Hukum Islam Bagi Siapa Saja Yang Menghalalkan Zina

Dalam Khazanah keilmuan Umat manusia, Hukum Islam adalah hukum yang paling adil dan komprehensif, mencakup segala sisi sendi kehidupan. Hal ini tak ragu lagi bagi mereka yang memandang dengan kacamata “keadilan”. Syariatnya (ajaran agama) sesuai fitrah manusia karena diturunkan langsung dari Maha Pencipta.

Namun sayang sekali, di negeri dengan penduduk muslim terbanyak ini masih ada saja yang mencoba mengaburkan, pura-pura tidak tahu, atau bahkan enggan mau tahu dengan apa itu zina.

Bagaimana hukum perbuatan ini dalam syariat Islam dan apa konsekuensi bagi orang yang menghalalkannya (menghalalkan zina)?

Hukum Zina
Zina tetaplah zina walaupun berganti nama, saling suka sama suka antara kedua belah pihak, namun intinya adalah hakikat sebenarnya, yaitu segala perbuatan seorang lelaki yang menggauli wanita di luar pernikahan yang sah atau perbudakan.
(Lihat Bidayatul Mujtahid Ibnu Rusyd 2/324).

Perbuatan zina diharamkan dalam syari’at islam, termasuk dosa besar, dan hukumnya sudah final (tidak akan berubah menjadi halal) menurut Ijma’ (kesepakatan Ulama) berdasarkan dalil-dalil berikut ini:

1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”.
(QS. al-Isrâ/17:32)

2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”.
(QS. al-Furqân/25: 68-69)

3. Dalam hadits, Nabi juga mengharamkan zina
seperti yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu ‘anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ ؟، قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ للِّهِ نِداً وَهُوَ خَلَقَكَ ، قُلْتُ:ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ: أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ ، قُلْتُ:ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ: أَنْ تُزَانِيَ حَلِيْلَةَ جَارِكَ

“Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Dosa apakah yang paling besar ?
Beliau menjawab : Engkau menjadikan tandingan atau sekutu bagi Allah , padahal Allah Azza wa Jalla telah menciptakanmu.
Aku bertanya lagi : “Kemudian apa?” Beliau menjawab: Membunuh anakmu karena takut dia akan makan bersamamu.”
Aku bertanya lagi : Kemudian apa ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab lagi: Kamu berzina dengan istri tetanggamu”.
(HR. Bukhari no. 6811 Muslim no. 86).

Sejak dahulu hingga sekarang, kaum muslimin sepakat bahwa perbuatan zina itu haram. Oleh karena itu, para ulama kaum muslimin juga telah ijma’ (sepakat) tentang haramnya zina, tidak ada perselisihan di kalangan mereka sedikitpun.

Imam Ibnul Mundzir rahimahullah berkata menukil ijma’ mereka: “Para ulama bersepakat tentang haramnya zina”.
(Al-Ijma’ hal. 160).

Hukuman Bagi Mereka Yang Menghalalkan Zina
Beda Kasusnya (masalah hukum) antara Pezina (pelaku yang jatuh dalam dosa zina dan masih meyakini kaharamannya) dan orang yang menghalalkan hukum zina (Yakin). Pembahasan kita kali ini terkosentrasi pada masalah yang kedua.

Karena masalah haramnya zina sudah jelas dan final bahkan termasuk sesuatu yang maklum minad din bi dharurah (perkara yang pasti dan jelas hukumnya dalam agama), maka siapapun yang menghalalkan zina maka kafir dan murtad dari Islam (hukum secara umum) dan harus ditegakkan hukuman kepadanya.
Penegakkan hukum harus dari pihak yang berwenang atau yang ditunjuk resmi oleh waliyyul amr (pemerintah) agar dia jera dan orang-orang semisalnya, karena hal itu berarti melawan dan menentang hukum Allah Ta’ala dan menimbulkan kerusakan pada agama dan dunia.
Ini jauh lebih berat hukumnya daripada pezina, karena orang yang berzina biasanya mengakui bahwa zina itu dosa tetapi dia terkalahkan oleh hawa nafsunya sehingga mudah bertaubat, tetapi orang yang menghalalkan zina berarti dia telah menantang Allah Ta’ala secara terang-terangan dan kurang ajar kepada-Nya.

Para ulama telah menegaskan tentang kafirnya orang yang menghalalkan zina. Berikut sebagian nukilannya:

يقول القاضي عياض : وكذلك أجمع المسلمون على تكفير كل من استحل القتل، أو شرب الخمر، أو الزنا مما حرم الله، بعد علمه بتحريمه.

Imam Al Qodhi Iyadh rahimahullah berkata:
“Kaum muslimin sepakat mengkafirkan setiap orang yang menghalalkan pembunuhan, minum khomr, zina setelah dia mengetahui keharamannya”.
(Asy Syifa bi Ta’rifi Huquqil Musthafa, 2/1073)

قال ابن قدامة : ومن اعتقد حلّ شيء أُجمع على تحريمه، وظهر حكمه بين المسلمين، وزالت الشبهة فيه للنصوص الواردة كلحم الخنزير، والزنا وأشباه هذا مما لا خلاف فيه كفر

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan:
“Barangsiapa yang meyakini halalnya sesuatu yang telah disepakati keharamannya dan jelas hukumnya diantara kaum muslimin dan hilang syubhat di dalamnya seperti daging babi, zina dan sejenisnya yang tidak ada perselisihan maka dia telah kafir”.
(Al Mughni 8/131)

يقول ابن تيمية : والإنسان متى حلل الحرام – المجمع عليه – أو حرم الحلال – المجمع عليه – أو بدّل الشرع – المجمع عليه – كان كافراً مرتداً باتفاق الفقهاء

SyaikhuI Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
“Manusia itu kapan saja dia menghalalkan hal yang disepakati keharamannya atau mengharamkan sesuatu yang disepakati kehalalannya atau mengganti syariat yang disepakati maka dia kafir dan murtad dengan kesepakatan ahli fiqih.”
(Majmu Fatawa 3/267).

Poin Penting!!!
Penting bagi kita untuk saling mengingatkan, “Jangan gegabah memvonis kafir dan murtad.

Pengkafiran atau mengeluarkan seseorang dari keislamnnya (murtad) bukanlah masalah yang mudah, melainkan masalah yang sangat berat risikonya dan amat berbahaya.
Pengkafiran juga berdampak pada hukum-hukum yang sangat banyak baik masalah akhirat maupun dunia, seperti ancaman pedih baginya berupa laknat, murka, terhapusnya amal, tidak diampuni, kekal di Neraka. Demikian juga hukum-hukum dunia seperti cerai dengan istri, dihukum bunuh, tidak ada hak waris, haram dishalati, tidak boleh dikubur di pekuburan kaum muslimin, dan hukum-hukum lainnya yang dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih.

Mengingat begitu berbahaya pengkafiran ini, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kepada kita agar jangan tergesa-gesa dalam memvonis kafir dengan ancaman beliau yang sangat berat. Berikut ini beberapa hadits beliau:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ. فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا». وَفِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ: «إِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا».

Dari Abdullah ibn Umar Radhiallahu’anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seorang yang mengatakan kepada saudaranya ‘wahai kafir’ dan ternyata tidak, maka akan kembali kepada salah satu di antara keduanya.”
Dalam riwayat Muslim dengan lafazh, “Barang siapa mengkafirkan saudaranya maka akan kembali kepada salah satunya.”
(HR. al-Bukhari no. 6104 dan Muslim no. 111)

عَنْ أَبِى ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَا يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالْفُسُوقِ، وَلَا يَرْمِيهِ بِالْكُفْرِ، إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذٰلِكَ».

Dari Abu Dzar Radhiallahu’anhu bahwa beliau mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang menuduh orang lain dengan kefasikan dan kekufuran kecuali akan kembali kepada dirinya kalau ternyata yang dituduh tidak demikian.”
(HR. al-Bukhari no. 6045)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا».

Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila seseorang mengatakan kepada saudaranya ‘wahai kafir’ maka akan kembali kepada salah satunya.”
(HR. al-Bukhari no. 6103)

Berdasarkan hadits-hadits ini, para ulama pun telah memperingatkan kepada kita semua agar jangan tergesa-gesa dan jangan gegabah dalam mengkafirkan kaum muslimin.

Karena sejatinya pengkafiran memiliki syarat-syarat dan penghalang. Maka pengkafiran secara umum boleh bagi ahli ilmu yang mumpuni, paham akan Al-Qur’an dan As sunnah serta kaidah-kaidah masalah ini, mereka menghukumi secara adil dan berdasarkan bashirah (ilmu), bukan asal-asalan dan berdasarkan hawa nafsu.
Juga tidak mengharuskan bagi mereka pengkafiran secara individual (orang per orang), kecuali apabila terpenuhi syarat dan hilang segala penghalangnya.

Hal yang menunjukkan hal ini bahwa al-Imam Ahmad dan mayoritas para imam yang sering mengatakan secara umum bahwa barang siapa mengatakan atau melakukan ini kafir, namun mereka tidak mengkafirkan kebanyakan orang yang mengatakan ucapan tersebut. (Lihat Majmu’ Fatawa 12/487).

Lihatlah! ini keadaan para Imam – Imam ahlus sunnah terdahulu, betapa wara’ nya (hati-hati) mereka dalam memvonis kafir secara ta’yin (menunjuk langsung individu tertentu) dimana ilmu tersebar luas, bandingkan dengan keadaan kita sekarang yang semakin jauh dari generasi emas umat ini, banyaknya kejahilan, jauh dari majelis-majelis ilmu, maka sudah sepantasnya untuk lebih berhati-hati lagi dalam masalah ini.

Akhirnya, Allah Ta’ala jua lah yang menunjukkan ke jalan yang lebih lurus. Wallahu Ta’ala A’lam.
Demikianlah, semoga bermanfaat.

 

Disusun oleh:
Ustadz Fadly Gugul

 

Read more https://bimbinganislam.com/hukum-islam-bagi-siapa-saja-yang-menghalalkan-zina/