Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga ustadz dan keluarga selalu dalam lindungan Allah subhanahu wata’ala.

Begini ustadz, ibu saya tinggal di seberang pulau dan ingin melakukan safar dengan rombongan temannya tanpa ayah (atau mahram) ke tempat saya tinggal, tapi sudah mendapat izin oleh ayah.
Ayah saya tidak bisa membersamai karena suatu dan lain hal. Sedangkan di provinsi tempat saya tinggal, ada kakak laki-laki saya.
Jadi bagaimana hukum safar ibu saya ketika di jalan tidak bersama mahram, sedangkan ketika sampai di daerah saya ada mahram (untuk tinggal beberapa waktu)?

Tanya Jawab Mahad BIAS 1441 H
(Disampaikan Oleh Fulanah – Santri Mahad BIAS 1441 H)

Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du
Ayyuhal Ikhwan wal Akhwat Baarakallah Fiikum Jami’an

Kalau keluar kota atau daerah dan menurut penduduk daerah setempat sudah dinamakan safar (sesuai urf /adat), Maka dia tidak boleh safar kecuali Bersama Mahrom laki-laki dan bukan perempuan.

Juga perlu dilihat untuk permasalahan ini, dilihat alasan ayah tidak bisa menemani Ibu untuk safar, apakah itu suatu kewajiban (ditimbang mana yang lebih wajib, dengan melihat maslahat dan mudharat) ataukah tidak?
Kalau misalkan wajib dan tetap tidak bisa meninggalkan hal tersebut (alasan ayah) karena konsekuensi yang dipikul berat, pindah ke pertanyaan berikutnya, apakah ‘suatu hal ini’ bisa diwakilkan?
Kalau bisa diwakilkan, maka ayah harus menemani Ibu (kalau tidak ada mahrom lain lagi). Atau cari mahrom selain ayah kalau ada (bisa saudara Ibu, paman, dan sebagainya).
Kemudian jika alasan untuk tidak menemani ibu bukan sebuah kewajiban atau bersifat anjuran/keutamaan saja, maka sesuatu yang wajib harus didahulukan daripada sebuah keutamaan.

Ingatlah semua perintah agama itu mengandung kebaikan dan maslahat yang agung dan begitupun larangan mengandung bahaya mudharat yang besar (hanya saja kita belum tahu).
Larangan safar tanpa mahrom bagi wanita ini bersifat umum.
Sebuah hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ ، وَلاَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ » . فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِى جَيْشِ كَذَا وَكَذَا ، وَامْرَأَتِى تُرِيدُ الْحَجَّ . فَقَالَ اخْرُجْ مَعَهَا

“Tidak boleh seorang wanita bersafar kecuali bersama mahramnya. Tidak boleh berkhalwat (berdua-duaan) dengan wanita kecuali bersama mahramnya.”
Kemudian ada seseorang yang berkata, “Wahai Rasulullah, aku ingin keluar mengikuti peperangan ini dan itu. Namun istriku ingin berhaji.”
Beliau bersabda, “Lebih baik engkau berhaji bersama istrimu.”
(Hadits shahih. HR. Bukhari no. 1862)

Kalau tidak ada mahram sama sekali misalkan, Maka ajak seorang wanita Bersama Mahrom nya sekaligus (laki-laki) untuk safar Bersama dan aman dari fitnah dan gangguan (misalkan teman-teman Ibu tadi).
Dengan catatan Ini kalau darurat dan penting sehingga mengharuskan untuk safar ke luar kota, Provinsi, atau lainnya.

Syaikh Ibnu Jibrin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum wanita yang terpaksa safar sendirian karena kesulitan mencari mahram, akan tetapi ia safar menggunakan pesawat.
Maka beliau membolehkan dengan syarat ia diantar oleh mahramnya sampai ke bandara dan tidak meninggalkannya sampai ia benar-benar naik ke pesawat, dan setibanya di tempat tujuan, si wanita harus dijemput oleh mahramnya.
Ini barangkali merupakan jalan tengah bagi yang terpaksa harus safar tanpa mahram.

 

 

Wallahu Ta’ala A’lam.

Disusun oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله

 

sumber:  https://bimbinganislam.com/istri-safar-tanpa-suami-namun-sudah-diijinkan/