Pertanyaan:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Saya ingin tanya tentang zakat pertanian dalam hal ini sawah. Zakat yang dibayarkan adalah setiap kali panen, terlebih dahulu dipotong untuk pupuk, traktor dan pembibitan dan lain-lain. Baru kemudian dihitung 2 setengah persennya. Yang saya ingin tanyakan kalau sawahnya itu digadaikan sama orang lain. Selama satu tahun 3 juta rupiah. Kira-kira tiga kali panen. Bagaimana cara membayar zakatnya.? Apakah uang gadai /uang sewa yang saya terima sebanyak 3 juta rupiah itu yang dipotong 2 setengah persen ..atau bagaimana? Mohon jawabannya.. Syukron jazakumullohu khoiron..

جَزَاك اللهُ خَيْرًا

Ditanyakan oleh Sahabat BiAS NO4 G-27

Jawab:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Pertama, ada yang perlu dikoreksi dari cara penghitungan zakat hasil bumi tersebut. yang benar ialah bahwa zakat yang dibayarkan ialah berupa hasil bumi itu sendiri, demikian menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Yang terkena zakat dalam hal ini adalah hasil bumi yang menjadi makanan pokok dan dapat ditakar dan disimpan lama, seperti beras (di indonesia), gandum (di timur tengah), kurma (di timur tengah), jagung (di daerah tertentu), dan kismis. Adapun buah-buahan dan sayuran segar tidak terkena zakat, karena bukan merupakan makanan pokok dan tidak tahan lama.

Waktu pengeluaran zakatnya ialah saat panen. Kadar yang wajib dikeluarkan bukanlah 2,5 persen, namun tergantung sistem pengairannya sebagai berikut:

Jika pengairannya mengandalkan hujan saja dan tanpa biaya, maka zakatnya 10 persen.

Jika pengairannya memerlukan biaya (irigasi, pompa diesel/listrik, dan sebagainya), maka zakatnya 5 persen.

Jika separuh masa tanam mengandalkan hujan, dan sisanya menggunakan biaya, maka zakatnya 7,5 persen.

Jadi, ketika sawah mulai dipanen, maka sebelum dijual berasnya harus ditakar terlebih dahulu. Jika hasilnya mencapai 750 liter (setara dengan 6 kwintal beras), maka barulah wajib terkena zakat sesuai dengan metode pengairannya. Namun jika kurang dari itu, maka tidak terkena zakat. Dan zakat tersebut dikeluarkan berupa hasil panen, bukan berupa uang.

Misal: Hasil panen mencapai 1 ton dan sawahnya diairi menggunakan pompa air, berarti ketika panen harus disisihkan sebanyak 50 kg beras sebagai zakat. Zakat ini hanya boleh dibagikan kepada pihak-pihak yang termasuk dalam 8 golongan yang berhak menerima zakat, sebagaimana dlm surat At Taubah: 60.

Jika sawah tersebut digadaikan atau disewakan ke orang lain dan si pemilik tidak mendapatkan hasil bumi, maka zakatnya tidak menggunakan metode zakat hasil bumi. Namun yang dizakati ialah uang hasil sewanya, tapi dengan syarat bahwa uang tersebut telah mencapai nishab dan melalui 1 haul. Nishab zakat mal acuannya adalah sebagai berikut:

Uang yang nilainya setara dengan harga 85 gram emas 24 karat, atau

Uang yang nilainya setara dengan 595 gram perak.

Memang ada perbedaan sangat besar antara dua acuan tersebut, mengingat jatuhnya nilai perak di zaman kita. Adapun di zaman Rasulullah tidaklah demikian. Jadi, silakan ingin menggunakan acuan emas ataukah perak. Kalau ingin memerhatikan kemaslahatan fakir miskin dan memilih pendapat yang lebih aman/selamat, maka pakailah acuan perak.

Adapun satu haul artinya satu tahun menurut kalender hijriyah (bukan masehi). Karena ada selisih sekitar 10 sampai 11 hari lebih cepat bila dibanding kalender masehi. Cara menghitungnya ialah bila nominal uang tersebut telah mencapai nishab, maka catatlah tanggal berapa ia mulai mencapai nishab (berdasar kalender hijriyah). Misalnya mulai 10 Muharram 1438 ia mencapai nishab, maka bila uang tersebut tetap bertahan tidak berkurang hingga lebih kecil dari nishab sampai tanggal 10 Muharram 1439 H, barulah ia wajib dikeluarkan zakatnya.

Contoh:

Anggap saja harga 1 gram emas murni 24K adalah Rp 600 rb, berarti nishab emas: 85 x 600 rb = Rp 51 jt.

Sedangkan harga 1 gram perak adalah Rp 12 rb, berarti nishab perak: 595 x 12 rb = Rp 7.140.000

Jika mengacu kepada nishab perak, maka sawah yang disewakan senilai 3 juta per tahun tadi tidak terkena zakat, karena nominal sewanya jauh di bawah nishab. Namun jika ia punya 3 patok sawah yang disewakan sekaligus dengan harga masing-masing Rp 3 juta pertahun, maka berarti total uang sewa yang didapatkannya adalah 9 juta, dan ini sudah masuk nishab perak.

Nah, bila uang 9 juta ini dia terima pada tanggal 10 Muharram 1437 H misalnya, maka ia belum terkena kewajiban zakat hingga uang tersebut berumur setahun hijriah penuh, yakni pd tanggal 10 Muharram 1438 H. Akan tetapi dengan syarat bahwa nominalnya tidak berkurang dari nishab perak. Namun jika ternyata uang tersebut sempat terpakai sebagian hingga berkurang mjd 7 juta saja pd tggl 10 Muharram 1438 H, maka dia tidak kena zakat. Namun jika sisanya Rp 7.140.000 atau lebih, maka tetap kena zakat.

Zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 persen dari uang yang tersisa pada akhir tahun tersebut.

Catatan: Boleh baginya mendahulukan pembayaran zakat walau uangnya belum genap berumur setahun, asalkan telah mencapai nishab. Jadi, boleh saja jika uang yang 9 juta tadi langsung dipotong 2,5 persen sebagai zakatnya. Akan tetapi ini tidak wajib dilakukan.

Wallahu a’lam.

Konsultasi Bimbingan Islam

Dijawab oleh Ustadz Dr. Sufyan Baswedan Lc MA

Referensi: https://bimbinganislam.com/zakat-pertanian-dari-lahan/