Pertanyaan:
بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته
Ustadz, afwan ana mau tanya bagaimana hukum zina?
Kemudian jika dia sudah beristri atau bersuami tidak dilakukan hukum rajam?
Apakah dosa-dosa seperti itu bisa diampuni Alloh?
Lalu apakah akan ada dampak bagi anak keturunannya?
Mohon nasehat nya ustadz.
Syukran.
Jazakallah khoir.
(Penanya : Sahabat BiAS T05 G 51)
Jawaban:
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.
Terbalik, justru pezina yang dirajam itu adalah yang sudah bersuami atau beristri. Adapun pezina yang belum menikah, maka ia didera sebanyak seratus kali dan diasingkan selama setahun.
Dampak bagi anak keturunannya jelas ada, bahkan kepada masyarakat sekitar juga ada.
Dosa zina ini dosa yang sangat mengerikan, simak ulasan ringkas sebagai berikut :
Di antara bentuk pengkhianatan terbesar seorang istri pada suaminya adalah ketika ia merusak kasur suaminya dengan zina, ia mencampur air maninya dengan air mani lelaki lain yang najis lagi hina.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata :
الزِنى من المرأة أقبحُ منه بالرجل ، لأنها تزيد على هتكِ حقِّ الله : إفسادَ فراشِ بعلها ، وتعليقَ نسبٍ من غيره عليه ، وفضيحةَ أهلها وأقاربها ، والجناية على محض حق الزوج ، وخيانته فيه ، وإسقاط حرمته عند الناس
“Zina yang dilakukan oleh wanita itu lebih keji daripada yang dilakukan oleh lelaki. Karena ia merusak hak-hak Allah, merusak kasur suaminya, mencemarkan nasab dengan selain suaminya, mempermalukan nama baik keluarga dan kerabat, perbuatan jahat kepada suami mengkhianatinya serta menjatuhkan kehormatan suami di mata manusia.” (Zadul Ma’ad : 5/377).
Demikian buruk akibat dari perbuatan zina, demi Allah teramat sangat buruk, ia bisa menghancurkan tatanan rumah tangga, menghancurkan hubungan baik antar dua keluarga besar, bahkan bisa merusak sendi-sendi kebaikan dalam satu tatanan masyarakat. Tak jarang ia mengundang turunnya azab Allah yang membinasakan banyak manusia.
Belum lagi rusaknya nasab seseorang, pengkhianatan pada suami dan seterusnya, terlalu amat panjang jika dirunut satu demi satu.
Stress, bingung, tidak tenang, merasa berdosa adalah bagian kecil dari sekian efek buruk perbuatan keji tersebut. Apakah kita mengira setelah melakukan kekejian tersebut kita akan terbebas dari rasa itu ?
Tidak, ia merupakan hukuman dari Allah untuk kita ketika kita berani melanggar batasan-batasan Allah Ta’ala.
Tidak banyak yang bisa saya katakan, karena nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi dan penyesalan selalu saja terjadi di akhir. Ini jika kita berbicara mengenai hak manusia yang dirusak, adapun Allah Ta’ala Dzat yang paling berjasa kepada kita tetap membuka pintu maaf itu.
Selama kita ikhlas bertaubat, berjanji tidak akan mengulangi serta menjauhi segala hal yang bisa mengundang datangnya zina, menutup diri dari para lelaki yang bukan mahram. Allah masih menyayangi kita selama kita memiliki keinginan berubah, Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (54)
“Katakanlah ‘Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).’” (QS. Az-Zumar : 53-54).
Adapun hak suami yang dirusak, maka ini murni wewenang suami, tak ada celah bagi kami untuk turut campur dalam masalah ini. Seandainya suami tidak ridha dan berniat menceraikan maka itu hak suami, wewenang suami yang dijaga dan dibolehkan oleh syariat.
Namun jika si istri bertaubat dengan taubatan nasuha dan suami mau menerima apa adanya, memaafkannya, mempertahankannya demi kebaikan anak-anaknya, maka ini adalah sifat yang baik lagi terpuji.
Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata :
العفو المندوب إليه ما كان فيه إصلاح ؛ لقوله تعالى : {فمن عفا وأصلح فأجره على الله} [الشورى: 40] ؛ فإذا كان في العفو إصلاح ، مثل أن يكون القاتل معروفاً بالصلاح ؛ ولكن بدرت منه هذه البادرة النادرة ؛ ونعلم ، أو يغلب على ظننا ، أنا إذا عفونا عنه استقام ، وصلحت حاله ، فالعفو أفضل ، لا سيما إن كان له ذرية ضعفاء ، ونحو ذلك ؛ وإذا علمنا أن القاتل معروف بالشر والفساد ، وإن عفونا عنه لا يزيده إلا فساداً وإفساداً : فترك العفو عنه أولى ؛ بل قد يجب ترك العفو عنه
“Memaafkan itu sangat dianjurkan terutama jika bisa mewujudkan kebaikan berdasarkan firman Allah Ta’ala ;
“Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya di sisi Allah.” (QS Asy-Syuro : 40).
Jika memaafkan bisa mewujudkan kebaikan seperti misalnya si pembunuh terkenal dengan keshalihannya namun ia melakukan ketergesaan yang langka.
Jika kita tahu setelah kita maafkan ia akan beristiqamah dan akan semakin baik keadaannya, maka memaafkan dia dalam hal ini lebih utama terutama jika ia (si pembunuh) memiliki anak-anak yang lemah dll.
Namun jika kita mengetahui si pembunuh ini orang yang berbuat kerusakan dan jika kita maafkan akan semakin bertambah kerusakan serta kejahatannya, maka tidak memaafkan dia adalah lebih utama atau bahkan wajib untuk tidak memaafkannya.” (Tafsir Al-Qur’an : 4/247).
Demikian yang bisa kami tuliskan dan kami turut berdoa agar Allah Ta’ala memberikan jalan terbaik bagi keluarga beliau. Apapun hasil dan kelanjutan dari kisah ini, penanya wajib bertaubat dan menjauhi segala hal yang bisa mengantarkannnya kepada keburukan.
Menjaga shalat lima waktu, tekun menuntut ilmu agama serta bergaul dengan wanita-wanita yang shalih. Menjaga anak hasil zinanya dengan baik, menyayanginya, mendidiknya dengan tauhid dengan ilmu agama, membiasakannya dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, yang Islami dan menjauhkannya dari keburukan dari syirik dan bi’dah dan akhlak tercela.
• Sumber ( dari pertanyaan yang semisal ) : http://bimbinganislam.com/cara-bertaubat-dari-dosa-zina/
Adapun dampak buruk yang menimpa anak keturunan adalah jika kita tidak berhati-hati mendidik mereka seringkali anak mengikuti jejak orang tuanya menjadi pelaku zina naudzubillah min dzalik.
Di antara dampak buruk lainnya adalah ayah zina tidak berhak menjadi wali bagi anak hasil zinanya karena ia tidak diakui sebagai ayah menurut sudut pandang syariat agama Islam.
• (ed~ )Sebagai tambahan jawaban atas pertanyaan yang sama, pada link : http://bimbinganislam.com/ayah-sebagai-wali-anak-perempuan-hasil-zinanya/
Wallohu A’lam
Wabillahit Taufiq.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Abul Aswad Al Bayati فظه الله
Sumber: https://bimbinganislam.com/hukum-rajam-bagi-pezinah/