Pertanyaan

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه

Ustadz afwan
Ana mau bertanya
Bolehkah kita berdzikir drngan menggunakan alat untuk menghitung seperti dari biji-bijian, kerikil atau stopwatch?

Syukran Ustadz atas pencerahannya.

(Dari Ratna, Admin BiAS T05)

Jawaban

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajmain.

Pembahasan dzikir menggunakan tasbih merupakan pembahasan yang sedikit sensitif, ini tidak bisa dipungkiri karena memang terdapat perbedaan dikalangan ‘ulama.

Sayangnya macam perbedaan yang ada biasanya tidak disebutkan dengan tepat mana yang roojih dan marjuuh, serta terkesan terburu-buru.

Khilaf tentang menggunakan alat bantu dzikir atau tasbih ini dibagi menjadi 3;
1. Tidak membolehkan. Ini pendapat sebagian Ulama yang secara tegas melarang bahkan membid’ahkan penggunaan tasbih untuk berdzikir.
Inilah yang masyhur dari pendapat Syeikh al Albani rohimahulloh dan murid-muridnya.

2. Menganggapnya baik, dan bagian dari sunnah.
Ini pendapat sebagian ulama.
Imam Muhammad Abdurrauf Al Munawi Rahimahullah menjelaskan dalam kitab Faidhul Qadir Syarh Al Jami’ Ash Shaghir, ketika menerangkan hadits Yusairah:

وهذا أصل في ندب السبحة المعروفة وكان ذلك معروفا بين الصحابة فقد أخرج عبد الله بن أحمد أن أبا هريرة كان له خيط فيه ألفا عقدة فلا ينام حتى يسبح به وفي حديث رواه الديلمي نعم المذكر السبحة لكن نقل المؤلف عن بعض معاصري الجلال البلقيني أنه نقل عن بعضهم أن عقد التسبيح بالأنامل أفضل لظاهر هذا الحديث

“Hadits ini merupakan dasar terhadap sunahnya subhah (untaian biji tasbih) yang sudah dikenal. Hal itu dikenal pada masa sahabat, Abdullah bin Ahmad telah meriwayatkan bahwa Abu Hurairah memiliki benang yang memiliki seribu himpunan, beliau tidaklah tidur sampai dia bertasbih dengannya. Dalam riwayat Ad Dailami: “Sebaik-baiknya dzikir adalah subhah.” Tetapi mu’allif (yakni Imam As Suyuthi) mengutip dari sebagian ulama belakangan, Al Jalal Al Bulqini, dari sebagian mereka bahwa menghitung tasbih dengan jari jemari adalah lebih utama sesuai zhahir hadits.” [Faidhul Qadir, 4/468. Cet. 1, 1415H-1994M. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut – Libanon]

3. Membolehkannya, walaupun meninggalkannya lebih utama. Ini pendapat yang umum.
Dan pendapat ini dipilih oleh Imam Asy-Syaukani, Syeikh Bin Baz, Syeikh Utsaimin, dll rohimahumulloh.
Insya Alloh ini yang Roojih.

Al Imam Asy-Syaukani rohimahulloh membahas hadits-hadits terkait biji-bijian tasbih dan berkomentar sebagai berikut :

بأن الأنامل مسئولات مستنطقات يعني أنهن يشهدن بذلك فكان عقدهن بالتسبيح من هذه الحيثية أولى من السبحة والحصى . والحديثان الآخران يدلان على جواز عد التسبيح بالنوى والحصى وكذا بالسبحة لعدم الفارق لتقريره صلى اللَّه عليه وآله وسلم للمرأتين على ذلك . وعدم إنكاره والإرشاد إلى ما هو أفضل لا ينافي الجواز

“ … sesungguhnya ujung jari jemari akan ditanyakan dan diajak bicara, yakni mereka akan menjadi saksi hal itu. Maka, menghimpun (menghitung) tasbih dengan jari adalah lebih utama dibanding dengan untaian biji tasbih dan kerikil. Dua hadits yang lainnya, menunjukkan bolehnya menghitung tasbih dengan biji, kerikil, dan juga dengan untaian biji tasbih karena tidak ada bedanya, dan ini perbuatan yang ditaqrirkan (didiamkan/disetujui) oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap dua wanita tersebut atas perbuatan itu. Dan, hal yang menunjukkan dan mengarahkan kepada hukum yang lebih utama tidak berarti menghilangkan hukum boleh.” [Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, 2/316-317. Maktabah Ad Da’wah Al Islamiyah]

Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahulloh pernah ditanya tentang seseorang yang berdzikir setelah shalat menggunakan subhah, bid’ahkah?
Beliau menjawab:

المسبحة لا ينبغي فعلها ، تركها أولى وأحوط ، والتسبيح بالأصابع أفضل ، لكن يجوز له لو سبح بشيء كالحصى أو المسبحة أو النوى ، وتركها ذلك في بيته ، حتى لا يقلده الناس فقد كان بعض السلف يعمله ، والأمر واسع لكن الأصابع أفضل في

كل مكان ، والأفضل باليد اليمنى ، أما كونها في يده وفي المساجد فهذا لا ينبغي ، أقل الأحوال الكراهة

“Berzikir dengan subhah tidak patut dilakukan, meninggalkannya adalah lebih utama dan lebih hati-hati. Tetapi boleh baginya kalau bertasbih menggunakan kerikil atau misbahah (alat tasbih) atau biji-bijian dan meninggalkan subhah tersebut dirumahnya, agar manusia tidak mentaklidinya. Dahulu para salaf -pun melakukannya. Masalah ini adalah perkara yang lapang, tetapi menggunakan jari adalah lebih utama pada setiap tempat, dan utamanya dengan tangan kanan. Ada pun membawanya ditangan ke masjid, sepatutnya jangan dilakukan, minimal hal itu makruh.” [Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqallat, 29/318. Mawqi’ Ruh Al Islam].

Sekali lagi, pembahasan dzikir dengan tasbih adalah khilafiyah yang bisa ditolerir. Karenanya mari kita saling berlapang dada dalam menyikapi perbedaan ini.

Wallohu A’lam
Wabillahit Taufiq

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله

Referensi: https://bimbinganislam.com/hukum-menggunakan-tasbih/