Pertanyaan :
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz, ana ingin bertanya terkait dibolehkannya shalat tarawih 4 raka’at – 4 raka’at – 3 raka’at (witir).
Apakah dalam pelaksanaannya 4 raka’at tersebut dikerjakan tanpa duduk tahiyat awal, atau tetap ada tahiyat awal seperti gerakan sholat wajib ?
Mohon penjelasannya ustadz.
جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.
(Disampaikan oleh Fulan, Sahabat BiAS)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in
Yang pertama shalat tarawih empat raka’at dengan sekali salam tidak disyariatkan, bahkan madzhab Syafi’i menyatakan batalnya shalat jika dilakukan dengan tata cara seperti itu.
Imam Asy-Syarbini menyatakan :
لو صلى أربعاً بتسليمة لم تصح؛ لأنه خلاف المشروع
“Jika seseorang shalat empat raka’at dengan satu salam maka tidak sah dan menyelisihi syariat.”
(Mughnil Muhtaj : 3/159)
Dan sebagian ulama yang lain menyatakan makruhnya perbuatan tersebut, Imam Al-‘Adawi menyatakan :
يُسَلِّم من كل ركعتين، أي يندب، ويُكره تأخير السلام بعد كل أربع
“Dan mengucapkan salam setiap dua raka’at, maksudnya disunnahkan, serta makruh mengakhirkan salam sampai setelah berlalunya empat raka’at.”
(Hasyiyah Al-Adawi : 3/442)
Imam Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz tatkala menjelaskan sisi kekeliruan praktek shalat tarawih seperti ini beliau berkata :
هذا العمل غير مشروع، بل مكروه أو محرم عند أكثر أهل العلم؟ لقول النبي ﷺ: صلاة الليل مثنى مثنى متفق على صحته من حديث ابن عمر رضي الله عنهما، ولما ثبت عن عائشة رضي الله عنها قالت: كان النبي ﷺ يصلي من الليل إحدى عشرة ركعة يسلم من كل اثنتين ويوتر بواحدة[1] متفق على صحته، والأحاديث في هذا المعنى كثيرة.
وأما حديث عائشة المشهور: أن النبي ﷺ كان يصلي من الليل أربعا، فلا تسأل عن حسنهن وطولهن، ثم يصلي أربعا، فلا تسأل عن حسنهن وطولهن[2] الحديث متفق عليه، فمرادها أنه يسلم من كل اثنتين، وليس مرادها أنه يسرد الأربع بسلام واحد لحديثها السابق، ولما ثبت عنه ﷺ من قوله: صلاة الليل مثنى مثنى، كما تقدم، والأحاديث يصدق بعضها بعضا ويفسر بعضها بعضًا، فالواجب على المسلم أن يأخذ بها كلها، وأن يفسر المجمل بالمبين. والله ولي التوفيق[3].
“Perbuatan ini tidak disyariatkan, bahkan ia sesuatu yang makruh atau bahkan haram menurut mayoritas para ulama’. Berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam : Shalat malam itu dua, dua. Riwayat Bukhari Muslim dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma.
Dan berdasarkan riwayat Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata ; Bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat sebelas rakaat dan salam setiap dua raka’at kemudian berwitir satu.”
(HR Muslim : 736).
Hadits ini disepakati keshahihannya, dan hadits dengan makna seperti ini banyak sekali jumlahnya.
Adapun hadits Aisyah yang masyhur ; Bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam empat, jangan ditanya baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat lagi empat jangan ditanya baik dan panjangnya.
(HR Bukhari : 1147, Muslim : 738).
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, adapun maknanya beliau shalat dan mengucapkan salam setiap dua raka’at. Dan maknanya bukan shalat empat raka’at sekaligus dengan satu salam berdasarkan hadits-hadits yang telah berlalu. Dan juga berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam : Shalat malam itu dua-dua. sebagaimana telah berlalu.
Dan hadits itu saling menjelaskan satu sama lain, saling menafsirkan satu sama lain. Maka wajib bagi setiap muslim untuk mengambil seluruh hadits dan mengembalikan yang global kepada yang rinci. Allāh saja Dzat yang memberikan taufik.”
(Fatawa Syaikh Bin Baz no. 20343).
Jadi tatkala kita menjadi imam, hendaknya kita mengikuti dalil dalam pelaksanaan shalat tersebut. Kalaupun kita berposisi sebagai makmum, maka minimalnya ada ulama yang menyatakan makruhnya perbutaan tersebut dan semoga kita tidak ikut menanggung kesalahannya, selama sudah ada nasehat serta penjelasan santun dan ilmiyyah yang disampaikan.
Wallahu a’lam
Wabillahit taufiq
Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati, حفظه الله تعالى
Referensi: https://bimbinganislam.com/tata-cara-shalat-tarawih-4-4-3/