Pertanyaan

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه

Ustadz, Afwan mau tanya.
Di fb saya lihat postingan seperti ini:

KRITIK TERHADAP PERKATAAN : “KALAU NGGAK KETEMU SAYA DI SURGA TOLONG CARI DAN TANYAKAN SAYA KEPADA ALLAH“

Inti perkataan ini adalah ingin menekankan pentingnya mencari teman yang shalih. Namun apakah perkataan demikian dibenarkan?

Al Ustadz Abu Salma -hafizhahullah- bertanya:

فضيلة الشيخ احسن الله إليك
السلام عليكم

ما حكم قول أحد المسلم لأخيه : إن لم تجدني في الجنة فابحث عني واسأل الله عني كأن يطلب من أخيه الحي أن يشفع له في الآخرة إما بدخول الجنة أو الخروج من النار…
كما فعلوا بعض الاخوة واستدلوا بقول ابن الجوزي رحمه الله : إن لم تجدوني في الجنة بينكم فاسألوا عني فقولوا : يا ربنا عبدك فلان كان يذكرنا بك
ثم بكى رحمه الله رحمة واسعة…
جزاكم الله خير.

Fadhilatu Asy Syaikh, semoga Allah memberi anda kebaikan. Assalamu’alaikum.

Apa hukum seorang Muslim mengatakan kepada saudaranya: “Jika engkau tidak menemukan aku di surga, maka cari aku dan tanyakan kepada Allah tentang aku”. Seolah yang mengatakan meminta syafa’at di akhirat kepada orang lain yang masih hidup, untuk masuk ke dalam surga atau untuk keluar dari neraka.

Sebagaimana hal ini dilakukan sebagian ikhwah, berdalil dengan perkataan Ibnul Jauzi rahimahullah: “Jika kalian tidak menjumpaiku di surga ada di antara kalian, maka tanyakanlah tentang aku, dan katakanlah: Wahai Rabb kami, hamba-Mu Fulan dahulu mengingatkan kami kepada-Mu”. Lalu Ibnul Jauzi menangis..

Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.

Syaikh Walid bin Saifun Nashr*) -hafizhahullah- menjawab:

هذا من البدع
لم يفعله السلف
ولكن الوعاظ والقصاص تخرج منهم مثل هذه الأمور
وهي ليست في الكتاب ولا السنة
وأما المؤمنون فإنهم يشفعون لإخوانهم
ولا يحتاج أن يقول المسلم هذا الكلام

Ini adalah kebid’ahan. Tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Namun para wa’izh (orang yang sering berceramah tentang tazkiyatun nafs) dan para tukang cerita sering menyampaikan hal-hal semacam ini. Padahal ini tidak ada dalam Al Qur’an dan As Sunnah.

Adapun kaum Mu’minin (secara umum) memang mereka bisa memberi syafa’at kepada saudara mereka, namun tidak perlu mengatakan perkataan yang seperti ini.

[Dari grup WA NF Syaikh Walid, yang diasuh oleh Syaikh]

*) Beliau adalah ulama muhaddits dari Bahrain, murid Syaikh Al Albani

Diterjemahkan oleh Ust Yulian Purnama

الوسطية والاعتدال

======================
Sedangkan pernyataan tentang syafaat sahabat mukmin itu saya sering dengar dr ust Kh*, ust S*q, dan beberapa ustadz sunnah lainnya yang saya gak apal nama beliau.
Mengapa kok dibilang kebid’ahan jika perkataan tersebut sesuai dengan hadits?

======

Jazakallaah khoyron ustadz.

Ditanyakan oleh Sahabat BiAS T06

Jawaban

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajmain.

Inilah perlunya kita mencerna dengan baik perkataan ulama, sehingga tidak ada kerancuan atau pemahaman keliru yang bisa mengakibatkan perpecahan dikalangan kaum muslimin.

Tidak ada yang salah tentang syafa’at bagi kaum mukmin, bahwa syafa’at bagi sahabat mukmin itu memang nyata adanya sebagaimana hadits panjang dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri rodhiallohu ‘anhu

حتى إذا خلص المؤمنون من النار، فوالذي نفسي بيده، ما منكم من أحد بأشد مناشدة لله في استقصاء الحق من المؤمنين لله يوم القيامة لإخوانهم الذين في النار، يقولون: ربنا كانوا يصومون معنا ويصلون ويحجون…

“Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka (para sahabat mukmin) memohon: Wahai Tuhan kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji…”
[HR Muslim 183]

Begitu pula tidak ada yang salah dengan perkataan Syaikh Walid bin Saifun Nashr -hafizhahullah-, bahwa hal itu (menyampaikan kepada sahabat atau khalayak, terutama bagi da’i atau ustad kepada jama’ahnya, bahwa meminta syafa’at di akhirat kepada orang lain yang masih hidup, untuk masuk ke dalam surga atau untuk keluar dari neraka, dengan mengatakan; “Jika engkau tidak menemukan aku di surga, maka cari aku dan tanyakan kepada Allah tentang aku”) adalah perbuatan bid’ah, karena memang Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam dan para sahabat rodhiallohu ‘anhum tidak pernah melakukan itu .

Jadi ini adalah dua hal yang berbeda, yakni antara hakikat dan kebenaran syafa’at bagi sahabat mukmin, dengan mengatakan jika engkau tidak menemukanku di surga, maka tanyakan kepada Alloh tentang ku.

Syafa’at bagi sahabat mukmin adalah nyata dan benar adanya, adapun mengatakan kepada khalayak untuk menanyakan kehadirannya di surga serta memohon syafaat sahabat adalah perkara yang hendaknya dihindari.
Mengapa?
Karena kata-kata seperti itu, yang juga pernah dikatakan oleh Ibnul Jauzy rohimahulloh memang ucapan yang tidak boleh dibiasakan, apalagi setiap bertemu sesama muslim. Sebab ucapan ini bisa dianggap sebagai bentuk “kurang yakin” nya kita untuk masuk surga, padahal kita harus berdoa, husnudzon, serta berharap dengan penuh keyakinan akan masuk surga. Karena itulah sebagian ulama (termasuk Syaikh Walid bin Saifun Nashr hafizhahullah) mengatakan bahwa perkataan ini termasuk yang tidak ada ajarannya dalam Islam, atau perkara bid’ah.

Walāhu a’lam, Wabillāhit taufiq

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله

Referensi: https://bimbinganislam.com/hakikat-dan-kebenaran-syafaat-bagi-sahabat-mukmin/