Berikut ini adalah pembatal-pembatal keislaman yang telah disebutkan oleh beberapa ulama, berdasarkan dalil-dalil yang diambil dari Al-Qur’an ataupun Sunnah.
(Pembatal Keislaman Pertama) Kesyirikan
Kesyirikan merupakan perbuatan yang bisa menyebabkan seorang keluar dari Agama Islam, bahkan pelakunya bisa menjadi penduduk neraka yang kekal didalamnya.
Kesyirikan merupakan kedzaliman yang sangat besar, sebagaimana dikatakan oleh hamba Allāh yang mulia ketika menasihati anaknya :
“Wahai anakku, jangan engkau berbuat syirik dengan Allāh , karena kesyirikan merupakan kedzaliman yang sangat besar” [QS. Luqman : 31]
Kesyirikan adalah mempersembahkan suatu ibadah kepada selain Allāh padahal ibadah tersebut hanya Allāh saja yang berhak menerimanya.
Dan kenapa syirik menjadi pembatal keislaman ?
Jawabannya karena Allāh berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesunggunya Allāh tidak akan mengampuni dosa kesyirikan (Jika ia mati sebelum bertaubat), dan mengampuni dosa selainnya bagi orang yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang telah berbuat kesyirikan maka ia telah berbuat dosa yang sangat besar.” [QS An-Nisa 48]
Pada ayat ini, Allāh menegaskan bahwa Ia tidak akan mengampuni dosa kesyirikan. Dan ini menunjukan bahwa dosa kesyirikan sangatlah besar.
Allāh mengulangi pernyataannya ini, dan mensifati orang yang berbuat syirik bahwa ia telah tersesat sangat jauh :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allāh tidak akan mengampuni dosa kesyirikan (Jika ia mati sebelum bertaubat), dan mengampuni dosa selainnya bagi orang yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang telah berbuat kesyirikan maka ia telah tersesat sangat jauh sekali” (An-Nisa 116)
Dan Allāh juga mengancam orang-orang yang berbuat kesyirikan dengan diharamkan dari surga dan tempatnya adalah neraka
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang berbuat syirik, telah Allāh haramkan surga baginya, dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tidak ada penolong bagi orang yang berbuat dhalim” (QS. Al-Maidah 72)
Ini semua menujukan bahwa orang yang berbuat syirik telah terancam keluar dari Agama Islam, karena seorang tidak akan diharamkan dari surga kecuali orang yang telah keluar dari Agama Islam, sehingga pantas bagi kita untuk menjauhi sejauh-jauhnya kesyirikan ini.
Walaupun seorang banyak melakukan shalat, banyak puasa, banyak haji dan zakat serta sedekah, akan tetapi ia berbuat syirik, Allāh tidak akan menganggap amalan-amalan tersebut, dan pahalanya akan berguguran, sebagaimana firman-Nya :
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan telah aku wahyukan kepada mu (wahai Muhammad) dan kepada orang-orang sebelummu, Jika engkau berbuat syirik, pasti amalanmu akan berguguran dan engkau akan menjadi orang yang merugi” (QS. Az-Zumar 65)
Dari pembahasan diatas maka kesyirikan merupakan perkara yang bisa menyebabkan seseorang keluar dari Agama Islam, karena kesyirikan merupakan kedzaliman yang sangat besar, karena kesyirikan adalah kedzaliman terhadap Allāh tabāraka wa ta’āla, dosa nya tidak akan Allāh ampuni kecuali dengan bertaubat sebelum mati, Allāh juga mengancam pelakukan akan masuk neraka dan haram baginya surga, serta barang siapa berbuat syirik maka seluruh amalannya akan gugur tidak berbekas, semoga Allāh menyelamatkan kita dari kesyirikan
Contoh kesyirikan :
Berdoa kepada orang-orang yang telah meninggal, atau berdoa kepada selain Allāh secara umum, misalkan mengatakan : “Ya Syaikh Abdul Qadir Jaelani, berikan saya anak”, “Wahai Nabi Muhammad berikan saya rizki yang luas”
Larung sesaji, menyembelih untuk jin atau penguasa laut, hutan dan lain sebagainya
(Pembatal Keislaman Kedua) Menjadikan Perantara Antara Dirinya dan Allāh
Misalkan mengatakan : “Wahai Syaikh Abdul Qadir Jaelani, luaskanlah rezekiku” atau
“Wahai Nabi Khidhir, anugrahkan kepada kami Ilmu Laduni” atau
“Wahai Nabi Muhammad, karuniakan kepadaku anak keturunan” dan semisalnya
Ini merupakan contoh menjadikan perantara antara dirinya dengan Allāh , dan hal tersebut terlarang, dan bisa menyebabkannya terjatuh dalam perbuatan yang membatalkan keislamannya
Dan hukum ini tetap berlaku, walaupun mereka berharap kedekatan dengan Allāh , karena memang itulah alasan yang diutarakan oleh orang-orang musyrik sejak zaman dahulu. Allāh berfirman :
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Dan orang-orang yang mengambil wali (pelindung) selain Allāh, mereka mengatakan ‘kami tidak menyembah mereka, kecuali agar ia mendekatkan kami kepada Allāh sedekat-dekatnya” (Az-Zumar : 3)
Dahulu ada seorang yang menyembah matahari dan bulan, sehingga Allāh melarang hal tersebut :
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allāh yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya” (Fussilat 37)
Begitu pula, jika yang dijadikan perantara adalah para nabi dan malaikat, oleh karena itu Allāh akan bertanya kepada Nabi Isa ‘alaihissalam :
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَاعِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ
Dan (ingatlah) ketika Allāh berfirman: “Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allāh ?” (QS. Al-Maidah : 116)
Dan disana masih ada beberapa dalil yang lainnya.
(Pembatal Keislaman Ketiga) Keyakinan Semua Agama Itu Benar
Ada beberapa orang mengatakan :
“Agama yang benar itu bukan hanya Islam”,
“Sesaji itu bukan kesyirikan, akan tetapi proses negosiasi dengan para penguasa dari jin, dari pada ada korban nyawa manusia, lebih baik kita mengorbankan satu kambing atau satu sapi untuk mereka”,
“Orang-orang yang beragama selain Islam, nanti mereka juga akan masuk surga”, dan berbagai ucapan yang lainnya
Semua ucapan tersebut mengandung satu keyakinan, yaitu semua agama dan keyakinan itu sama, semua agama dan kepercayaan itu benar.
Orang yang seperti ini, dikatakan oleh para ulama, telah melakukan perbuatan yang mengeluarkan dirinya dari Agama Islam. Karena ia telah menyelisihi pernyataan Allāh :
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Agama yang benar menurut Allāh adalah Islam saja” (QS. Ali Imran 19)
Begitu juga firman Allāh :
وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Dan telah Aku (Allāh ) ridhai Islam sebagai agama yang kalian anut”
Termasuk dalam pembahasan pembatal keislaman yang ketiga ini, orang-orang yang ragu bahwa orang-orang musyrik itu telah kafir.
Dan hal tersebut karena ia belum membenarkan, atau bahkan mendustakan firman Allāh :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ
“Orang yang mengatakan Allāh itu satu dari tiga (trinitas), maka ia telah kafir” (QS. Al-Maidah 73)
Jika seorang yang mengatakan bahwa Allāh itu salah satu dari tiga saja telah kafir, apalagi jika ada orang yang mengatakan Allāh adalah salah satu dari banyak sesembahan, tentu tidak diragukan lagi kekafirannya.
Dan seorang yang tidak mau mengatakan bahwa orang kafir, orang musyrik itu telah kafir maka ia menyelisihi keputusan Allāh subhanahu wata’ala, dan ia terancam keluar dari Agama Islam karena telah menolak Al-Qur’an.
(Pembatal Keislaman Keempat) Meyakini Hukum Manusia Lebih Baik Dari Pada Hukum Allāh dan Nabi
Hal tersebut dikarenakan orang yang menyangka bahwa ada hukum yang lebih baik dari pada hukum Nabi, telah menyangkal sabda Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam:
وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ
“Sebaik-baik petunjuk, jalan, hukum, adalah yang dituntunkan oleh Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam” (HR. Muslim 867)
Syaikh Bin Baz rahimahullah menjelaskan bahwa seorang telah melakukan kekafiran dengan keyakinan seperti ini, ketika ia menyangka bahwa hukum buatan manusia itu lebih baik, atau sama baiknya dengan Hukum Islam, serta menganggap berhukum dengan hukum tersebut dibolehkan.
Adapun seorang yang masih beranggapan bahwa berhukum dengan hukum manusia tidak diperbolehkan, atau menganggap bahwa Hukum Islam tetap lebih baik, tapi karena suap, atau karena paksaan penguasa ia menggunakan hukum manusia, maka ia tidak kafir. [Majmu’ Fatawa (28/269)]
(Pembatal Keislaman Kelima) Membenci Syariat Walaupun Ia Mengamalkan Syariat Tersebut
Misalkan seorang yang berjenggot mengatakan : “Aku sebenarnya benci syariat jenggot ini, akan tetapi saya malu jika tidak berjenggot, karena masyarakat disini berjenggot semua”, nah perkataan semisal ini sangat berbahaya.
Membenci syariat bisa mengancam keislaman seseorang, hal tersebut karena Allāh berfirman :
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Hal tersebut disebabkan karena mereka benci terhadap syariat yang Allāh turunkan, maka gugurlah seluruh amalannya” (QS. Muhammad 9)
Sehingga seorang yang membenci salah satu bagian yang Allāh dan Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam tetapkan maka ia telah melakukan perbuatan yang menyebabkannya menjadi kafir walaupun ia mau melakukan syariat tersebut, bahkan walaupun ia mencintai seluruh syariat yang lainnya.
Namun perlu dibedakan, antara benci dengan syariat dan benci karena sifat bawaan manusia (tabiat dasar). Karena Allāh ketika mensyariatkan jihad, memfirmankan : “Diwajibkan atas kalian berperang walaupun kalian membencinya, dan boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal itu baik bagi kalian, dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu padahal itu buruk bagi kalian, Allāh Maha Tahu dan kalian tidak tahu”
Pada ayat ini, Allāh memberikan pernyataan bahwa jihad itu dibenci oleh tabiat (sifat dasar) manusia. Dan benci ini (karena tabiat manusia), tidak termasuk dalam benci yang mengeluarkan seorang dari Agama Islam.
(Pembatal Keislaman Keenam) Menjadikan Sebagian Agama Sebagai Bahan Hinaan, Candaan dan Tertawaan
Masuk dalam pembahasan ini adalah merendahkan Allāh, Rasul-Nya, kitab, pahala, hukuman, dan lain sebagainya yang masih ada kaitannya dengan Agama.
Sehingga tidak sepantasnya Agama dijadikan bahan tertawaan, candaan dan hinaan, karena seorang yang melakukan bisa terancam keislamannya
Allah berfirman :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allāh , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”, Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. ” (QS. At-Taubah 65-66)
Tentang sebab turunnya ayat ini, diceritakan oleh Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya. Dahulu ada seorang munafik yang mencela Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya, mereka mengatakan :
“Aku tidak pernah melihat seorang yang paling besar perutnya, paling dusta lisannya serta paling pengecut saat bertemu musuh dari pada mereka itu (Maksud mereka adalah Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat)”.
Ketika salah seorang sahabat mendengar perkataan tersebut, ia segera mengabarkannya kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, dan orang tadi juga bersegera untuk mendatangi Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, namun saat itu beliau telah berangkat dengan menaiki unta, dan wahyu telah turun.
orang tersebut berusaha untuk mengejar, ketika telah sampai kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, ia berkata :
“Wahai Rasūlullāh, kami tadi hanya sekedar bersanda gurau saja”
sambil ia bergelantungan pada tali pelana Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, hingga kaki orang tersebut tersandung-sandung batu.
Namun Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam hanya membaca firman Allāh ,
أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“ ‘Apakah dengan Allāh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’, Tidak usah minta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman” [Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir terhadap ayat 65 – 66 Surat At-Taubah]
Dari sini kita tahu, bahwa menjadikan Agama sebagai bahan ejekan, candaan, tertawaan, merupakan yang bisa membatalkan keislaman seseorang. Jika menjadikan Agama sebagai bahan tertawaan termasuk pembatal keislaman, maka mencela Agama lebih-lebih lagi.
Ditulis Oleh:
Ustadz Ratno, Lc.
Referensi: https://bimbinganislam.com/pembatal-keislaman-bagian-1/