PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

1. Bolehkah berkurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia?

2. Adik ana, laki-laki, umurnya 30 tahun, tapi ibu baru menyampaikan bahwa sewaktu diaqiqah dulu, hanya dengan seekor kambing karena keterbatasan biaya. Sahkah aqiqahnya? Apakah adik ana harus diaqiqah ulang?

3. Bolehkah menggabungkan hewan kurban dengan hewan untuk aqiqah?

(Dari Fulanah Di Sulawesi Selatan Anggota Grup WA Bimbingan Islam T05 G-69).

 

Jawaban :

وعليكم السلام ورحمة الله وبر كاته

1). Boleh berkorban atas nama mayit karena kurban merupakan bagian dari sedekah, sedangkan kita diperbolehkan bersedekah atas nama si mayit. Kemudian dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berkurban untuk seluruh umatnya dengan tanpa membedakan antara yang masih hidup dan yang mati.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ : شَهِدْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ عَنْ مِنْبَرِهِ فَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

“Dari Jabir bin Abdillah berkata ; Aku menyaksikan bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat Idul Adha di tanah lapang. Ketika beliau selesai dari berkhutbah beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan kepada beliau seekor domba kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya dan berkata ; ‘Dengan nama Allah, ini kurban dariku dan dari umatku yang tidak berkurban”. (HR Tirmidzi : 1521, dishahihkan oleh dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi).

Al-Kasani berkata :

وجه الاستحسان أن الموت لا يمنع التقرب عن الميت، بدليل أنه يجوز أن يتصدق عنه ويحج عنه، وقد صح أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ضحى بكبشين أحدهما عن نفسه والآخر عمن لا يذبح من أمته، وإن كان منهم من قد مات قبل أن يذبح

“Sisi pendalilannya bahwa kematian tidak menghalangi untuk melakukan kebaikan atas nama si mayit, dengan dalil bahwasanya boleh bersedekah atas nama si mayit, dan juga haji. Telah shahih bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba, yang satu untuk beliau dan yang satu untuk umat beliau yang tidak berkurban, meski diantara mereka ada yang telah mati sebelum berkurban.” (Badai’ush Shona’i : 5/72).

2). Sah aqiqah satu ekor kambing untuk anak laki-laki karena tidak-mampuan berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma :

أنَّ النبيَّ صلَّى الله عليه وسلَّم: «عَقَّ عَنِ الحَسَنِ وَالحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا

“Bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam meng-aqiqahi Hasan dan Husain masing-masing dengan satu ekor domba”. (HR Abu Dawud : 6841 dishahihkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab Irsyadul Faqih : 1/358 dan juga Imam Al-Albani dalam kitab Irwa’ul Ghalil : 4/393).

3). Adapun menggabungkan antara aqiqah dengan kurban maka tidak boleh menurut pendapat yang rajih, karena masalah ini diperselisihkan oleh para ulama.

Pendapat pertama : menyatakan boleh menggabungkan aqiqah dan kurban dengan satu niat, karena maksud dari penyembelihan itu sama yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah. Lalu niat yang pertama masuk ke dalam niat yang kedua sebagaimana shalat tahiyatul masjid dan shalat sunnah ba’dal wudhu dikerjakan sekali saja dengan satu niat.

Ini adalah pendapat madzhab Hanafiyah, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, ia juga pendapat dari sejumlah Tabi’in seperti Qatadah, Ibnu Sirin dan Hasan Basri. Al-Bahuti menyatakan :

وَإِنْ اتَّفَقَ وَقْتُ عَقِيقَةٍ وَأُضْحِيَّةٍ ، بِأَنْ يَكُونَ السَّابِعُ أَوْ نَحْوُهُ مِنْ أَيَّامِ النَّحْرِ ، فَعَقَّ أَجْزَأَ عَنْ أُضْحِيَّةٍ ، أَوْ ضَحَّى أَجْزَأَ عَنْ الْأُخْرَى ، كَمَا لَوْ اتَّفَقَ يَوْمُ عِيدٍ وَجُمُعَةٍ فَاغْتَسَلَ لِأَحَدِهِمَا ، وَكَذَا ذَبْحُ مُتَمَتِّعٍ أَوْ قَارِنٍ شَاةً يَوْمَ النَّحْرِ ، فَتُجْزِئُ عَنْ الْهَدْيِ الْوَاجِبِ وَعَنْ الْأُضْحِيَّةَ

“Jika waktu aqiqah dan kurban bertepatan, yaitu hari ke-tujuh kelahiran bayi jatuh pada hari-hari nahr (tasyriq) kemudian seseorang beraqiqah, maka itu mencukupinya dari kurban, atau ia berkurban itu mencukupinya dari aqiqah. Sebagaimana jika Idul Fitri bertepatan dengan hari Jum’at maka ia mandi sekali (untuk shalat id dan mandi jumat-pent). Demikian pula penyembelihan haji mutamattu’ dan haji qarin satu ekor domba pada hari kurban, itu mencukupinya dari denda wajib dan dari kurban”. (Syarah Muntahal Iradat : 1/617).

Pendapat kedua menyatakan tidak boleh menggabungkan aqiqah dengan kurban.

Ini adalah pendapatnya madzhab Syafi’iyyah, Malikiyah serta salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal.

Alasannya karena ibadah secara umum terbagi menjadi dua : “Ghairau Maqsudah Lidzatihi” (tidak dimaksudkan dzatnya) dan “Maqsudatun Lidzatihi” (dimaksudkan dzatnya).

Yang tidak dimaksudkan dzatnya boleh digabung, seperti shalat dua rakaat setelah masuk masjid. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk shalat dua rakaat sebelum duduk ketika masuk masjid dengan tanpa memberi nama shalat apakah itu yang penting dua rakaat. Jadi ketika seseorang melakukan shalat rawatib qabliyah misalnya ia tidak usah shalat tahiyyatul masjid, karena ia sudah shalat dua rakaat sebelum duduk.

Adapun yang kedua “Maqsudatun Lidzaitihi” dimaksudkan dzatnya adalah ibadah yang berdiri sendiri dan memiliki sebab pensyariatan tersendiri, jenis inadah seperti ini tidak boleh digabungkan menjadi satu karena masing-masing memiliki kekhususan serta sebab pensyariatan sendiri-sendiri. Contohnya adalah kurban dan aqiqah, keduanya tidak boleh digabungkan menjadi satu. Dan pendapat kedua inilah pendapat yang rajih, Imam Al-Haithami berkata :

وَظَاهِرُ كَلَامِ َالْأَصْحَابِ أَنَّهُ لَوْ نَوَى بِشَاةٍ الْأُضْحِيَّةَ وَالْعَقِيقَةَ لَمْ تَحْصُلْ وَاحِدَةٌ مِنْهُمَا ، وَهُوَ ظَاهِرٌ ; لِأَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا سُنَّةٌ مَقْصُودَةٌ

“Yang tampak dari ucapan para hali ilmu, bahwasanya jika seseorang meniatkan satu kambing untuk kurban dan aqiqah tidak akan didapatkan satu dari keduanya, inilah pendapat yang nampak karena keduanya merupakan sunnah yang maqsudah/berdiri sendiri-sendiri” (Tuhfatul Muhtaj : 9/371).

Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halaby menyatakan :

أما موضوع الجمع بين التذر والأضحية أو العقيقة والأضحية فيذهب إلى ذلك بعض العلماء لكني أعتقد أن ذلك لا دليل عليه هذان الحكمان مستقلان ليس في الكتاب ولا في السنة ما يدل على جواز الجمع بينهما إلا في بعض النصوص العامة التي لا تسعف صاحبها ولا القائل بها في الاستدلا على هذه المسألة بهذه الصورة

“Adapun masalah menggabungkan antara nadhar dengan kurban, atau kurban dengan aqiqah, maka sebagian ulama mengatakan kebolehannya. Namun yang aku yakini bahwa hal itu tidak ada dalilnya. Dua hukum ini berdiri sendiri, tidak ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuatu yang menunjukkan kebolehan menggabungkan keduanya, kecuali di dalam nash-nash yang umum yang tidak menolong orang yang memegang pendapat ini di dalam cara berdalil mereka dalam permasalahan ini dengan gambaran seperti ini”.
(Sumber fatwa : https://www.youtube.com/watch?v=3k_5IarTztI ) Wallahu a’lam

Konsultasi Bimbingan Islam
Ustadz Abul Aswad Al Bayati

 

sumber:  https://bimbinganislam.com/menggabungkan-qurban-dengan-aqiqah/