Pertanyaan:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Izinkan saya seorang yang fakir ilmu ini bertanya. Saya pernah mendengar ceramah dan membaca beberapa hadits yang berkenaan dengan bayi yang meninggal akan menjadi tabungan di akhirat & penolong di Padang Mahsyar.
Lantas….
Apakah bayi dari hasil perzinaan yang meninggal ketika dilahirkan dapat menjadi penolong bagi orang tuanya (ibunya) di akhirat kelak.
Dan apakah pada nisan sang bayi tetap diberi “Bin”…? Sedangkan orang tuanya tidak terikat dalam tali pernikahan (sang pria melarikan diri saat tahu si wanita hamil).
Semoga Ustadz berkenan menjawab pertanyaan saya ini. Sebelumnya saya ucapkan. Jazakumullah khairan kashiron.
Wasalamualaikum
(Ditanyakan Oleh Sahabat BIAS via Sosmed)
Jawaban:
Wa’alaikum salaam warahmatullahi wabarakaatuh
Memang meninggalnya anak akan menjadi tabungan kebaikan bagi ibunya di akhirat, sebagaimana hadits Mu’adz bin Jabal radhiAllahu ‘anhu, Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda,
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ إِنَّ السِّقْطَ لَيَجُرُّ أُمَّهُ بِسَرَرِهِ إِلَىْ الجَنَّةِ إِذَا احْتَسَبَتْهُ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, sesungguhnya janin yang gugur (keguguran) akan membawa ibunya ke dalam surga dengan ari-arinya, jika bersabar (atas musibah keguguran tersebut)” [HR Ibnu Majah 1609]
Beliau shalallahu alaihi wasallam juga bersabda,
إِذَا ماتَ ولدُ العَبْدِ ، قالَ اللهُ لمَلَائِكَتِهِ : قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي؟ فَيَقُولُونَ : نَعَمْ ، فَيَقُولُ : قَبَضْتُم ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ؟ فَيَقُولُونَ : نَعَمْ ، فَيَقُولُ : مَاْذَا قالَ عَبْدِيْ ؟ فَيَقُولُونَ : حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ ، فَيَقُولُ اللّهُ : ابْنُوا لِعَبْدِيْ بَيْتًا فِيْ الجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بيتَ الحَمْدِ
“Apabila anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allah bertanya kepada malaikat, ‘Apakah kalian mencabut nyawa anak hamba-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Ya’, Allah bertanya lagi, ‘Apakah kalian mencabut nyawa buah hatinya?‘ Mereka menjawab, ‘Ya’, Allah bertanya lagi, ‘Apa yang diucapkan hamba-Ku?‘ Malaikat menjawab, ‘Dia memuji-Mu dan mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raajiun’. Kemudian Allah berfirman, ‘Bangunkan untuk hamba-Ku satu rumah di surga. Beri nama rumah itu dengan Baitul Hamdi (rumah pujian)’” [HR Tirmidzi 1037, Ibnu Hibban 2948]
Nah, pertanyaannya ‘anak’ dan ‘janin’ dalam hadits di atas berlaku secara umum? Termasuk pada ‘anak’ dan ‘janin’ hasil zina? Tentu saja jawabannya tidak.
Allah Ta’ala berfirman
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّـهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sungguh Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa saja” (QS Al-Maidah 27)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً
“Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik saja” [HR Muslim 1015]
Dan kita sepakat bahwa seorang yang berzina tidak bisa disebut ia orang yang beriman saat berzina, sehingga tidak bisa disebut anak hasil zina adalah hasil dari perbuatan baik. Disebutkan dalam hadits
لاَ يَزْنِى الزَّانِى حِينَ يَزْنِى وَهْوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia sedang berzina” [HR Bukhari 2475 dan Muslim 57]
Adapun tentang penisbatan anak atau diistilahkan ‘bin’, anak hasil zina dinisbatkan kepada Ibunya, bukan ayahnya. Kalau pun masyarakat masih aneh jika anak ditulis bin nama ibunya, apalagi sampai menggunjing, maka silakan tulis atas nama ayahnya semata-mata untuk menghilangkan gunjingan, bukan mengganti hakikat yang sebenarnya (bahwa anak tersebut adalah hasil zina dan tidak bisa dinasabkan kepada bapak biologisnya).
Wallahu a’lam
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله