Pertanyaan

بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Ana ingin bertanya perihal Tanya Jawab pajak kemarin, bukannya pajak itu pungutan atas jasa?
Misal pemakaian listrik
lalu kita pakai listriknya, masak kita tidak bayar?
Kalau mungkin pajak rumah atau barang yang sudah dibeli ana setuju saja.

Tapi kita kan hidup di Indonesia semua harus bayar pajak
Bahkan yang tidak sakit aja di suruh bayar BPJS.
Kalau tidak urus, semua administrasi negara tidak bisa urus.

Lalu kalau di sandarkan bahwa itu haram, terus gimana harus mengaplikasikannya?

Terus kalau seumpama teman-teman pajak muslim semua pada resign karena haram jadi pegawainya, nanti malah instansinya dikuasai non muslim. Terus kebijakannya malah tidak menguntungkan muslim bisa-bisa. Itu bagaimana?

(Fulanah, Sahabat BiAS T06 G-51)

Jawaban

Wa’alaikumussalam warahmatulah wabarakatuh

Kami kurang sepakat kalau beli listrik disebut pajak, apalagi sekarang listrik sudah pakai pulsa, jadi kita beli listrik sebagaimana kita beli pulsa. Yang seperti ini tidak disebut pajak, tapi jual beli.

Pajak yang haram hukumnya adalah pungutan atas kepemilikan sesuatu, kita punya motor, sudah bayar sudah beli, tapi tiap tahun kita dipungut, ini namanya pajak. Kita punya rumah, punya tanah, sudah lunas kita beli, tetapi masih dipungut rutin, ini namanya pajak.

Pajak memang haram hukumnya dalam syariat Islam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang pajak ini :

فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya seorang PEMUNGUT PAJAK bertaubat sebagaimana taubatnya wanita itu, niscaya dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim : 1695, dan Abu Daud : 4442. dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah hal : 715-716).

Imam Nawawi mengatakan : “Bahwasanya pajak termasuk seburuk-buruk kemaksiatan dan termasuk dosa yang membinasakan (pelakunya), hal ini lantaran dia akan dituntut oleh manusia dengan tuntutan yang banyak sekali di akhirat kelak.” (Syarah Shahih Muslim : 10/202 oleh Imam Nawawi).

Ini yang Nabi kita katakan, dan ini datanya, ini pula yang kami yakini. Dan kami ditanya tentang masalah ini, maka kami menjawabnya sesuai keterangan dalil yang ada. Masalah ada orang tidak mau menerima dalil ini, tidak setuju, kami tidak hendak memaksakan kehendak.

Kewajiban kita semua selaku umat Islam adalah menjelaskan dengan santun, sebisanya. Setelah itu sudah gugur kewajiban kita insya’Allah.

Masalah prediksi-prediksi akal kita, kita selaku hamba Allah, manusia yang lemah, kewajiban kita menerima perintah Allah, dan meyakini itulah yang terbaik yang Allah peruntukkan bagi kita.

Allah lebih mengetahui dari pada kita tentang hal mana yang terbaik bagi kita. Dan Allah berjanji di dalam Al-Qur’an akan memberikan jalan terbaik bagi orang-orang yang bertaqwa. Apa itu taqwa?, menjalankan semua perintah-Nya, menjauhi laranga-Nya.

Kemudian jika kita mau main akal-akalan juga, kita bisa saja mengatakan : Banyak sekali teman-teman yang dulu belum faham, setelah faham mereka keluar dari instansi pajak dan keadaan masih sama saja. Banyak pula dulu suatu dinasti tidak memungut pajak dan mereka tetap jaya.

Dulu TV ada pajaknya, tapi lama-lama sekarang tidak ada pajak TV. Bahkan waktu saya kecil sepeda kayuh itu ada pajaknya, demi Allah saya mengetauinya, tetapi sekarang tidak ada. Dan keadaan tetap aman-aman saja.

Maka pajak itu bukan faktor satu-satunya yang menentukan stabilitas perekonomian suatu negara, tidak pula menentukan stabilitas perekonomian orang Islam, bahkan Allah ta’ala berfirman :

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf : 96)

Kita hanya perlu sedikit berbaik sangka terhadap Allah ta’ala dan sedikit berbaik sangka terhadap syariat Allah ta’ala, kita meyakininya sebagai sebuah tatanan terbaik yang pernah ada di muka bumi ini.

Ini tentang hukum pajak, adapun tentang hukum membayar pajak sudah kami sampaikan pada kesempatan yang lalu bahwa kita membayar pajak dalam rangka menolak kemadharatan yang menimpa kita jika kita tidak membayar pajak. Dan kita bersabar atas pungutan tersebut sembari terus berdoa agar Allah memberikan jalan keluar terbaik bagi kaum muslimin dan negeri yang kita cintai ini.

Wallahu a’lam

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله

Referensi: https://bimbinganislam.com/pengaplikasian-hukum-pajak-di-indonesia/