Pertanyaan

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Ustadz, bagaimana hukum asal sesuai dalil jika mendoakan keburukan kepada penguasa/pemimpin yang dzalim? Ada Ustadz fulan dan beberapa ikhwan (haroki) mengatakan hukumnya sangat boleh dimana mereka berhujjah dengan hadits di bawah ini karena Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mencontohkannya, mohon penjelasan dari hadits nya.

Bunyi hadist:

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم.

“Ya Allah, siapa saja yang memimpin/mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia”. (HR. Imam Muslim)

وَمَنْ وَلِيَ مِنْهُمْ شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَعَلَيْهِ بَهْلَةُ اللَّهِ فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا بَهْلَةُ اللَّهِ قَالَ : لَعْنَةُ اللَّهِ

“Dan barangsiapa memimpin mereka dalam suatu urusan lalu menyulitkan mereka maka semoga bahlatullah atasnya.” Maka para sahabat bertanya, “Ya RasulAllah, apa bahlatullah itu?” Beliau menjawab: “La’nat Allah.” (HR Abu ‘Awanah dalam shahihnya. Terdapat di Subulus Salam syarah hadits nomor 1401).

(ABN0703_Abu Dyhwa’82_Gresik)

Jawaban

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dalam haditsnya tersebut berkata bukan memposisikan diri beliau sebagai rakyat. Karena beliau memang penguasa tertinggi. Dan memberi peringatan agar para penguasa merasa takut sebelum mereka berbuat dzalim.

Adapun arahan beliau kepada kaum muslimin dengan posisi mereka sebagai rakyat dan sikap rakyat terhadap penguasa beliau jelaskan dalam hadits beliau yang lain;

«الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ» قلنا: لمن؟ قال: «لله, ولكتابه, ولرسوله, لأئمة المسلمين وعامتهم»

Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR Muslim : 55).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al Barak saat menjelaskan makna hadits ini beliau berkata;

الدُّعاء لهم بالصلاح، هذا مُوجب النصيحة، قال النبيُّ صلى الله عليه وسلم: « الدِّين النصيحة، قلنا: لمن؟ قال: لله، ولكتابه، ولرسوله، ولأئمة المسلمين وعامَّتهم».

والنصيحة أن تدعو لهم بالصلاح، اللهم أصلحهم، اللهم أصلح بطانتهم، اللهم اهدهم صراطك المستقيم، ادعُ لهم لعلَّ الله يُصلح حالهم، لكن جرت عادة الناس أنهم لا يلتزمون بهذا المنهج.. فأهل العلم والإيمان والصلاح والتجرُّد عن الهوى وإيثار الدنيا، يُحبُّون الخير لإخوانهم المسلمين، ولا سيما ولاة الأمر،

“Mendoakan penguasa dengan kebaikan adalah merupakan konsekwensi nasihat kepada mereka. Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan; Agama adalah nasihat. Kami bertanya; Kepada siapa wahai Nabi ?

Beliau berkata; Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, Penguasa kaum muslimin dan kaum muslimin seluruhnya.

Nasehat itu engkau mendoakan mereka dengan kebaikan, ya Allah perbaikilah penguasa, perbaikilah tangan kanan mereka, tunjukilah mereka jalan yang lurus. Doakan mereka barangkali Allah akan memperbaiki mereka.

Akan tetapi manusia kebanyakannya tidak menempuh cara ini, para ahli ilmu, pemilik keimanan dan kebaikan yang bersih dari hawa nafsu dan ambisi dunia mereka menginginkan kebaikan bagi saudara mereka kaum muslimin terutama penguasanya.” (Syarah Aqidah Thahawiyah : 270).

Demikian pulalah yang difahami oleh para ulama salaf dan orang-orang yang meniti manhaj salaf bahwa rakyat tidak boleh mendoakan penguasa kecuali dengan kebaikan. Imam Al-Barbahari berkata :

إذا رأيتَ الرَّجلَ يدعوا على السلطان، فاعلم أنه صاحب هوى، وإذا رأيتَ الرجلَ يدعو للسلطان بالصلاح، فاعلم أنه صاحبُ سُنَّةٍ إن شاء اللهُ تعالى.

يقول فضيل بن عياض: « لو كانت لي دعوة ما جعلتها إلاَّ في السلطان»… قيل له: يا أبا عليٍّ: فسِّر لنا هذا؟.

قال: إذا ج

علتها في نفسي لم تَعْدُني، وإذا جعلتها في السلطان صَلُح، فصَلُحَ بصلاحه العباد والبلاد».

فأُمرنا أن ندعو لهم بالصلاح، ولم نُؤمر أن ندعو عليهم وإن ظلموا وإن جاروا، لأن ظلمهم وجورهم على أنفسهم، وصلاحهم لأنفسهم وللمسلمين

“Apabila engkau melihat seorang lelaki mendoakan keburukan bagi penguasa maka ketahuilah ia adalah seorang pengikut hawa nafsu. Dan apabila engkau melihat seorang lelaki mendoakan kebaikan bagi penguasa maka ketahuilah ia adalah seorang pengikut sunnah insya’Allah.

Fudhail bin Iyadh berkata: Seandainya aku memiliki doa yang mustajab niscaya akan aku peruntukkan kecuali bagi penguasa saja.

Dikatakan : Wahai Abu Ali jelaskan makna perkataan engkau ini. Beliau (Fudhail bin Iyadh) menjawab : Jika doa itu untuk aku sendiri kurang bermanfaat, namun jika aku peruntukkan bagi penguasa, maka ia akan menjadi baik, dan akan baik pula rakyat dan negara dengan kebaikan penguasa.

Maka kita diperintahkan untuk mendoakan penguasa dengan kebaikan dan kita tidak diperintahkan untuk mendoakan keburukan bagi mereka meskipun mereka dzalim dan jahat. Karena kezaliman dan kejahatan mereka untuk diri mereka sendiri namun kebaikan mereka untuk diri mereka dan untuk kaum muslimin.”

(Syarhus Sunnah : 116-117 tahqiq Ar-Radadi).

Dan masih banyak pernyataan kaum salaf serta para ulama yang meniti jejak mereka menjelaskan tentang prinsip ini.

Wallohu A’lam
Wabillahit taufiq

Referensi: https://bimbinganislam.com/mendoakan-keburukan-bagi-penguasa-dzalim/