan yang didirikan untuk tempat shalat namun belum di Wakaf kan maka dinamakan mushalla, meskipun ukurannya besar. Berarti, setiap masjid adalah mushalla dan tidak setiap mushalla adalah masjid. Tidak bergantung pada besar kecilnya ukuran seperti pemahaman masyarakat umum. Contoh mushalla yang sering kita jumpai: mushalla di airport, mushalla di terminal, mushalla di stasiun, mushalla di mall, mushalla di kantor, dan lain lain.
Adapun tentang shalat Tahiyatul Masjid di mushalla, Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang bangunan atau tempat ibadah yang disediakan di kantor untuk shalat, dengan status sewa. Apakah bisa dihukumi masjid? Beliau menjawab:
هذا ليس له حكم المسجد ، هذا مصلى بدليل أنه مملوك للغير وأن مالكه له أن يبيعه ، فهو مصلى وليس مسجدا فلا تثبت له أحكام المسجد…
”Bangunan ini tidak memiliki hukum masjid, ini tempat shalat (mushalla ), karena dimiliki orang lain (bukan wakaf), dan pemiliknya berhak menjualnya. Ini hanya mushalla dan bukan masjid, sehingga tidak memiliki hukum masjid…”
Beliau ditanya lagi,
سؤال : ولا تشرع تحية المسجد ؟
“Berarti tidak dianjurkan shalat Tahiyatul Masjid?”
Beliau jawab,
الجواب : ولا تشرع ، لكن له أن يصلي سنة عادية
“Tidak dianjurkan, namun boleh didirikan sholat sunnah seperti biasa (sunnah mutlaq)”
Fatawa Islam no. 4399.
Al-Khathiib Asy-Syirbiini rahimahullah juga menjelaskan tentang ibadah yang menjadi kekhususan Masjid, hanya boleh dilakukan di masjid, salah satunya adalah Tahiyatul Masjid.
ولا يفتقر شيء من العبادات إلى مسجد إلا التحية والاعتكاف والطواف
“Seluruh ibadah tidak harus dilakukan di masjid, kecuali shalat Tahiyyatul masjid, I’tikaf dan Thawaf” [Mughniy Al-Muhtaaj, 5/329]
Syeikh Ibn Baz rahimahullah juga menjelaskan dalam fatwanya;
السنة لمن أتى مصلى العيد لصلاة العيد، أو الاستسقاء أن يجلس ولا يصلي تحية المسجد؛ لأن ذلك لم ينقل عن النبي صلى الله عليه وسلم ولا عن أصحابه رضي الله عنهم فيما نعلم إلا إذا كانت الصلاة في المسجد فإنه يصلي تحية المسجد؛ لعموم قول النبي صلى الله عليه وسلم: “إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين” متفق على صحته.
“Dianjurkan bagi orang yang mendatangi mushalla untuk sholat ‘Ied (jika ada udzur hingga tidak bisa mengerjakan di lapangan) atau shalat Istisqaa untuk duduk (tidak disunahkan shalat Tahiyyatul Masjid). Karena hal itu tidak pernah dinukil dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum, sebatas apa yang kami ketahui. Kecuali jika sholat ‘Ied tersebut dilakukan di masjid, maka hukumnya tetap sunnah berdasarkan keumuman hadis Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:
إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين
“Jika salah seorang kalian memasuki masjid, janganlah ia duduk hingga melakukan shalat dua rakaat” Hadits yang disepakati keshahihannya
Karenanya, kita tidak perlu melakukan shalat tahiyatul masjid di mushalla, surau, atau langar jika mendatanginya, tapi lakukanlah yang lain seperti shalat sunnah wudhu, qabliyah, ba’diyah, ataupun shalat sunnah Mutlaq.
Walāhu a’lam, Wabillāhit taufiq
Dijawab dengan ringkas oleh:
? Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Sumber: https://bimbinganislam.com/perlukah-tahiyatul-masjid-di-mushalla/