Penjelasan Ringkas Tentang Kaedah “Menutup Jalan Menuju Dosa” – سَدُ الذَّرِيْعَةِ

Saddu dzari’ah berarti menutup jalan yang menuju kepada kerusakan, maksudnya dalam istilah fuqaha adalah melarang sebuah perbuatan yang pada asalnya boleh dalam syari’at, dikarenakan perbuatan tersebut menjadi wasilah (atau jalan) menuju kerusakan dalam suatu kondisi.
Contoh dari kaedah ini adalah seperti firman Allah ta’ala:

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ

“Dan janganlah kamu mencela sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”
(QS. Al – an’am : 108).

Pada asalnya sah-sah saja kita mencela tuhan/berhala/patung yang yang disembah selain Allah, karena hal tersebut merupakan sebuah kebatilan, namun dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala disebabkan hal tersebut akan menimbulkan kemungkaran yang besar yaitu adanya celaan kepada Allah.
Sehingga perbuatan yang awalnya boleh saja dilakukan menjadi terlarang, karena bisa menimbulkan kerusakan/kemungkaran.

Saddu Dzari’ah Dalam Jual Beli
Berangkat dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwasanya tidak boleh bagi seorang muslim untuk menjual sebuah barang yang akan digunakan untuk sebuah kemaksiatan, seperti : menjual anggur kepada seseorang yang kita ketahui adalah pedagang khamr, atau menjual pisau yang kita ketahui akan membunuh seseorang, menjual parfum kepada seorang wanita yang kemungkinan besar akan memakainya di depan non mahram, dan sebagainya.

Diantara dalil – dalil yang melarang segala bentuk transaksi yang mengantarkan kepada kemungkaran adalah:

1. Firman Allah ﷻ:

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan Tolong menolonglah kalian dalam ketaqwaan dan ketaqwaan dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat pedih hukuman-Nya.
(QS. Al – Maidah : 2).

Ayat ini menjelaskan larangan tolong menolong dalam kemaksiatan dan kemungkaran, termasuk didalamnya transaksi jual beli yang menghantarkan kepada kemungkaran.

2. Sabda rasulullah ﷺ:

لَعَنَ اللَّهُ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَكَاتِبَهُ

“Allah melaknat orang yang penerima riba, pemberi riba, dua orang saksi, dan yang menulisnya”
(HR. Ahmad : 3618).

Pada hadits diatas, Allah tidak hanya melaknat orang yang bertransaksi riba, namun juga melaknat saksi dan penulisnya. Hal ini menunjukkan setiap orang yang ikut dalam proses kemungkaran walaupun bukan dia yang melakukan kemungkaran secara langsung, tetap dikenakan terkena dosa.

3. Perkataan Imam Bukhari dalam kitab shahihnya:

باب بيع السلاح في الفتنة وغيرها. وكره عمران بن حصين بيعه في الفتنة

“Bab menjual senjata di zaman fitnah (Terjadinya peperangan antara kaum muslimin). ‘Imran bin Hushain membenci jual beli senjata ketika terjadi fitnah.
(Shahih Bukhari : 3/63).

Abul ‘Abbas Al-qasthalany dalam ketika mensyarah perkataan Bukhari di atas:

…..لأنه من باب التعاون على الإثم والعدوان، وذلك مكروه منهي عنه

“Karena hal tersebut masuk ke dalam bab tolong menolong dalam dosa dan permusuhan, dan itu makruh (Haram) terlarang”.
(Irsyadus sari: 4/38).

Ibnu Bathal Al – Maliky berkata:

إنما كره بيع السلاح من المسلمين فى الفتنة؛ لأنه من باب التعاون على الإثم والعدوان، وذلك مكروه منهى عنه، ومن هذا الباب منع مالك بيع العنب ممن يعصره خمرًا، وذهب إلى فسخ البيع فيه، وكره الشافعى، وأجازه إذا وقع؛ لأنه باع حلالا بحلال

“Dilarangnya jual beli senjata di zaman fitnah karena masuk dalam bab tolong menolong dalam dosa dan permusuhan, dan hal tersebut terlarang, karena hal inilah Malik melarang jual beli anggur kepada produsen khamr, dan beliau berpendapat jual beli tersebut tidak sah, sedangkan Syafi’i melarang jual beli ini namun jika terjadi, maka jual belinya sah karena dia jual beli barang yang halal (pada asalnya).”
(Syarh Shohih Bukhari : 6 / 231).

Kesimpulan
Pada asalnya jual beli barang yang halal dibolehkan dalam syari’at, namun ketika barang yang dijual kemungkinan besar akan digunakan untuk kemaksiatan maka hukumnya berubah menjadi terlarang (haram).

Ibnu Hajr Al haitamy pernah ditanya tentang hukum menjual minyak wangi kepada seorang kafir yang kita tahu akan digunakan untuk berhala mereka, atau menjual hewan kepada seorang kafir harby yang “kita tahu” dia akan memakannya tanpa disembelih, beliau menjawab:

يحرم البيع في الصورتين، كما شمله قولهم: كل ما يعلم البائع أن المشتري يعصي به يحرم عليه بيعه له. وتطييب الصنم وقتل الحيوان المأكول بغير ذبح معصيتان عظيمتان ولو بالنسبة إليهم لأن الأصح أن الكفار مخاطبون بفروع الشريعة كالمسلمين فلا تجوز الإعانة عليهما ببيع ما يكون سببا لفعلهماK وكالعلم هنا غلبة الظن

“dua bentuk jual beli di atas haram, sebagaimana dikatakan para ulama: setiap kali penjual mengetahui bahwa pembeli akan bermaksiat dengan benda yang akan dia beli, maka haram untuk menjual benda kepada orang tersebut.
Dan memberikan berhala minyak wangi dan membunuh hewan yang akan dimakan tanpa disemblih merupakan 2 kemaksiatan yang besar, walaupun pelakunya adalah orang kafir, karena orang-orang kafir juga diwajibkan dengan furu’ syariat sebagaimana kaum muslimin, berdasarkan pendapat yang kuat, sehingga tidak boleh menolongnya dalam transaksi yang menjadi sebab kemungkaran.
Hal ini jika kita mengetahui perbuatan tersebut atau ada kemungkinan besar mereka melakukannya.”
(Fatawa Fiqhiyyah Kubra: 2/ 270).

 

Ditulis oleh:
? Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله