Tulisan akan menjelaskan enam kiat bagaimana harta bisa berkah di akhir Ramadhan, semoga semakin memberkahi harta kita.
Pertama: Ada nafkah, zakat, dan sedekah sunnah
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al-Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari, no. 73 dan Muslim, no. 816)
Ketika menjelaskan hadits di atas, Ibnu Baththal rahimahullah menjelaskan:
Sebagian ulama menyebutkan bahwa pengeluaran harta dalam kebaikan dibagi menjadi tiga:
Pertama: Pengeluaran untuk kepentingan pribadi, keluarga dan orang yang wajib dinafkahi dengan bersikap sederhana, tidak bersifat pelit dan boros. … Nafkah seperti ini lebih afdhol dari sedekah biasa dan bentuk pengeluaran harata lainnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari).
Kedua: Penunaian zakat dan hak Allah. Ada ulama yang menyatakan bahwa siapa saja yang menunaikan zakat, maka telah terlepas darinya sifat pelit.
Ketiga: Sedekah tathowwu’ (sunnah) seperti nafkah untuk menyambung hubungan dengan kerabat yang jauh dan teman dekat, termasuk pula memberi makan pada mereka yang kelaparan.
Setelah merinci demikian, Ibnu Baththal lantas menjelaskan, “Barangsiapa yang menyalurkan harta untuk tiga jalan di atas, maka ia berarti tidak menyia-nyiakan harta dan telah menyalurkannya tepat sasaran, juga boleh orang seperti ini didengki (bersaing dengannya dalam hal kebaikan).” (Lihat Syarh Bukhari, Ibnu Baththal, 5:454, Asy-Syamilah).
Kedua: Keutamaan memberi nafkah pada keluarga
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anju, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar.” (HR. Muslim, no. 995).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفً
“Tidaklah para hamba berpagi hari di dalamnya melainkan ada dua malaikat yang turun, salah satunya berkata, “Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang senang berinfak.” Yang lain mengatakan, “Ya Allah, berilah kebangkrutan kepada orang yang pelit.” (HR. Bukhari, no. 1442 dan Muslim, no. 1010). Seseorang yang memberi nafkah untuk keluarganya termasuk berinfak sehingga termasuk dalam keutamaan hadits ini.
Orang tua itu diberikan nafkah, jika ….
Al-Qadhi Abu Syuja rahimahullah telah membahas tentang masalah nafkah untuk kerabat. Beliau rahimahullah menyebutkan hal ini dalam kitab fikih dasar madzhab Syafi’i, Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib.
Abu Syuja’ menyatakan bahwa nafkah untuk kedua orang tua dan anak-anak itu wajib.
Nafkah anak untuk kedua orang tua dihukumi wajib ketika memenuhi dua syarat:
Miskin dan tidak kuat dalam mencari nafkah, atau
Miskin dan gila (hilang ingatan)
Nafkah seseorang pada anak-anaknya dihukumi wajib ketika memenuhi tiga syarat:
Miskin dan masih kecil (belum baligh), atau
Miskin dan belum kuat untuk bekerja, atau
Miskin dan gila (hilang ingatan)
Disebutkan oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, dasar wajibnya nafkah untuk orang tua dan anak adalah dalil Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijmak (kesepatan para ulama).
Dalil dari Al-Qur’an,
فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. Ath-Thalaq: 6)
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf.” (QS. Al-Baqarah: 233)
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra’: 23)
Ketiga: Keutamaan bayar zakat maal
Allah Ta’ala berfirman,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ مِيتَةَ السُّوءِ
“Sedekah itu dapat memadamkan murka Allah dan mencegah dari keadaan mati yang jelek.” (HR. Tirmidzi, no. 664. Abu Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan dibuatkan untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan dipanaskan lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia mengetahui tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.” (HR. Muslim, no. 987)
Keempat: Menunaikan zakat fitrah mendekati hari Idulfitri
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud, no. 1609 dan Ibnu Majah, no. 1827. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat id.” (HR. Bukhari, no. 1503 dan Muslim, no. 984)
Kelima: Membahagiakan orang lain dengan hadiah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَصَافَحُوْا يَذْهَبُ الغِلُّ ، وتَهَادَوْا تَحَابُّوا ، وَتَذْهَبُ الشَحْنَاءُ
“Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian (dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai dan akan hilang kebencian.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 2/ 908/ 16. Syaikh Al-Albani menukilkan pernyataan dari Ibnu ‘Abdil Barr bahwa hadits ini bersambung dari beberapa jalur yang berbeda, semuanya hasan)
Keenam: Membahagiakan orang miskin
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السَّاعِى عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ –وَأَحْسِبُهُ قَالَ-: وَكَالْقَائِمِ لاَ يَفْتُرُ وَكَالصَّائِمِ لاَ يُفْطِرُ.
“Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin bagaikan orang yang berjihad fii sabiilillaah.” –Saya (perawi) kira beliau bersabda-, “Dan bagaikan orang yang shalat tanpa merasa bosan serta bagaikan orang yang berpuasa terus-menerus.” (HR. Muslim no. 2982).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampernah menyemangati Bilal untuk bersedekah,
أَنْفِقْ بِلاَل ! وَ لاَ تَخْشَ مِنْ ذِيْ العَرْشِ إِقْلاَلاً
“Berinfaklah wahai Bilal! Janganlah takut hartamu itu berkurang karena ada Allah yang memiliki ‘Arsy (Yang Maha Mencukupi).” (HR. Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 1512)
Semoga bermanfaat, hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah, moga Allah memberkahi setiap harta kita.
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
source: https://rumaysho.com/20554-bagaimana-harta-bisa-berkah-di-akhir-ramadhan.html