Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Apakah larangan keluar dari negeri yang terkena wabah penyakit bagi yang berada di dalamnya haram mutlak, bagaimana kalau seseorang sudah periksa kesehatan dan sehat positif bebas dari virus, apakah dia boleh meninggalkan negri tersebut karena takut tertular dari masyarakat sekitarnya yang terkena virus?

Jazakallahu Khoiron

 

Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du

Imam Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz menyatakan
إذا وقع الطاعون وأنت في البلد فلا تخرج فرارًا منه، أما إذا خرج الإنسان لحاجة أخرى ليس لقصد الفرار فلا بأس، وأما إذا وقع وأنت خارج البلد فلا تقدم عليه، إذا وقع في الشام أو في مصر أو في أي مكان فلا تقدم عليه، ولكن متى وقع وأنت في البلد فاصبر على قدر الله، والآجال مضروبة ما أحد يتقدم عن أجله ولا يتأخر، كما قال تعالى: أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ [النساء:78]

“Apabila Tha’un melanda dan engkau ada di dalam negeri itu maka jangan engkau keluar untuk lari dari Thaun. Adapun jika manusia keluar karena ada kebutuhan yang lain bukan dalam rangka untuk lari maka tidak mengapa. Adapun jika Thaun melanda sedang engkau ada di luar negeri maka janganlag engkau mendatanginya.

Namun kapan saja Thaun itu ada sedang engkau ada di dalam negri itu maka bersabarlah atas takdir Allah. Dan ajal itu sudah ditetapkan seseorang tidak akan terlalu cepat atau terlambat dari kematiannya sebagaimana firman Allah ta’ala :

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS An-Nisa’ : 78).

(Fatawa Syaikh Bin Baz no. 2476).

Imam Ibnu Utsaimin pula menyatakan :
قال النبي صلّى الله عليه وسلّم: (لا تخرجوا منه ـ أي من البلد الذي وقع فيه ـ فراراً منه) ، فقيد النبي صلّى الله عليه وسلّم منع الخروج بما إذا كان فراراً ، أما إذا كان الإنسان أتى إلى هذا البلد لغرض أو لتجارة وانتهت، وأراد أن يرجع إلى بلده ، فلا نقول: هذا حرام عليك، بل نقول: لك أن تذهب

“Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda Jangan kalian keluar darinya -maksudnya dari negri yang ada thaun di dalamnya- karena ingin lari darinya.

Maka beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam mengikat larangan keluar tersebut jika maksudnya hendak lari darinya. Adapun jika manusia datang ke negri ini dengan satu tujuan atau untuk berdagang lalu selesai dan ia ingin kembali lagi ke negrinya maka kita tidak boleh mengatakan ; Ini haram bagimu.

Akan tetapi kita mengatakan ; Engkau boleh pergi.”

(Asy-Syarhul Mumti’ : 1/110-111, lihat selengkapnya dalam Fatawa Islamqa no. 225592).

Dan hal ini khusus berlaku jika yang menyebar adalah Tha’un adapun wabah selain Tha’un para ulama menyatakan bolehnya keluar dari daerah wabah. Disebutkan dalam salah satu redaksi fatwa :

ومما ينبغي التنبه له أنه قد حكي الإجماع على جواز الفرار من أرض وباء غير الطاعون. قال ابن حجر الهيتمي: وخرج بالفرار من محل الطاعون الفرار من أرض الوباء، فإنه جائز بالإجماع كما قاله الجلال السيوطي. انتهى الفتاوى الفقهية. فعلم من هذا أن اختلاف العلماء في حرمة أو جواز الخروج من بلد أو الدخول فيه إنما هو في الطاعون لا في سائر الهلاك، فالطاعون أخص من الوباء

“Dan diantara hal yang layak untuk diperingatkan di sini bahwasanya telah dihikayatkan kebolehan lari dari negri wabah selain Tha’un. Ibnu Hajar Al-Haitami menyatakan ; Dan keluar dari lokasi Thaun, lari dari daerah wabah maka ia boleh dengan ijma’ sebagaimana dinukil oleh Jalaluddin As-Suyuti. Selesai nukilan dari Fatawa Fiqhiyyah

Dari sini diketahui bahwa, perselisihan para ulama tentang haramnya keluar atau masuk ke dalam suatu negri adalah dalam kasus Tha’un dan bukan dalam kasus wabah yang lainnya. Karena Tha’un itu lebih khusus dari pada wabah.”

(Fatawa Islamweb no. 32534).

Namun Hendaknya Diperhatikan Baik-Baik !
Meski ada ulama’ menyatakan kebolehan hal tersebut (keluar dari derah wabah selain Tha’un). Tetapi kita tetap harus memperhatikan minimalnya dua hal sebagai berikut :

 

1. Hendaknya seseorang memeriksakan diri terlebih dahulu kepada ahli medis untuk memastikan benar-benar bahwa ia terbebas dari wabah tersebut. Dan agar ia tidak menimpakan madharat terhadap orang lain, keluarga, tetangga, sanak kerabat dam lain-lain.

2. Inipun dengan tetap memperhatikan arahan dan perintah dari penguasa. Jika penguasa melarang maka tidak boleh bagi kita menyelisihinya. Syaikh Ahmad An-Najjar menyatakan :

الواجب على الحاكم: إلزام الناس بما فيه مصلحتهم وما يدفع عنهم الضرر, فتصرف الإمام منوط بالمصلحة, ويجب على الرعية: طاعته في ذلك؛ دفعا للضرر العام, ولإيجاب الشارع طاعته في المعروف.

“Wajib bagi penguasa untuk memaksa manusia dengan hal yang membawa maslahat bagi mereka, serta menolak bahaya dari mereka. Kebijakan penguasa berbanding lurus dengan kemaslahatan. Dan wajib bagi rakyat untuk mentaati penguasa dalam hal tersebut dalam rangka menolak bahaya yang mengancam orang banyak. Dan dikarenakana syariat memerintahkan untuk mentaati penguasa di dalam kebaikan.”

(Lihat : Ahkam Fiqhiyyah Yahtaju Ilaihal Muslim Bisabab Waba’ Korona).

Wallahu a’lam

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati حفظه الله

 

sumber: https://bimbinganislam.com/haram-keluar-negeri-yang-terkena-wabah-penyakit/