Pertanyaan:

Maaf mau nanya… Boleh ngga ya menghadiahkan bacaan alfatihah utk tmn kita yg sakit?

 

Jawaban :

Bismillah walhamdulillah wassholaatu was salam ‘ala Rasulillah, waba’du.

Kita lihat kasus ini tergolong ibadah atau mu’amalat (non ibadah)?

Yang tampak dalam pandangan kami –wallahua’lam-, masalah ini termasuk perkara ibadah. Mengingat ini masalah ibadah, maka kaidah yang berlaku adalah :

اَلْأَصْلَ فِي اَلْعِبَادَةِ اَلتَّوَقُّف

Hukum asal ibadah adalah tawaquf (menunggu sampai datangnya dalil)

Imam Ibnu Daqiq Al ‘Ied –rahimahumallah-, salah seorang ulama besar mazhab syafi’i menegaskan,

لِأَنَّ الْغَالِبَ عَلَى الْعِبَادَاتِ التَّعَبُّدُ ، وَمَأْخَذُهَا التَّوْقِيفُ

“Umumnya ibadah adalah penyembahan kepada Allah (ta’abbud). Dan patokannya adalah dalil”. (Lihat : Al-‘Uddah 3/157).

Meskipun para ulama berbeda pendapat berkenaan hukum menghadiahkan pahala kepada orang lain; termasuk dalam hal ini menghadiahkan pahala bacaan Qur’an kepada orang lain. Namun, pendapat yang tampaknya mendekati kebenaran dalam hal ini, adalah pendapat yang dipegang oleh Imam Syafi’i dan Imam Malik -rahimahumallah-, bahwa pahala tidak bisa dihadiahkan kepada orang lain, kecuali yang dijelaskan oleh dalil, seperti sedekah, haji / umrah dan doa. (Lihat : Az-Ziyadatu wal Ihsan fi ‘Ulumil Qur’an 2/315)

Hal ini karena tidak ditemukannya dalil dari Al-Qur’an maupun hadis yang melegalkan tindakan tersebut. Mengingat ini perkara ibadah, maka tidak adanya dalil, adalah dalil tidak legalnya menghadiahkan pahala bacaan kepada orang lain. Baik untuk orang sakit atau yang lainnya.

Syekh Abdulaziz Ibnu Baz -rahimahullah- menerangkan,

لم يرد في كتابه العزيز ولا في السنة المطهرة عن الرسول عليه الصلاة والسلام ولا عن أصحابه رضي الله عنهم ما يدل على الإهداء بقراءة القرآن لا للوالدين ولا لغيرهما، وإنما شرع الله قراءة القرآن للانتفاع به والاستفادة منه وتدبر معانيه والعمل بذلك

“Tidak ada dalil dari Al-Qur’an yang mulia, maupun sunah yang suci dari Rasul ﷺ, tidak juga riwayat dari para sahabat -semoga Allah meredhoi mereka- yang menunjukkan legalnya menghadiahkan pahala bacaan Qur’an untuk kedua orangtua atau yang lainnya. Allah memerintahkan membaca Al-Qur’an untuk diambil manfaat (melalui ruqyah misalnya, -pent), dipelajari, ditadaburi maknanya serta diamalkan..”

(Rekaman fatwa beliau bisa disimak di :
https://binbaz.org.sa/fatwas/7032/حكم-اهداء-ثواب-قراءة-القران-للاخرين)

Terlebih dalam hal ganjaran amal, kaidah yang berlaku sudah dijelaskan oleh ayat,

وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

Manusia hanya memperoleh ganjaran, dari apa yang telah ia usahakan. (QS. An-Najm : 39)

Oleh karenanya Nabi ﷺ tak pernah pernah memerintahkan umatnya untuk menghadiahkan pahala amal kepada orang lain, baik secara tegas maupun isyarat. Saat putra dan putri beliau meninggal, demikian para sahabat beliau gugur di perang Badar atau Uhud, beliau tidak memerintahkan sahabat yang lainnya untuk mengirimkan Al Fatihah untuk mereka atau menghadiahkan pahala untuk mereka. Demikian pula para sahabat, tidak ditemukan riwayat dari mereka yang menceritakan, seorang sahabat pernah menghadiahkan pahala untuk orang lain.

Saat menafsirkan ayat di atas, Imam Ibnu Katsir –rahimahullah– mengungkapkan pepatah yang sangat indah,

لو كان خيراً لسبقونا إليه

LAU KAANA KHOIRAN LASABAQUUNAA ILAIH

“Andai saja itu baik, tentu mereka para sahabat telah mendahului kita dalam amalan ini.”

Kemudian beliau melanjutkan,

وباب القربات يقتصر فيه على النصوص، ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء..

Masalah ibadah dibatasi oleh dalil Al-Qur’an dan Hadis. Tidak boleh melakukan ibadah berdalil pada qiyas dengan segala macamnya atau pendapat ulama. (Tafsir Ibnu Katsir 13/279)

Yang sesuai tuntunan Nabiﷺ dalam memperlakukan orang yang sakit, bukan dengan menghadiahkan bacaan Al-Fatihah untuknya, tapi meruqyahnya dengan membaca Al Fatihah. Tentang hal ini, pembaca bisa pelajari secara detail di sini :

Wallahua’lam bis showab.

***

Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori

 

sumber: https://konsultasisyariah.com/34312-hukum-menghadiahkan-al-fatihah-untuk-orang-sakit.html