Pertanyaan:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Pak Ustadz. Ingin bertanya perihal nama anak. Anak saya lahir di jepang dan belum mengenal sunnah pada waktu itu. Nama anak saya ada 3 komponen dan nama pertama anak saya kami beri nama dari nama Jepang karena alasan lahir di sana dan artinya baik. Nama kedua dan ketiganya adalah nama muslim. Namun setelah mengenal sunnah, kami khawatir nama Jepang pertama ini bisa masuk tasyabuh ke orang kafir dan memberatkan anak saya dan kami di akhirat kelak.

Bagaimana sarannya ya ustadz? Apakah lebih baik dihilangkan nama pertamanya?

جزاك اللهُ خيراً

(Disampaikan oleh Anggota Grup WA Sahabat BiAS)

 

Jawaban:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

ang mulia memiliki ajaran yang lengkap dan paripurna dalam segala sisi dan lini kehidupan umat manusia, termasuk dalam hal memilih nama yang baik untuk si buah hati. Karena itu, syariat Islam memandang nama adalah suatu hal yang penting dan terkait dengan beberapa hukum baik di dunia maupun di akhirat.

Para ‘Ulama kaum muslimin telah menerangkan tentang larangan memberi nama yang identik dengan kekafiran dan kesyirikan, misalnya Paus, Qorun, Fir’aun, Amon ra, nama dewa-dewi agama lain atau public figure yang dikenal dengan syiar kekafirannya seperti artis ‘Ja*es B*nd, atau penyanyi Elv*s Pre**y, dan semisalnya. Adapun secara makna, kita telah dilarang memberikan nama yang sifatnya berlebihan dan cacat secara Asma (nama) wa Shifat.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang penggunaan nama-nama yang buruk serta jelek maknanya dalam hadits shahih,

إِنَّ أَخْنَعَ اسْمٍ عِنْدَ اللَّهِ رَجُلٌ تَسَمَّى مَلِكَ الأَمْلاَكِ

“Sejatinya nama yang paling buruk disisi Alloh adalah “Malikul Amlak” (rajanya raja atau raja segala raja)” (HR. Bukhari, no. 6206 dan Muslim, no. 2143).

Dalam riwayat lain, Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menuturkan

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يُغَيِّرُ الاِسْمَ الْقَبِيحَ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengganti (mengubah) nama yang jelek.” (HR. Tirmidzi, shahih)

Karena itu pemberian nama dengan Bahasa Jepang hukumnya dikembalikan pada lafal dan maknanya. Bila secara lafal dan makna baik, tidak ada unsur syiar kekufuran dan kesyirikan, maka hukumnya boleh.

Menyoal Nama Panjang Sampai 3 Suku Kata
Dalam Islam dianjurkan memberi nama anak itu mufrad (satu kata) atau idhafah (bentuk penyandaran).

Nama anak yang terdiri dari satu kata, contohnya “Ahmad” saja, sedangkan yang berbentuk idhafah (bentuk penyandaran), contohnya “Abdullah”. Sebagian Ulama menghukumi makruh (membenci) memberi nama dengan nama murakkab (beberapa kata), seperti “Yahya Yamin”, “Ahmad Sa’id”, “Yusuf Adam”, atau semisalnya.

Syaikh Bakr Abu Zaid dalam Tasmiyatul Maulud mengatakan:

و تكره التسمية بالأسماء المركبة، مثل : محمد أحمد، محمد سعيد، فأحمد مثلاً فهو الاسم، محمد للتبرك … وهكذا. وهي مدعاة إلى الاشتباه والالتباس، ولذا لم تكن معروفة في هدي السلف، وهي من تسميات القرون المتأخرة

“Dimakruhkan nama murakkab (bersusun), seperti: Muhammad Ahmad, Muhammad Sa’id, dll. Biasanya namanya “Ahmad” saja, tetapi ditambahkan “Muhammad” untuk tabarruk (ngalap berkah). Dan nama-nama seperti ini mengakibatkan kerancuan. Oleh karena itu, (nama-nama tersebut) tidak pernah dikenal di masa salaf (Pada zaman sahabat, tabi’in, dan keemasan Islam, pent.). Nama-nama seperti ini adalah kebiasaan orang belakangan.” (Lihat Tasmiyatul Maulud, hal. 13)

Maka lebih baik bagi orang tua dalam pemberian nama anaknya adalah memilih nama satu suku kata saja dan atau disandarkan juga pada nama bapaknya, misalnya Ahmad Bin Yamin, Muhammad Bin Qasim, dan semisalnya, dan hal ini jelas. Demikianlah kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat dalam menamai anak. Beberapa contoh nama mereka, yaitu Muhammad, Abu Bakar (nama aslinya ‘Abdullah), ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Zaid Bin Haritsah, Thalhah Bin Ubaidillah, ‘Ukasyah, Hudzaifah, Qatadah, Sufyan, Abdurrahman Bin ‘Auf, dll

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله

 

Sumber: https://bimbinganislam.com/bagaimana-bila-nama-anak-diambil-dari-bahasa-asing/