Pertanyaan
بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته
Ustadz, apabila qiyamul lail sudah menjadi kebiasaan seseorang, namun suatu saat ia tidak qiyamul lail karena tertidur. Apakah qodho qiyamul lail yang dilakukan saat dhuha, juga disertai qodho sholat witir ?
Lalu apakah boleh diniatkan dengan sholat dhuha juga?
Syukran wa jazakallahu khairan.
(Dari Sahabat BiAS T01)
Jawaban
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.
Kebanyakan para ulama memang menyatakan bolehnya mengqadha’ shalat malam bagi yang terbiasa melakukan shalat malam kemudian ia terlena karena tidur atau karena sebab lainnya. Dalil yang digunakan landasan dalam masalah ini adalah riwayat :
عَنْ عَائِشَةَ، «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا لَمْ يُصَلِّ مِنَ اللَّيْلِ مَنَعَهُ مِنْ ذَلِكَ نَوْمٌ أَوْ وَجَعٌ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً»
“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam apabila tidak melaksanakan shalat malam dikarenakan tertidur atau sakit maka beliau akan melaksanakan shalat di siang hari sebanyak 12 rakaat.” (HR Nasa’i : 1789 dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah : 1420).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan akan pensyariatan qadha’ salat malam ini, beliau berkata :
استحب الأئمة أن يكون للرجل عدد من الركعات يقوم بها من الليل لا يتركها، فإن نشط أطالها، وإن كسل خففها، وإن نام عنها صلى بدلها بالنهار
“Para imam menyukai hendaknya seseorang itu memiliki beberapa rakaat yang ia kerjakan rutin setiap malam dan tidak meninggalkannya. Jika ia sedang rajin ia memanjangkan shalatnya, jika sedang malas ia meringankan shalatnya dan jika ia tertidur tak sempat mengerjakannya, maka ia menggantinya di siang hari.” (Majmu’ Fatawa : 22/282).
Adapun shalat dhuha hendaknya dikerjakan dalam waktu yang berbeda dengan shalat “Qadha’ Qiyamullail”, karena keduanya adalah shalat yang memiliki karakter tersendiri dan tidak bisa digabungkan dengan satu shalat. Imam Jalaluddin As-Suyuthi rahimahullahu Ta’ala menyatakan :
السنتين إذَا لَمْ تَدْخُل إحْدَاهُمَا فِي الْأُخْرَى لَا يَنْعَقِد التَّشْرِيك بَيْنهمَا ، كَسُنَّةِ الضُّحَى وَقَضَاء سُنَّة الْفَجْر ، بِخِلَافِ تَحِيَّة الْمَسْجِد وَسُنَّة الظُّهْر مَثَلًا ؛ لِأَنَّ التَّحِيَّة تَحْصُل ضِمْنًا
“Dua shalat sunnah jika tidak saling menyatu satu dengan yang lain maka tidak sah dilakukan tasyrik/penggabungan di dalamnya. Seperti shalat dhuha dan qadha’ shalat sunnah fajar. Hal ini berbeda dengan shalat tahiyatul masjid dan shalat qabliyah dzuhur misalnya, karena tahiyat bisa didapatkan sekaligus dengan shalat qabliyah tersebut.” (Al-Asybah Wan Nadzair : 23).
•• Kesimpulan :
Boleh mengqadha’ shalat malam yang terlewatkan karena udzur. Namun tidak boleh meniatkan shalat qadha’ tersebut sebagai shalat dhuha sekaligus.
Wallohu A’lam
Wabillahit taufiq
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Abu Aswad al Bayati حفظه الله
Referensi: https://bimbinganislam.com/menggabungkan-niat-qadha-sholat-tahajud-dengan-dhuha/