Pertanyaan :

بسم اللّه الرحمن الر حيم

السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Afwan ustadz, ana ingin bertanya yang tentang niat.

Kenapa ustadz ada perbedaan niat di setiap perbuatan, ada yang niatnya dilafadzkan dan ada yang tanpa di lafadzkan? Bukankah niat itu di hati?

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

(Disampaikan oleh Fulanah, Admin BiAS)

Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh

Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Ya, niat itu letaknya di hati, karenanya tidak perlu dilafalkan. Sebagaimana perkataan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah;

وَالنِّيَّةُ مَحَلُّهَا الْقَلْبُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ ؛ فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ وَلَمْ يَتَكَلَّمْ بِلِسَانِهِ أَجْزَأَتْهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِهِمْ

“Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya dan tidak dilafazhkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama”
(Majmu’ah Al-Fatawa 18:262)

Imam An-Nawawi rahimahullah, Imam bermadzhabkan Syafi’i yang kitabnya banyak dikaji di Indonesia, beliau mengatakan:

النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان مع غفلة القلب ولا يشترط ولا يضر مخالفته القلب كمن قصد بقلبه الظهر وجرى لسانه بالعصر انعقد ظهره

“Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah dengan hati, dan tidak cukup hanya sebatas ucapan lisan sementara hatinya tidak konsentrasi. Tidak disyaratkan pula harus diucapkan, dan tidak mengapa jika ucapan lisan berbeda dengan hatinya. Seperti orang berniat dengan hatinya untuk sholat dzuhur, namun ucapan di lisannya sholat ashar maka yang dinilai adalah dzuhurnya”
(Roudhotut Tholibin 1:84).

Jika sudah demikian, lalu apa manfaat dari mengucapkan atau melafalkan niat? Jika telah disepakati secara pasti bahwa apa yang dilafalkan itu tidak ada gunanya jika bertentangan dengan apa yang ada di dalam hati. Karenanya Imam Abu Bakr Ad-Dimyati Asy-Syafi’i menegaskan dalam kitabnya;

فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه

“Bersikap over dalam melafalkan niat termasuk perbuatan yang tidak dibutuhkan (dalam syari’at, baca: bid’ah)”
(I’anatut Thalibin 1:65).

Lalu kenapa ada perbedaan niat disetiap kegiatan? Karena fungsi dari niat adalah التفريق atau pembeda, yakni :

Pembeda antara عبادة (ibadah) dan عادة (kebiasaan), seperti mandi. Jika hanya berlalu sebagai kebiasaan, maka nilainya seperti rutinitas harian yang tidak berpahala. Namun jika ia mandi tapi dengan niat mandi junub agar bisa melakukan ibadah, maka mandinya pun dianggap ibadah yang berpahala.
Pembeda antara عبادة (ibadah) dan عبادة غيرها (ibadah lainnya) seperti sholat 2 rakaat sebelum maghrib. Seseorang yang sholat 2 rakaat sebelum maghrib memiliki beberapa kemungkinan, bisa 2 rokaat sunnah wudhu, bisa 2 rokaat tahiyatul masjid, bisa 2 rokaat qobliyah maghrib, bisa sholat intidzor (menunggu imam/iqomah), bisa sholat istikhoroh, bisa juga sholat hajat. Dan untuk membedakan ibadah yang satu dengan lainnya tentu saja dengan niat.
Pembeda غاية (tujuan) seseorang, bisa tujuannya agar dianggap alim serta dapat pujian, atau benar-benar hanya mengharap ridhonya Allah.
Baca Juga : Solat Dhuha Dengan Jeda
Sampai disini jelaslah bahwa niat itu memang tidak perlu dilafalkan, tapi mutlak dibutuhkan karena merujuk pada fungsinya sebagai pembeda.

Adapun sesuatu yang harus dilafalkan sebagai konsekuensi niat/apa yang menunjukkan niat, secara tinjauan syariat memang ada, seperti lafal talak dari suami kepada istrinya ketika niat cerai, atau lafal aqad nikah, sebab tidak akan jatuh talak bagi suami yang marah dan niat menceraikan istrinya namun ia tidak melafalkannya, juga tidak akan sah suami istri jika sama-sama niat menikah namun tanpa lafal ijab qobul.

Semoga kita semua senantiasa dimudahkan Allah untuk mengikuti yang haq, dan menjauhkan diri dari yang bathil.

Wallahu A’lam,
Wabillahittaufiq.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله

Referensi: https://bimbinganislam.com/inilah-alasan-adanya-perbedaan-niat-di-setiap-perbuatan/