Pertanyaan:

Bismillah Ustadz. Saya mau bertanya apakah ketika kita safar ke luar kota ataupun luar negeri yang hanya untuk bertamasya saja, apakah tidak diperbolehkan shalat jamak/jamak qashar? Terima kasih.

(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)

 

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh

Sifat dari agama dan ajaran Islam adalah universal dan mudah, di mana ajarannya sesuai dengan zaman dan keadaan orang yang menjalankannya. Tidak memaksa dalam keadaan tidak bisa atau akan memudahkan tatkala mengalami kesulitan di dalam menjalankannya.

Sebagaimana maksud Allah ta`ala di dalam mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiyaa’: 107]

Firman Allah ta`aalaa,”

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” [Al-Baqarah: 185]

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ إِلاَّ غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوْا وَقَارِبُوْا، وَأَبْشِرُوْا، وَاسْتَعِيْنُوْا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ.

“Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan (tidak dapat melaksanakannya dengan sempurna). Oleh karena itu, berlaku luruslah, sederhana (tidak melampaui batas), dan bergembiralah (karena memperoleh pahala) serta memohon pertolongan (kepada Allah) dengan ibadah pada waktu pagi, petang dan sebagian malam.” [HR. Al-Bukhari (no. 39)]

Namun begitu bukan berarti tidak didapatkan kesulitan ketika menjalankannya, pasti akan didapatkan kesulitan yang akan memberikan pahala lebih bagi pelakunya. Di samping pemahaman yang umum bahwa kehidupan manusia adalah ujian dan setiap ujian pasti ada kesulitannya, mudah tidaknya akan tergantung dengan kekuatan dan daya tahan kita menajalani setiap ujian tersebut.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35).

Dari pemahaman prinsip ajaran agama di atas termasuk di dalamnya penerapan terhadap aturan dan hukum menjama` shalat. Karena pada dasarnya hukum menjamak shalat berkaitan dengan kebutuhan yang dihadapi oleh seeorang. Setiap ia merasakan adanya tingkat kesulitan di dalam menjalankan shalat maka diperkenankan menjamak shalat berikutnya selama ia membutuhkan dan bukan menjadi kebiasaan.

Di antara kesulitan di dalam kehidupan seseorang adalah tatkala ia melakukan safar sehingga safar yang dilakukan oleh seorang muslim pada dasarnya ia menjadi sebab seseorang diperbolehkan untuk menjamak dan menqashar shalatnya.

firman Allah Ta’ala,

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” (QS. An Nisa’: 101).

Dalam mengqashar shalat diibaratkan sebagai shadaqah sebagai bentuk keringanan yang boleh dilakukan, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallahu alaihi wasallam,”

صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ

“(Qashar shalat) adalah sedekah yang diberikan oleh Allah kepada kalian, maka terimalah sedekah tersebut.” (HR. Muslim, no. 686)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ

“Allah ‘Azza wa Jalla melepaskan dari musafir separuh shalat.” (HR. Abu Daud, no. 2408 dan Tirmidzi, no. 715. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Sedikit catatan terkait qashar dan jamak shalat, bahwa pelaksanaan shalat jamak dan qashar itu tidak selalu menjadi satu paket (shalat jamak sekaligus qashar). Seorang yang mengqashar shalatnya karena musafir tidak mesti harus menjamak shalatnya, demikian pula sebaliknya.

Seorang musafir diperbolehkan bahkan di-sunnahkan untuk meng-qashar , namun tidak mesti ia harus menjamak shalatnya. Begitu pula seseorang bisa menjamak shalatnya tanpa harus dalam keadaan safar. Selama ia membutuhkan untuk menjamak shalat maka ia bisa menjamaknya, baik dengan jumlah yang sempurna atau dengan meng-qasharnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :

والقصر سببه السفر خاصة لا يجوز في غير السفر وأما الجمع فسببه الحاجة والعذر فإذا احتاج إليه جمع في السفر القصير والطويل وكذلك الجمع للمطر ونحوه وللمرض ونحوه ولغير ذلك من الأسباب فإن المقصود به رفع الحرج عن الأمة .

“Qashar itu sebabnya karena safar secara khusus, tidak boleh dilakukan pada kondisi selain safar. Adapun menjamak shalat sebabnya karena ada udzur berupa kebutuhan. Apabila seseorang membutuhkan maka ia menjamak baik pada safar yang pendek maupun safar yang panjang. Demikian pula ia menjamak karena sebab hujan, atau sebab lainnya, atau karena sakit dan sebab lainnya. Karena maksud dari pensyariatan jamak ini adalah mengangkat kesulitan”. (Majmu’ Fatawa : 22/293).

Lalu bagaimana dengan safar untuk tamasya? Atau bekerja? Apakah boleh mengqashar shalatnya? Menukilkan apa yang disebutkan oleh ulama di dalam web dorat.net dijelaskan di situ tentang perbedaan ulama ketika safar bermaksiat apakah dibolehkan meng-qashar. Disebutkan di dalamnya:

اختَلَف أهلُ العِلمِ في الترخُّصِ برُخَصِ السَّفر في سفرِ المعصيةِ، على قولين:
القول الأول: يُشترَطُ في الترخُّصِ برُخَصِ السَّفرِ، كقَصْرِ الصَّلاةِ، والإفطارِ في رمضانَ: أنْ يكونَ السفرُ مباحًا، فإنْ كان في سَفرِ معصيةٍ لم يُبَحْ له الترخُّصُ، وهذا مذهبُ الجمهور: المالِكيَّة، والشافعيَّة، والحَنابِلَة
الأدلَّة:
أولًا: من الكِتاب
قال اللهُ تعالى: فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ [المائدة: 3]
وَجْهُ الدَّلالَةِ:
أنَّه شرَطَ في الترخيصِ بالاضطرارِ إلى أكْلِ المَيتةِ كونَه غيرَ متجانفٍ لإثمٍ، ويُفهَمُ منه أنَّ المتجانِفَ لإثمٍ لا رُخصةَ له، والعاصي بسَفرِه متجانِفٌ لإثم، وهو أَوْلى بالمنعِ من المضطرِّ في المَخْمَصةِ

“Para ulama berbeda pendapat dalam keringan ketika safar dalam melakukan kemaksiatan, maka ada dua pendapat ,” Pendapat pertama: bahwa disyaratkan di dalam keringanan pada safar seperti untuk meng-qashar shalat, berbuka puasa pada ramadhan hendaknya safarnya adalah safar dalam urusan yang mubah. Adapun pada safar yang dipergunakan untuk kemaksiatan maka tidak ada keringanan. Hal ini sebagaimana pendapat mayoritas ulama: madzhab Maliki, madzhal syafi`i dan madzhab Hambali. Dalilnya: yang pertama dari alquran sebagaimana firman Allah ta`alaa,” Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa.”

Sisi argumentasi dari ayat tersebut bahwa syarat diberikan keringan adalah karena ada hal darurat sehingga boleh seseorang memakan bangkai bukan karena keinginan untuk berbuat dosa. Dari sini dapat dipahami bahwa ( perbuatan dengan niat ) mendekati dosa maka tidak ada rukhsah baginya. Dan orang yang safarnya untuk kemaksiatan, berkeinginan berbuat dosa maka ia lebih pantas untuk tidak diberikan ( keringan) tatkala ada keringan dalam kesulitannya.” (https://dorar.net/feqhia/1457)

Sehingga, bila safarnya untuk bertamasya atau untuk kerja atau untuk hal mubah lainnya maka diperbolehkan untuk melakukan qahsar atau atau jamak shalatnya. Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله

 

Sumber: https://bimbinganislam.com/bolehkah-shalat-qashar-ketika-bertamasya/