Pertanyaan:

Saya mau menanyakan sesuatu kepada ustadz, saya seorang janda yang telah mempunyai calon suami yang insyaallah sholeh dan penghafal Al-Qur’an, tetapi ayah saya menolak dan tidak mau menerimanya dikarenakan beda suku dan kurang mapan. Lalu Ayah saya juga tidak ingin menjadi walinya.

Saya sudah mencoba membicarakannya dengan baik-baik, dan jawabannya tetap sama tidak berubah sama sekali.

Lalu saya mengatakan bahwa jika ayah tidak bersedia menjadi wali nikah, maka saya akan menikah dengan wali hakim, tetapi ayah diam tidak menolak, dan mengatakan “terserah kalau itu mau kamu, ayah g bisa bilang apa-apa”.

Lalu bagaimana nasib saya kalau seperti itu sikap ayah saya? Saya sekarang sedang mengurus wali adhol di pengadilan agama, insyaa Allah hakim menyetujuinya.

(Ditanyakan oleh Sahabat BIAS via Instagram Bimbingan Islam)

 

Jawaban:

Hubungan orang tua dan anak putrinya tidak selamanya berjalan sesuai yang diharapkan. Dalam kondisi ‘kurang’ normal, sikap mendzalimi dan didzalimi terkadang bisa terjadi. Termasuk di antaranya, dalam hal perwalian nikah. Tak jarang kita jumpai, ada sebagian wali yang enggan menikahkan putrinya, karena berbagai macam alasan, termasuk alasan yang dibuat-buat dan jauh dari kacamata syariat.

Adanya wali adalah syarat sahnya nikah, dan selama si mempelai wanita masih memiliki bapak kandung, maka dialah yang berhak menikahkannya.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ بَاطِلٌ بَاطِلٌ فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَاالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ

Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud, no. 2083, Tirmidzi, no. 1102, dan lainnya. Imam Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Sang Bapak boleh saja mewakilkan orang lain untuk menikahkan, seperti pada wali hakim, namun harus atas persetujuannya. Hak perwalian tidak bisa digeser ke orang lain kecuali bila ada alasan yang syar’i, dan itupun mestinya melalui proses pengadilan agama.

Contohnya bila si Bapak mempersulit pernikahan puterinya karena mempersyaratkan banyak hal yang sulit diwujudkan, atau karena alasan penolakannya tidak syar’i; maka hendaknya si puteri menasehati bapaknya dengan lemah lembut, atau minta kepada orang yang berilmu dan bijak serta disegani oleh si Bapak agar bisa berkomunikasi dan juga menasehati Bapak tersebut sehinga mau menikahkan puterinya dengan lelaki yang baik, walaupun secara zahir lelaki calon mempelai kurang mapan.

Jika si Bapak tetap ngotot, maka diperbolehkan si puteri mengajukan gugatan ke pengadilan agama untuk persyaratan Wali Adhol/Wali Enggan agar memaksa Bapaknya supaya menikahkannya dengan lelaki yang baik, atau bisa mewakilkannya pada orang lain seperti wali hakim, jika tidak berkenan hadir menjadi wali.

Namun bila terjadi pernikahan tanpa izin wali si perempuan, setelah proses banding ke pengadilan agama, dan kasusnya dimenangkan oleh Bapak kandungnya, maka pernikahan yang akan terjadi tersebut hukumnya batil. Alias harus dibatalkan dan tidak boleh diteruskan.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا وَالزَّانِيَةُ الَّتِى تُنْكِحُ نَفْسَهَا بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan dirinya sendiri tanpa izin dari walinya.” (HR. Ad Daruquthni, 3/ 227. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Ahmad Syakir).

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله

 

Sumber: https://bimbinganislam.com/bila-bapak-enggan-menjadi-wali-sang-janda/