Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wa rahmatullah. Semoga ustadz dalam lindungan Allah. Ingin bertanya terkait masalah menahan kentut. Bagaimana hukum terkait hal ini? Terkadang ketika shalat atau sehabis wudhu ada keinginan untuk kentut. Apakah kita harus membatalkan shalat/wudhu?
Bagaimana kalau ini terjadi lagi yaitu keinginan untuk kentut? Kemudian terkadang saya sempat heran juga bagaimana sebagian orang bisa tidak batal wudhunya untuk waktu yang lama, misal dia shalat ashar dari wudhu ketika shalat dhuhur. Mohon nasihatnya ustadz. Jazaakallah khair.
(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh
Shalat adalah ibadah yang agung yang membutuhkan perhatian khusus dan berusaha melatih diri untuk selalu meningkatkan ke khusyu`an diri dalam menjalankannya. Karena besar dan kecilnya pahala di antaranya tergantung dengan kekhusyu`annya yang dihasilkan. Bahkan Allah memuji mereka orang-orang yang khusyu` dengan memberikan kebahagiaan di dalam kehidupan mereka sebagaimana firman Allah Ta`alaa,”
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. [al-Mukmin/23 : 1-2].
Dan juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَا مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
Tidaklah seorang muslim mendapati shalat wajib, kemudian dia menyempurnakan wudhu`, khusyu’ dan ruku’nya, kecuali akan menjadi penghapus bagi dosa-dosanya yang telah lalu, selama tidak melakukan dosa besar; dan ini untuk sepanjang masa. [HR Muslim]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا
Sesungguhnya seseorang selesai (dari shalat) dan tidaklah ditulis (pahala) baginya, kecuali sepersepuluh shalatnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya ( Abu Daud : 675, Attarghib dan attarhib : 1/247).
Karenanya nabi melarang seseorang yang terganggu pikiran dan hatinya baik dari keinginan kuat untuk makanan makanan dan menahan untuk kentut, kencing dan sebagainya untuk menunaikan hajatnya sehingga tidak terganggu shalatnya untuk menghilangkan kesibukannya tersebut. Dengan keadaan siap dan focus diharapkan bisa lebih optimal dalam menghadap Rabbnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لا صلاة بحضرة طعام ولا وهو يدافعه الأخبثان
“Tidak ada shalat ketika makanan sudah dihidangkan atau sambil menahan dua hadas.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Daud)
Namun apakah menahan kentut atau hidangan makanan di larang secara mutalk dan haram hukumya?
Tidak semua menahan kentut, menahan makan dan sebagainya hukumnya terlarang. Dalam kondisi dia tidak mendesak maka boleh ia lakukan, sedangkan menahan perkara tersebut yang dapat mengganggu hati dan pikirannya untuk bisa khusyu` maka itulah yang di maksudkan atau sebab dilarangnya shalat dalam keadaan tidak siap menghadap Rabbnya.
Ash-Shan’ani membedakan antara kentut yang kuat dan kentut yang ringan. beliau mengatakan:
وَيَلْحَقُ بِهِمَا مُدَافَعَةُ الرِّيحِ فَهَذَا مَعَ الْمُدَافَعَةِ، وَأَمَّا إذَا كَانَ يَجِدُ فِي نَفْسِهِ ثِقَلَ ذَلِكَ وَلَيْسَ هُنَاكَ مُدَافَعَةٌ فَلَا نَهْيَ عَنْ الصَّلَاةِ مَعَهُ، وَمَعَ الْمُدَافَعَةِ فَهِيَ مَكْرُوهَةٌ، قِيلَ تَنْزِيهًا لِنُقْصَانِ الْخُشُوعِ، فَلَوْ خَشِيَ خُرُوجَ الْوَقْتِ إنْ قَدَّمَ التَّبَرُّزَ وَإِخْرَاجَ الْأَخْبَثِينَ، قَدَّمَ الصَّلَاةَ، وَهِيَ صَحِيحَةٌ مَكْرُوهَةٌ كَذَا قَالَ النَّوَوِيُّ، وَيُسْتَحَبُّ إعَادَتُهَا، وَعَنْ الظَّاهِرِيَّةِ: أَنَّهَا بَاطِلَةٌ.
Termasuk dalam larangan di atas, menahan kentut yang kuat ( sulit di tahan). Adapun jika dirinya mampu menahan dan tidak dirasa kuat, maka tidak terlarang untuk shalat sambil menahannnya. Dan jika harus menahannya dengan kuat, hukumnya dibenci. Ada yang mengatakan, makruh saja, karena mengurangi khusyu shalat. Jika dikhawatirkan waktu shalat habis, ketika dia mendahulukan buang air maka dia boleh shalat, dan shalatnya sah, namun makruh. Demikian keterangan An-Nawawi. Dan dianjurkan untuk mengulangnya. Sementara menurut madzhab Zahiriyah, shalatnya batal. (Subulus Salam, 1:227)
Maka bila nantinya ia tetap menahannya ketika shalat dengan tidak mengganggu shalatnya atau ia tahan setelah berwudhu sebelum shalat yang datangya rasa kentut itu hanya sesaat serta diperkikan tidak akanmembahayakan kesehatannya maka hal itu boleh. Namun jika sampai mengganggu shalatnya maka ini terlarang,. Bila ia tetap memaksakan diri untuk melakukan shalat sambal menahan kentut atau menahan kencing maka shalatnya tetap sah, walaupun akan mengurangi pahala shalatnya karena shalatnya tidak khusyu`.
Namun ada sebagian pendapat yang mengatakan shalatnya batal karena telah menghilangkan ruh nya shalat. Maka tetap sebaiknya ia batalkan shalatnya bila ia harus menahan kentut atau kencing yang sangat kuat.
Shalatnya tetap sah dan tidak batal , karena menahan kentut bukan bagian dari pembatal wudhu namun hanya menjadi factor pengurang pahala dari shalatnya.Terkecuali bila ia tidak kuat menahannya dan yakin ada sesuatu yang keluar dari dubur atau kemaluannya dengan disertai tanda suara dan bau, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadist Ubadah bin Tamim dari pamannya, ada seseorang yang mengadu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa dirinya selalu merasa seakan-akan mendapatkan sesuatu saat shalat. Maka beliau berkata, “Jangan hentikan shalat sebelum engkau mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Bukhari, no. 137. Redaksinya berasal dari riwayat Muslim, no. 362)
Kemudian, seseorang yang bisa tidak kentut atau kencing sampai beberapa lama maka hal ini terkait dengan kebiasaannya, juga pengaruh dari makanan yang di konsumsi. Biasanya bila makanan yang di konsumsi normal maka butuh pembiasaan diri untuk berlatih bisa tidak kentut atau batal selama ber jam jam tanpa ada efek negative yang di munculkan, insyallah. Wallahu a`lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Sumber: https://bimbinganislam.com/hukum-menahan-kentut-saat-shalat/