Pertanyaan
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz, apakah membayar hutang akibat jual beli kredit, termasuk akad yang tidak boleh dilaksanakan di dalam masjid? Kasusnya adalah seseorang membeli barang secara kredit, kemudian pelunasan dilakukan didalam masjid, bagaimana hukumnya? Kemudian apakah halaman masjid yang dibangun diatas tanah wakaf termasuk yang dilarang dilakukan jual beli?
Jazakallah khairan Ustadz
(Adi, Sahabat BIAS)
Jawaban
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in
Tetap tidak dibolehkan membayar transaksi jual beli di masjid, walau konteksnya pelunasan jual beli kredit. Sebab tidaklah dikatakan proses jual beli barang secara kredit itu selesai saat serah terima barang, namun selesainya adalah saat pelunasan pembayaran.
Rumah Allah sejatinya adalah untuk beribadah, sholat, berdzikir, membaca Al – quran, dan lain-lain. Bukan untuk kesibukan dunia yang melalaikan seperti jual beli.
Allah berfirman dalam Surat An-Nur;
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ رِجَالُ لاَّتُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَبَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَآءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَاْلأَبْصَار
“Di rumah-rumah yang di sana Allah telah memerintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, di sana ber-tasbih (menyucikan)-Nya pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hari dan penglihatan menjadi goncang.” [QS An-Nur 36-37]
إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجِلَّ وَتاصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya, masjid-masjid ini hanyalah untuk menegakkan dzikir kepada Alloh ‘Azza wa Jalla, shalat, dan bacaan al-Qur’an.” [HR Muslim 285]
Begitupula hadits yang secara jelas dan tegas melarang transaksi jual beli di masjid, yaitu hadits Abu Huroiroh rodhiallohu ‘anhu:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ فَقُولُوا لَا أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنْشُدُ فِيهِ ضَالَّةً فَقُولُوا لَا رَدَّ اللَّهُ عَلَيْكَ
Dari Abu Huroiroh, bahwa Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika kamu melihat orang yang menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah ‘Alloh tidak menguntungkan perdaganganmu’. Dan jika kamu melihat orang yang mencari barang hilang di dalam masjid, maka katakanlah ‘Alloh tidak mengembalikan kepadamu’. [HR Tirmidzi 1321, Ad Darimi 1365]
Bahkan larangan transaksi tersebut juga berlaku pada teras masjid, bukan hanya di dalam masjid saja. Dalam hadits Abdulloh ibnu ’Umar disebutkan ketika ada yang berjualan didekat masjid, dan ditawarkan pada Beliau sholallohu ‘alaihi wasallam, maka Beliau pun menunjukkan ketidaksukaannya.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَأَى حُلَّةً سِيَرَاءَ عِنْدَ بَابِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ اشْتَرَيْتَ هَذِهِ فَلَبِسْتَهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلِلْوَفْدِ إِذَا قَدِمُوا عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا يَلْبَسُ هَذِهِ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ
Dari Abdulloh bin Umar, bahwa Umar bin Khottob melihat kain sutera (dijual) di dekat pintu masjid, lalu dia berkata: “Wahai, Rosululloh, seandainya engkau membeli ini, lalu engkau memakainya pada hari Jum’at dan untuk (menemui) utusan-utusan jika mereka datang kepadamu”. Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang memakai ini hanyalah orang yang tidak memiliki bagian di akhirat”. [HR Bukhari 886]
Dan berkenaan dengan boleh atau tidaknya transaksi jual beli di masjid yang dibangun diatas tanah wakaf, dalam hal ini kami lebih condong pada tekstual hadits yang telah disampaikan diatas, yaitu terlarang.
Syeikh ‘Utsaimin pernah ditanya tentang sebuah bangunan yang disewakan (bukan wakaf), lalu diperuntukkan untuk mushola, apakah berlaku hukum masjid disana? Maka beliau menjawab:
هذا ليس له حكم المسجد ، هذا مصلى بدليل أنه مملوك للغير وأن مالكه له أن يبيعه ، فهو مصلى وليس مسجدا فلا تثبت له أحكام المسجد
Hukumnya tidak seperti hukum masjid, ini adalah musholla (tempat sholat), dengan argumen bahwa pemiliknya bisa menjual tempat tersebut, maka itu adalah musholla, bukan masjid, dan tidak memiliki ketentuan hukum sebagaimana masjid.
هل يسمح فيه ببيع الكتيبات والإعلانات التجارية ، أم أن ذلك لا يليق حتى بالمصلى ؟
Lalu beliau ditanya, apakah boleh disana dijual kitab-kitab kecil, atau promosi penjualan? Atau tetap tidak boleh meski disebut musholla? Maka beliau pun menjawab:
الجواب :
أرى أنه لا يليق حتى بالمصلى ، لأن هذا يلهي عن ذكر الله ، ويوجب التشويش على من يصلي فيه
Menurutku hal tersebut tetap tidak layak walau disebut musholla, karena (transaksi jual beli) dapat melalaikan dari dzikrulloh, dan juga dapat mengganggu yang sholat (beribadah) disana.
(Soal tanya jawab no 4399 https://islamqa.info/ar/4399)
Karenanya saudaraku, jika di masjid yang bukan tanah wakaf saja tidak layak, apalagi di masjid yang didirikan di tanah wakaf. Maka berlaku keumuman ayat diatas (Surat An-Nur), yakni melalaikan orang dari dzikrulloh.
Syeikh Salim Al-Hilali mengatakan: Jual-beli di masjid adalah haram, sebab masjid adalah pasar akhirat. Termasuk di antara adab-adab di mesjid adalah menyucikannya dari perkara dunia dan apa pun yang tidak ada kaitannya dengan akhirat. (Al-Manahi Asy-Syari’iyyah 1/371)
Wallahu a’lam
Wabillahit taufiq
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Referensi: https://bimbinganislam.com/hukum-jual-beli-di-dalam-masjid/