Pertanyaan 

بسم اللّه الرحمن الر حيم

السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Ustadz mau bertanya, Jika suami dan istri bercerai. Apakah dalam syariat ada ketentuan yang mengatur masalah anak-anak ikut siapa ?

Mohon pencerahan nya ustadz

(Fulanah Anggota Bimbingan Islam T05 G-XX)

Jawaban 

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

1. Ketika suami istri cerai maka hak pengasuhan anak itu lebih dominan diberikan kepada ibunya, terutama ketika si anak masih belum berusia tamyiz. Karena pada usia tersebut anak membutuhkan kasih sayang dan perhatian penuh dan ini tidak mampu dilakukan kecuali oleh wanita.

Namun ketika si wanita ini telah menikah maka hak pengasuhan anak lebih dominan kepada ayahnya, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seorang wanita yang bertanya hak asuh anak kepada beliau :

أَنْتِ أَحَقُّ بِهِ مَا لَمْ تَنْكِحِي

“Kamu lebih berhak terhadap anak tersebut selama engkau belum menikah lagi.”

(HR Ahmad : 6707, Abu Dawud : 2276, dihasankan oleh Imam Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Ash-Shahihah : 1/710).

Hikmahnya adalah ketika si istri menikah lagi maka ia akan disibukkan untuk mengurusi suami barunya dan dikhawatirkan si anak akan terlantar. Maka pada kondisi seperti ini hak asuh aak lebih dominan ke ayahnya.

2. Tapi nafkah anak tersebut menjadi kewajiban ayahnya, dan jika ibu dari anak tersebut menuntut biaya menyusui maka si suami harus membayar jasa menyusui tersebut.

Nafkah ini mencakup semua biaya hidup, tempat tinggal, pakaian, makanan, minuman pendidikan dl sesuai kemampuan si ayah, Allah ta’ala berfirman :

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (QS Ath-Thalaq : 7).

3. Hak asuh anak ini menjadi jatuh, jika si anak ditelantarkan baik fisik maupun agamanya.

Maknanya jika ia ikut ibunya namun ternyata si anak terlantar, dan pendidikan agamanya menjadi tidak karuan, maka hak asuh anak lebih dominan ke ayah.

Jika seandainya ia ikut ayahnya, namun ternyata anak tersebut terlantar dirinya terlantar agamanya, maka hak asuh anak lebih dominan kepada ibunya. Imam Ibnu Qudamah berkata :

والحضانة إنما تثبت لحظ الولد فلا تشرع على وجه يكون فيه هلاكه وهلاك دينه

“Hak asuh anak itu menjadi sah dalam rangka menjaga anak, ia tidak disyariatkan jika menjadi sebab ia celaka diri dan agamanya.” (Al-Mughni : 8/190).

Wallahu a’lam

Konsultasi Bimbingan Islam

Abul Aswad Al Bayaty

Referensi: https://bimbinganislam.com/tentang-hak-asuh-anak-setelah-perceraian/