Pertanyaan :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته, Semoga Ustadz, keluarga dan semua kaum muslimin senantiasa berada dalam lindungan dan rahmat Allāh Ta’āla, Aamiin. Izin menyampaikan pertanyaan dari sahabat bias Ustadz. Bagaimana hukumnya menjadi driver shoope food atau go-food Ustadz? (yg menjadi driver suaminya). Dalam masa pandemi seperti sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Mohon penjelasannya Ustadz. Syukron wa Jazaakallāhu khayran

(Sahabat Bias G9-T017)

 

Jawaban :
وعليكم السلام ورحمة الله
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ustadz di indonesia tentang boleh atau tidaknya bertransaksi menggunakan aplikasi go-food, shopee food atau grab food, sebagian ustadz melarang karena di transaksi tersebut mengandung riba, yakni si driver memberi talangan uang/hutang terlebih dahulu kepada konsumen untuk membeli barang, lantas dengan talangan tersebut si driver mendapat mafaat pemesanan dan ongkir dari pihak konsumen, yang demikian terlarang karena ada kaidah:

كل قرض جر نفعا فهو الربا

“setiap pinjaman yang menarik kemanfaatan, maka kemanfaatan itu adalah riba”.

Juga karena ada hadist larangan menggabungkan antara pinjaman dan jual beli, Nabi bersabda:

لا يحل سلف وبيع

“Tidak boleh menggabungkan antara hutang dengan jual beli”

Dalam kasus go-food dan transaksi semisal, hutang dari pihak driver ke konsumen, jual belinya adalah jasa driver kepada konsumen, jual beli jasa. Ini pendapat yang pertama, pendapat yang kedua dari para ustadz adalah bahwa go-food itu boleh, alasannya adalah bahwa benar memang driver itu memberi pinjaman pada konsumen (talangan), tapi sejatinya talangan tersebut bukanlah maksud utama dan tujuan utama dalam transaksi, tujuan utama adalah beli jasa untuk membelikan makanan.

Taruhlah disitu ada manfaat yang dihasilkan karena sebab hutang, maka manfaat yang terhitung riba itu bisa dimaafkan, karena dia bukan tujuan utamanya berhutang, tujuan utamanya adalah akad jual beli jasa. Ada kaidah fiqih:

يغتفر تبعا ما لا يغتفر استقلالا

“Sesuatu dimaafkan ketika dia hanya mengikuti saja, dimana ketika berdiri sendiri maka tidak boleh”

Adanya manfaat karena talangan dari driver itu adalah sesuatu yang mengikuti/mengekor, bukan tujuan utamanya ambil manfaat dari hutang, tujuan utamanya adalah akad jual beli jasa. Berbeda kalau tujuan utamanya berhutang dan kemudian baru ada manfaat, maka ini terhitung riba yang tidak termaafkan.

Alasan kedua kenapa boleh, karena hadist “tidak boleh menggabungkan antara hutang dengan jual beli”, hadist ini sebagai saddu dzariah, atau sebagai larangan agar menutup segala celah yang akan mengantarkan pada perkara haram, yaitu riba. Nah, dalam kaidah fiqih, dikatakan jika ada sesuatu perkara yang dilarang karena saddu dzariah, terkadang dibolehkan jika memang ada kebutuhan mendesak dan maslahat besar jika dilakukan. Dalam kaidah dikatakan:

ما حرم سدا للذريعة أبيح للحاجة

“Sesuatu yang diharamkan karena saddu dzariah, terkadang dibolehkan jika ada kebutuhan/maslahat”.

Melihat perempuan non mahram tanpa kebutuhan yang diperkenankan syariat hukumnya haram, dan menjadi boleh melihatnya jika hendak mengkhitbah, melakukan nadzor karena ada kebutuhan atau maslahat untuk menikahinya. Demikian halnya masalah transaksi go-food, shopee food atau grabfood, ada maslahat besar dibalik transaksi tersebut, apalagi dimasa pandemi sekarang, dimana hal tersebut bisa meminimalisir agar orang-orang mengurangi intensitas keluar rumah, yang dengannya bisa memiliki peran untuk menekan angka penularan virus.

Disisi lain juga menjadikan banyak orang mendapat mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang mana banyak dari mereka terpuruk secara ekonomi karena kondisi pandemi seperti sekarang. Jadi, untuk kami pribadi lebih condoong kepada pendapat yang membolehkan, ketika itu boleh, maka tidak ada masalah anda menjadi driver untuk aplikasi tersebut. wallahu a’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله

 

sumber: https://bimbinganislam.com/hukum-driver-go-food/