Pertanyaan :
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Semoga ustadz dan keluarga selalu dalam lindungan dan rahmat Allah Ta’ala, Aamiin yaa Robbal alamiin.
Ustadz izin bertanya. Bagaimana hukumnya minta didoakan oleh orang lain, misalkan orang tua?
Jazaakallaahu khairan ustadz.
(Disampaikan oleh Sahabat BiAS T09)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.
Boleh. Dan secara umum kita memang diperintahkan untuk “saling mendoakan”. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran :
{وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ}
“Dan mintalah ampun terhadap dosamu dan terhadap dosa orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan”
(QS Muhammad 19).
Mendoakan orang lain itu termasuk perkara yang mulia, sampai-sampai digambarkan memiliki ganjaran yang luar biasa, yakni didoakan oleh malaikat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Do’a seorang muslim kepada saudaranya dari kejauhan (ketika saudaranya tidak mengetahui) adalah do’a yang mustajab. Di sisinya ada malaikat yang diutus, ketika dia berdo’a kebaikan untuk saudaranya, malaikat tersebut berkata : Aamiin, engkau akan mendapatkan seperti yang engkau doakan”
(HR Muslim 2733).
Dan Imam An-Nawawi ketika menjelaskan hadits diatas juga menukilkan perkataan Al-Qodhi ‘Iyadh. Beliau rahimahullah berkata:
“Jika generasi salaf hendak berdo’a untuk dirinya sendiri, mereka juga berdo’a untuk saudaranya sesama muslim dengan do’a tersebut. Karena do’a tersebut adalah do’a yang mustajab. Dan dia pun akan mendapatkan apa yang didapatkan oleh saudaranya sesama muslim”
(Syarh Shohih Muslim Imam An-Nawawi 17/49)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah mencontohkan, yakni mendoakan sahabat ketika diminta untuk mendoakannya. Hal ini diceritakan oleh Yazid bin Al-Aswad Al-Amiri rodhiallohu ‘anhu :
حَجَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ قَالَ فَصَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ أَوْ الْفَجْرِ قَالَ ثُمَّ انْحَرَفَ جَالِسًا أَوْ اسْتَقْبَلَ النَّاسَ بِوَجْهِهِ فَإِذَا هُوَ بِرَجُلَيْنِ مِنْ وَرَاءِ النَّاسِ لَمْ يُصَلِّيَا مَعَ النَّاسِ فَقَالَ ائْتُونِي بِهَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ قَالَ فَأُتِيَ بِهِمَا تَرْعَدُ فَرَائِصُهُمَا فَقَالَ مَا مَنَعَكُمَا أَنْ تُصَلِّيَا مَعَ النَّاسِ قَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا قَدْ كُنَّا صَلَّيْنَا فِي الرِّحَالِ قَالَ فَلَا تَفْعَلَا إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فِي رَحْلِهِ ثُمَّ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ مَعَ الْإِمَامِ فَلْيُصَلِّهَا مَعَهُ فَإِنَّهَا لَهُ نَافِلَةٌ قَالَ فَقَالَ أَحَدُهُمَا اسْتَغْفِرْ لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَاسْتَغْفَرَ لَهُ
“Kami menunaikan haji wada’ bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat subuh bersama kami. Kemudian ketika beliau memalingkan muka atau duduk menghadap jama’ah, tiba-tiba beliau melihat dua laki-laki di belakang jama’ah belum melaksanakan shalat. Maka pun beliau berkata : “Datangkanlah dua orang laki-laki ini kehadapanku.” Yazid bin Aswad berkata : “Lalu didatangkanlah dua orang itu, sementara kedua bahu mereka gemetaran karena ketakutan. Rasulullah lalu bertanya: “Apa yang menghalangi kalian untuk shalat bersama jama’ah?” Kedua laki-laki itu menjawab : “Wahai Rasulullah, kami telah menunaikan shalat saat dalam perjalanan” Beliau bersabda : “Janganlah kamu berbuat seperti itu. Jika salah seorang dari kalian telah menunaikan shalat di rumah, lalu mendapati sedang shalat bersama Imam, maka hendaklah ia ikut shalat bersama Imam. Karena shalat tersebut merupakan Nafilah baginya.” Yazid bin Aswad berkata : “Maka keduanya pun berkata, “Wahai Rasulullah, mintakanlah ampunan bagi kami.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian memintakan ampunan baginya”.
(HR Ahmad 16831)
Namun catatannya, hendaklah orang yang kita minta untuk mendoakan adalah orang baik atau orang sholih yang masih hidup, bukan yang sudah meninggal. Dan inilah yang disebut Tawassul Bissholihiin. Tawassul dengan orang-orang sholih (Taat) yang masih hidup. Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan juga memerintahkan para sahabat untuk bertawassul dengan orang yang sholih dari kalangan Tabi’in :
إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ
“Sebaik-baik tabi’in, adalah seorang laki-laki yang biasa dipanggil Uwais, dia memiliki ibu, dan dulu dia memiliki penyakit belang di tubuhnya. Carilah ia, dan mintalah kepadanya agar memohonkan ampun untuk kalian”.
(HR Muslim 4612)
Wallahu A’lam,
Wabillahittaufiq.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Referensi: https://bimbinganislam.com/penjelasan-mengenai-tawassul-dengan-orang-sholeh/