Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Afwan Ustadz, izin bertanya…
Orang tua Ana nasrani, Walhamdulillaah Ana mendapatkan Hidayah Islam dan iman… Namun Ana hijrah seorang diri dengan segala ancaman, diusir, dipenjarakan dan siksaan bathin lainnya. Dan sampai saat ini Ana masih diminta kembali ke agama mereka…

Ustadz, bila orang tua ana sakit atau meninggal apa yang harus Ana lakukan sebagai seorang anak…? Yang mana Ana takut untuk mengunjungi sekalipun orang tua sendiri, Ana takut disakiti dan dipaksa ikuti ritual pengobatan dan pemakaman yang penuh kesyirikan. Bila Ana menentang yang terjadi hanyalah pertengkaran diantara Ana engan saudara-saudara Ana… Mohon nasehatnya, Ustadz, karena Ana sangat lemah ilmu dan iman …

Jazaakallahu khayran sebelumnya.

Wa’alaikum salaam warohmatullohi wabarokaatuh,
Bismillah

Semoga saudari diberikan kesabaran dan kekuatan untuk tetap berada dijalan yang Alloh ridhoi. Berkaitan dengan muamalah atau interaksi dengan nonmuslim, yang terlarang bagi kita adalah loyalitas. Sementara hal yang dianjurkan adalah berbuat baik.

Sikap semacam ini diajarkan dan dianjurkan dalam Islam. Kaum muslimin, siapapun dia, disyariatkan untuk berbuat baik terhadap semuanya, bahkan kepada orang nonmuslim atau kafir sekalipun. Sebagaimana yang Allah firmankan,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِين

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Dan jika nonmuslim itu orangtua saudari maka berbakti kepadanya tetap menjadi kewajiban saudari. Cukuplah kisah Sa’ad bin Abi Waqqas Rodhiyallohu ‘anhu dan ibunya menjadi pelajaran bagi saudari dan kita semua.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Diceritakan bahwa Ummu Sa’ad bersumpah tidak akan berbicara kepada anaknya dan tidak mau makan dan minum karena menginginkan Sa’ad murtad dari ajaran Islam. Ummu Sa’ad mengetahui bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyuruh seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Bahkan Ibunya berkata, “Aku tahu Alloh menyuruhmu berbuat baik kepada ibumu dan aku menyuruhmu untuk keluar dari ajaran Islam ini”. Yang kemudian diikuti ancaman tidak makan minum selama tiga hari. Bahkan tetap memerintahkan Sa’ad untuk kufur, sampai-sampai sebagai seorang anak Sa’ad tidak tega dan merasa iba kepada ibunya. Berkaitan dengan kisah Sa’ad ini Alloh Subhanahu wa Ta’ala menurunkan wahyu seperti yang terdapat pada surat Al-Ankabut ayat 8 .

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan Kami berwasiat kepada manusia agar berbakti kepada orang tuanya dengan baik, dan apabila keduanya memaksa untuk menyekutukan Aku yang kamu tidak ada ilmu, maka janganlah taat kepada keduanya”

Sedangkan wahyu yang kedua dalam surat Luqman ayat 15.

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan apabila keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan apa-apa yang tidak ada ilmu padanya, jangan taati keduanya dan bergaul lah dalam kehidupan dunia dengan perbuatan yang ma’ruf (baik) dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa-apa yang telah kamu kerjakan”.

Dengan turunnya ayat ini membuat Sa’ad semakin bertambah mantap keyakinannya, yang akhirnya Sa’ad berhasil membuka mulut ibunya dan memaksa ibunya untuk makan. Dengan demikian Sa’ad tidak berbuat kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan juga bisa berbuat baik kepada ibunya. (disarikan secara makna dari hadits yang diriwayatkan Imam Muslim no: 1748)

Para Ulama mengambil dalil dari kisah ini tentang wajibnya berbakti dan bersilaturahmi kepada kedua orang tua meskipun keduanya masih kafir. Kafir yang dimaksud pada permasalahan ini bukan kafir harbi (kafir yang menentang dan memerangi Islam).
Dari kisah diatas bisa kita simpulkan bahwa bakti ke orangtua nonmuslim adalah dengan tetap menyambung silaturrohim dan berbuat baik padanya, bukan memutus atau membatasi diri kita dengannya, karena sejatinya takut begini dan takut begitu hanyalah cara syaitan untuk membuat kita jauh dari orangtua, dan membuat buruk pandangan orangtua pada kita, sebab kita tak lagi mesra atau dekat dengan mereka

Belum lagi jika saudari ingin mendakwahkan Islam ke mereka (keluarga/orangtua), dan ini hukumnya fardhu kifayah, artinya jika sebagian sudah mendakwahi mereka maka yang lain gugur kewajibannya. Karena mendakwahi mereka berarti telah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Hal ini bisa dilakukan dengan menjenguk mereka ketika sakit, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam ketika menjenguk anak kecil yang beragama Yahudi untuk diajak masuk Islam. Akhirnya ia pun masuk Islam.
Dari Anas bin Malik –rodhiyallohu ‘anhu-, ia berkata, “Dulu pernah ada seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi pada Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, lalu suatu saat ia sakit. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam lantas menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, lalu beliau mengatakan, “Masuklah Islam.” Kemudian anak kecil itu melihat ayahnya yang berada di sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, “Taatilah Abal Qosim (yaitu Rosululloh) –shollallohu ‘alaihi wasallam-”. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam keluar dari rumahnya dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari siksa neraka.” (HR Bukhari no. 1356)

Oleh karena itu, datangilah orangtua saudari.. Datanglah dengan tatapan rindu, penuh akhlaq, dan bawakan mereka buah tangan. Pertebal telinga dan kesabaran saudari menghadapi mereka. Karena sejatinya berbuat baik padanya tetap akan memperberat timbangan kebaikan saudari, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda;

فِى كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ

“Berbuat baik pada siapa saja yang hidup (jantungnya basah/berdetak) akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR Bukhari no. 2466 dan Muslim no. 2244)

Sekali lagi, datangilah mereka saudariku, selagi mereka masih hidup.
Pun jika sudah meninggal, datangi dan urus jenazahnya, tak masalah menguburkan atau bertakziah kepada nonmuslim, terlebih lagi jika orangtuanya. Sebagaimana Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam memerintahkan sahabat ‘Ali bin Abi Tholib –rodhiyallohu ‘anhu- tatkala bapaknya meninggal,

اذْهَبْ فَوَارِ أَبَاكَ

“Segera kuburkan bapakmu.” (HR. Abu Daud 3214 dan Nasai 2006).

Imam Nawawi dalam Raudhatu At Thalibin 2/145 juga mengatakan ;

ويجوز للمسلم أن يعزي الذمي بقريبه الذمي، فيقول أخلف الله عليك ولا نقص عددك

“Boleh bagi seorang Muslim bertakziyah kepada orang kafir dzimmi tetangga dekatnya, maka yang dia ucapkan adalah ; “Semoga Alloh mengganti untukmu serta tidak berkurang jumlahmu”.”

Syaikh Al Albani pun tatkala di tanya tentang hukum bertakziyah pada orang kafir dzimmi, beliau mengatakan ; “Ya, Boleh” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Muyassaroh 4/185).
Wallohu A’lam
Wabillahit Taufiq

Konsultasi Bimbingan Islam

Ustadz Rosyid Abu Rosyidah

Referensi: https://bimbinganislam.com/bersikap-pada-keluarga-dan-orangtua-nonmuslim-yang-telah-berusia-lanjut/