Berikut ini adalah lanjutan pembatal-pembatal keislaman yang telah disebutkan oleh beberapa ulama, berdasarkan dalil-dalil yang diambil dari Al-Qur’an ataupun Sunnah

(Pembatal Keislaman Ketujuh) Sihir
Termasuk yang bisa membatalkan keislaman seseorang adalah seorang melakukan sihir, atau meminta orang untuk melakukan sihir.

Sehingga seorang yang melakukan sihir dengan berbagai macamnya, seperti : pelet, tenung, santet, teluh, guna-guna, termasuk seorang yang terancam keislaman. Mereka bisa menjadi orang yang kafir. Na’udzubillah.

Dalilnya adalah firman Allāh tabāraka wa ta’āla:

وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

“Tidaklah (harut dan marut) mau mengajarkan (sihir) kecuali mereka berdua akan berkata : “Kami adalah ujian, jangan berbuat kekafiran” [QS. Al-Baqarah 102]

Syaikh Bin Baz Rahīmahullāhu berusaha menjelaskan, kenapa seorang yang melakukan sihir bisa kafir, beliau berkata :

“Karena sihir itu merupakan lawan dari iman, taqwa, (kita memohon keselamatan dari Allāh ). Sihir itu tidak akan bisa didapatkan kecuali dengan menyembah jin, dan menjadikannya sebagai sesembahan selain Allāh , dan seorang penyihir akan berusaha mendekatkan diri kepada para jin, baik dengan sembelihan atau nadzar-nadzar tertentu” [Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darb 3/269]

(Pembatal Keislaman Kedelapan) Membantu Orang Musyrik atau Kafir untuk Memerangi Umat Islam
Namun yang perlu diperhatikan, bahwa seorang itu terancam keluar dari agama islam ketika ia membantu dan menolong orang musyrik atau kafir dalam rangka memerangi umat islam, disertai rasa cinta dan ridho dengan kekafiran mereka. Nah ini yang bisa mengancam keislaman.

Dalilnya adalah firman Allāh tabāraka wa ta’āla :

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin , maka ia termasuk golongan mereka” [QS. Al-Maidah : 51]

(Pembatal Keislaman Kesembilan) Keyakinan Bahwa Seseorang Boleh Keluar dari Syariat Nabi
Maksudnya, ia berkeyakinan bahwa seorang itu boleh keluar, tidak mengikuti dan tidak taat kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana saat Nabi Khidhir ‘alaihissalam tidak mengikuti syariat Nabi Musa ‘alaihissalam.

Dan termasuk dalam pembahasan ini adalah orang-orang yang menyakini bahwa ia sudah tidak wajib mengerjakan kewajiban-kewajiban agama. Begitu juga ia sudah terbebas dari segala keharaman, ia boleh memakan babi, anjing, berzina atau dosa-dosa yang lainnya dikarenakan telah mencapai derajat makrifat.

Jika ada seorang yang berkeyakinan seperti ini maka ia terancam keislamannya, dan bisa menjadi orang kafir atau keluar dari islam, baik dia mau ataupun tidak. Baik sadar ataupun tidak sadar.

Dan itu semua disebabkan karena Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam diutus untuk seluruh umat, baik Arab ataupun non Arab, sampai hari Kiamat

Allāh berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا

“Tidaklah kami mengutusmu (wahai Muhammad) melaiankan untuk seluruh manusia (tanpa terkecuali) sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan” [QS. Saba : 28]

Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda :

كَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً

“Para Nabi itu diutus hanya khusus untuk kaumnya saja, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia” [Shahih Al-Bukhari 335 dan Muslim 521]

Beliau juga pernah bersabda :

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi dzat yang jiwa Muhammad berada ditangan-Nya, Tidak ada satu orang pun dari kalangan Yahudi ataupun Nasrani yang mendengar tentangku, kemudian ia mati dan belum beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti akan menjadi penduduk neraka” [Shahih Muslim 153]

Syaikhul Islam Berkata :

“Merupakan suatu hal yang sudah baku dalam Agama Islam, bahwa seorang yang telah sampai kepadanya dakwah Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh mengikuti syariat selain Islam, baik syariat Isa atau Musa ‘alaihimassalam.

Jika keluar dari syariat nabi (Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam) menuju syariat rasul-rasul lainnya sudah tidak diperbolehkan, apalagi jika keluar dari islam lalu dia tidak bersyariat dengan syariat para nabi dan rasul” [Majmu’ Al-Fatawa 11/424]

Syaikhul Islam juga berkata :

“Siapa saja yang percaya atau membolehkan seorang baik dari kalangan orang-orang zuhud atau ahli ibadah dan selainnya, boleh keluar dari syariat yang didakwahkan Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam, dan (membolehkan) untuk tidak mengikutinya, maka dia telah kafir dengan kesepakatan para ulama” [ Majmu’ Al-Fatawa 11/426]

Kesimpulannya, seorang yang pecaya, beraqidah, dan membolehkan seorang untuk keluar dan tidak perlu mentaati syariat Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam maka dia terancam keislamannnya dan bisa menjadi orang yang kafir.

(Pembatal Keislaman Kesepuluh) Enggan untuk belajar dan mengamalkan agama
Enggan untuk belajar hal-hal yang diwajibkan atau dilarang oleh Allāh dan Rasul-Nya. Dan atau tidak mau mengamalkan ajaran agama, maka keislamannya dikhawatirkan, ia bisa keluar dari Agama Islam dengan sebab ini

Allāh befirman :

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ

“Adakah orang yang lebih dzalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Allāh , kemudian dia berpaling dari nya ?! Sesungguhnya, Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang berdosa” [QS. As-Sajdah 22]

Syaikh Shalih Al-Fauzan hadifzahullah ta’ala berkata :

“Berpaling dan tidak mau mempelajaran ajaran-ajaran dasar serta aqidah, serta tidak ada rasa keinginan dalam dirinya, maka ini termasuk dari pembatal keislaman” [ Durus Fii Syarhi Nawaqidh Al-Islam (195) ]

Catatan
Pembahasan kita tentang “Pembatal Keislaman” disini adalah membahas beberapa perbuatan yang mengancam keislaman seseorang bukan untuk menghukumi orang per orang. Sekali lagi, bukan untuk menghukumi orang per orang!

Hanya Allāh dan para ulama besar yang bisa memastikan seorang yang tadinya beragama Islam telah kafir atau keluar dari Agama Islam, karena Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, bersabda :

أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا، إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ، وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ

“Siapapun yang mengatakan pada saudaranya ‘wahai orang kafir’, maka salah satu dari keduanya memang telah kafir, jika benar maka saudaranyalah yang kafir, jika salah maka dialah yang telah kafir” (HR. Bukhari dan Muslim, dan ini lafadz Imam Muslim No. 60)

Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili –hafidhahullah– berkata :

عند أهل السنة والجماعة لا يلزم من فِعل الكفر أن يكون الفاعل كافرا، فقد نحكم على فعله بأنه كفر، وعلى قوله بأنه كفر، لكن لا يلزم أن يكون كافرا، فلو أن إنسانا مثلا قال: القرآن ليس كلام الله – والعياذ بالله -، نقول: هذا القول كفر، لا نكفّر القائل حتى تجتمع الشروط وتنتفي الموانع، وهذا أصل معلوم عند أهل السنة والجماعة.

“Menurut pemahaman Ahlussunnah wal jama’ah, tidak ada keharusan bagi seorang yang melakukan perbuatan kekufuran untuk menjadi kafir secara otomatis. Bisa jadi kita menghukumi perbuatannya sebagai perbuatan kekafiran, atau kita hukumi bahwa ucapannya merupakan kekufuran. Namun tidak ada keharusan bahwa orangnya juga kafir.

Kita ambil contoh, jika ada seorang yang mengatakan : ‘Al-Qur’an itu bukan kalam Allāh (kita berlindung kepada Allāh dari yang seperti ini)

Kita akan katakan : “Perkataan ini adalah perkataan kekufuran, namun kita tidak mengkafirkan pelakunya sampai berkumpul seluruh syarat dan hilangnya seluruh penghalang.” Dan pokok dasar ini sudah ma’lum (diketahui) didalam madzhab Ahlussunnah Wal Jama’ah” [ Ushul Ahli As-Sunnah Hidayah Wa Amaan (93)]

Semoga tulisan tentang Pembatal Keislaman ini bermanfat, wa akhiru da’wanā ‘anilhamdulillāhi rabbil ālamīn

Tulisan sebelumnya: https://bimbinganislam.com/pembatal-keislaman-bagian-1/

Ditulis Oleh:

Ustadz Ratno, Lc.

Referensi: https://bimbinganislam.com/pembatal-keislaman-bagian-2/