Pertanyaan dari Bpk. Cecep di Cirebon
Dijawab oleh : ? Ustadz DR. Erwandi Tarmizi, MA
Source : ETA [Erwandi Tarmizi & Associates]
Pertanyaan
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Baarakallahu Fiik yaa Ustadz…
Bertanya tentang muamalah atau kerjasama antara pemodal dan petani dalam hal komoditi yang ditanamnya ( Jagung dan Sawah ladang).
- Bagaimana tatacara untuk proses kerjasama agar mendapatkan keuntungan yang halal?
- Bagaimana tentang pembayaran zakat yang harus dikeluarkan?
Mohon penjelasannya, Ustadz.
جزاك الله خيرا…
Jawaban
وعليكم السلام ورحمة اللّه و بركاته
الله يبارك…
Thayib…..
Jazaakallah Khayran kepada Saudara Cecep yang menanyakan, tapi belum dijelaskan oleh beliau, apakah modal yang dimaksud (adalah, pent) (i) dalam bentuk tanah atau (ii) modal yang dimaksud (adalah, pent) uang yang diberikan kepada seorang petani, yang demikian petani memiliki tanah.
Kalau yang dimaksud adalah yang kedua (petani memiliki tanah kemudian dia yang mengerjakan) pihak yang kedua memberikan uang untuk (baik) biaya bibit dan segala macamnya, nanti bagaimana kerjasamanya dan bagaimana cara memberikan zakatnya.
Kalau yang pertama (petani memiliki sawah atau lahan) pengelola (memiliki bibit) kemudian biaya pengolahan dan seluruhnya ini juga akan berbeda.
Yang pertama ini dinamakan dengan Muzara’ah, ini mungkin yang dimaksud Pak Cecep di Cirebon bahwa yang kedua ini, yaitu (dia) hanya memberikan uang saja.
(Catatan,-pent: Bila dia hanya sekedar memberikan uang, sebagian para ulama tidak membolehkan mudharabah untuk akad tanam menanam. Semua mereka sepakat bahwa objek dari akad mudharabah haruslah jual beli barang).
Kalau untuk tanam menanam sudah ada Muzara’ah, Musaqah, Mukhabarah, dan lain-lain, tapi sebagian para ulama lebih luas memandang dalam hal ini dan merupakan mahzab hanabilah, apapun bentuknya selagi ada modal dari salah satu pihak, kemudian ada kerja dari pihak yang lain (maka, pent) ini bisa masuk dari bagian Musyarakah.
Musyarakah dalam bentuk (adalah, pent) bisa, walaupun namanya tidak Mudharabah lagi tapi bisa namanya berbentuk Musyarakah.
Si fulan ikut bersyarikat dalam usaha ini dalam bentuk uang yang diberikan, si fulan ikut bersyarikat dalam usaha ini dalam bentuk kerja dan mengelola dan tanah yang dia miliki. Kerja, mengelola dan tanah yang dia miliki walaupun tidak dinamakan dengan Mudharabah menurut pendapat para ulama, karena Mudharabah dikhususkan untuk akad yang objeknya adalah transaksi jual beli sebagai barang dagangan.
Wallāhu a’lam
Ini sebuah akad yang dibolehkan.
Lalu bagaimana bentuknya?
Apa saja ketentuan-ketentuan?
(jawabnya, pent) sangat banyak ketentuan-ketentuannya
(i) Tidak ada unsur gharar disana,
(ii) Tidak ada unsur riba,
(iii) Jelas berapa keuntungan masing-masing dan jelas berapa modal masing-masing, berarti kalau pengelola ada tanah, modalnya tanah, yang uang memberikan uang modalnya dengan uang, yang tanah ditambah dengan pekerjaan modalnya selain kerja ditambah tanah.
? Tentu bagi hasil boleh lebih besar bila aset ini besar dibandingkan dari uang yang diberikan.
? Kemudian kerugian ditanggung berdasarkan besarnya nisbah (persentasi) dari nilai aset masing-masing.
Tenaga yang dikeluarkan oleh pengelola mungkin belum jelas (maka, pent) ini bisa ditentukan nanti belakang.
(Akad, pent) ini In syā Allāh tidak bermasalah karena dengan jelasnya awal modal.
(Jika, pent) ingin dijelaskan kerugian, (maka, pent) kerugian harus berdasarkan persen dari besarnya aset masing- masing,
Tetapi keuntungan bisa disepakati sesuai dengan kesepakatan.
(Pertanyaan ke dua, pent)
Mengenai zakat, menurut pendapat yang terkuat diantara pendapat para ulama, zakat yang hanya dikeluarkan bersama yaitu untuk hewan yang digabungkan (dikumpulkan) satu tempatnya.
Adapun bentuk Musyarakah yang lain seperti Mudharabah, (maka, pent) zakat (dikeluarkan, pent) berdasarkan haq masing-masing.
Tadi kan dari awal (akadnya, pent) Musyarakah tadi jelas berapa aset masing-masing (maka, pent) dengan demikian dia digabungkan dengan aset yang lain.
Kenapa para ulama tidak mengatakan, dikeluarkan zakatnya semua yaa?
- Kalau mereka setuju (maka, pent) tidak masalah,
- Tapi hukum asalnya TIDAK (tidakboleh, pent), karena bila si fulan memiliki aset dari usaha Musyarakah tadi sebanyak 1/3 (bagian, pent),
- kalau dia tidak memiliki harta yang lain (ini belum sampai nisab nya harta dia), (maka, pent) tidak ada kewajiban zakat,
- tapi kalau dia ini belum sampai nisab 1/3 dari asetnya Musyarakah tadi, tapi dia memiliki uang dan memiliki harta perniagaan yang sudah digabungkan sampai nisab, (maka, pent) kewajiban dia mengeluarkan zakat.
Berbeda dengan hewan tadi, hewan tidak bisa digabung dengan uang untuk mengenapkan nisab. Tidak bisa digabung dengan uang harta perniagaan, kalau untuk Musyarakah ini bisa digabung dengan uang dan harta perniagaan.
Maka dalam membayarkan zakatnya -Wallāhu a’lam-,
- Kalau umpamanya mereka bersepakat semuanya untuk dikeluarkan sebelum dibagi (maka, pent) tidak masalah, walaupun andai belum wajib bagi sebagian karena belum memenuhi nisab.
- Andai umpamanya mereka tidak mau dan mengatakan bahwa ini hukum asalnya zakat masing-masing kita yang membayar, maka ini hukum asalnya tidak ada paksaan bagi pihak perusahaan untuk memaksanya, kecuali ada peraturan dari pemerintah, seperti disebagian negara, departemen keuangan mereka menarik zakat dari sebuah perusahaan yang wajib dilaporkan oleh perusahaan tersebut (jumalh, pent) modal dan keuntungannya, kemudian sekian persen dari zakat tersebut, Anda (diwajibkan, pent) zakat 2.5%, (dan, pent) sekian persen nya harus diserahkan kepada departemen keuangan untuk melanjutkan izin usaha pada tahun kedepan nya, dan sekian persen lagi bisa digunakan oleh perusahaan tersebut untuk sebagai mereka mengelolanya diberikan kepada asnaf yang delapan, (maka hukumnya, pent) ini dibolehkan..
والله تبارك وتعالى أعلم
Ditranskip oleh : Team Transkip BiAS & ETA
Referensi: https://bimbinganislam.com/kerjasama-pertanian-zakatnya/