Pertanyaan:

Assalamu’alaikum. Ustadz, bagaimana kondisi seseorang yang ketika dia mendengarkan kajian, ceramah, nasihat, atau faidah dari tulisan-tulisan agama, akan tetapi pada ketika membaca/mendengar: 1. ayat-ayat Allah 2. hadist nabi 3. perkataan ulama 4. peringatan tentang dosa orang ini tertawa, karena menganggap ada kosakata/istilah asing yang dibaca/didengarnya sehingga tertawa.

Apakah orang ini masuk ke dalam kategori mengolok-olok agama Islam ketika membaca/mendengar salah satu dari 4 poin di atas? Apakah orang ini telah kufur karena tertawa terhadap hal-hal yang dimuliakan? Sekian Ustadz, terima kasih.

(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)

 

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh.

Setiap Amalan Tergantung Pada Niat
Setiap yang dilakukan manusia antara pahala dan dosa, sebab dan akibatnya terkait erat dengan niat yang di dalam hatinya. Sebagaimana hadist Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)

Larangan Mengolok-olok Agama
Di sisi lain agama telah melarang seorang muslim untuk tidak bercanda dan mengolok-olok ajaran agama dengan alasan apa pun, sebagaimana firman Allah ta`alaa:

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitabNya:

يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُم بَمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِءُوا إِنَّ اللهَ مُخْرِجُ مَاتَحْذَرُونَ

“Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan RasulNya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti.” (At-Taubah/9: 64).

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: ‘Sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja’. Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya, kamu selalu berolok-olok?’”. (At Taubah/9: 65).

Ayat ini menjelaskan sikap orang-orang munafik terhadap Allah, RasulNya dan kaum mukminin. Kebencian yang selama ini mereka pendam, terlahir dalam bentuk ejekan dan olok-olokan terhadap Allah dan RasulNya. Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu Katsir mencantumkan sebuah riwayat dari Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhi dan lainnya yang menjelaskan kepada kita bentuk pelecehan dan olokan mereka terhadap Allah, RasulNya dan ayat-ayatNya. Ia berkata: Seorang lelaki munafik mengatakan: “Menurutku, para qari (pembaca) kita ini hanyalah orang-orang yang paling rakus makannya, paling dusta perkataannya dan paling penakut di medan perang.” Sampailah berita tersebut kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu orang munafik itu menemui Beliau, sedangkan Beliau sudah berada di atas ontanya bersiap-siap hendak berangkat. Ia berkata: “Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Maka turunlah firman Allah.

أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ

“Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu berolok-olok?” sesungguhnya kedua kakinya tersandung-sandung batu, sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menoleh kepadanya, dan ia bergantung di tali pelana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [Tafsir Ibnu Katsir, juz II, hlm. 454, Cet Darul Alam Al Kutub Riyadh, cetakan kedua, tahun 1997-1418 H.]

Sehingga apa yang telah dilakukan oleh seorang manusia dengan mengolok dan merendahkan ajaran Islam, walaupun lisannya mengingkarinya hal ini tidak bisa diterima karena perbuatannya menunjukkan niat yang disembunyikan. Sebagaimana seorang munafik yang berusaha menyembunyikan niat jahatnya dengan menampakkan kebaikan di mata manusia. Ketika sifat dan ciri mereka dijelaskan oleh Allah dan RasulNya barulah terkuak niat busuk mereka sebenarnya untuk menghantam Islam dari dalam.

Tertawa Karena Mengolok-olok Agama vs Tertawa Karena Faktor Lain
Kembali kepada akar masalah, bahwa niat seseorang akan sangat berperan penting dengan amaliyah yang dilakukan . Bisa jadi selama tidak berkaitan dengan perusahan hak manusia maka ia tidak bisa dihukum dengan apa yang tidak ia niatkan.

Maka dalam permasalahan di atas, ketika memang benar ia tidak ada niatan untuk mengolok-olok dan menghina Islam dan ajarannya maka insyaallah tidak berdampak dengan hukum dan sangsi atau bahkan dengan kekufuran dan kemurtadan.

Ada alasan dan niatan tertentu ia melakukannya, tertawa dan geli dengan faktor lain bukan karena Islam dan ajarannya yang dihinakan. Niat dan amal sangat berkaitan erat antara satu dengan yang lain dan tidak bisa terpisahkan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Siapa saja yang menginginkan melakukan sesuatu, maka secara pasti ia telah berniat. Semisal di hadapannya disodorkan makanan, lalu ia punya keinginan untuk menyantapnya, maka ketika itu pasti ia telah berniat. Demikian ketika ia ingin berkendaraan atau melakukan perbuatan lainnya. Bahkan jika seseorang dibebani suatu amalan lantas dikatakan tidak berniat, maka sungguh ini adalah pembebanan yang mustahil dilakukan. Karena setiap orang yang hendak melakukan suatu amalan yang disyariatkan atau tidak disyariatkan pasti ilmunya telah mendahuluinya dalam hatinya, inilah yang namanya niat.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 18:262)

Al Qadhi Iyadh berkata: “Barangsiapa mengucapkan perkataan keji dan kata-kata yang berisi penghinaan terhadap keagungan Allah dan kemuliaanNya, atau melecehkan sebagian dari perkara-perkara yang diagungkan oleh Allah, atau memelesetkan kata-kata untuk makhluk yang sebenarnya hanya layak ditujukan untuk Allah tanpa bermaksud kufur dan melecehkan, atau tanpa sengaja melakukan ilhad (penyimpangan); jika hal itu berulang kali dilakukannya, lantas ia dikenal dengan perbuatan itu sehingga menunjukkan sikapnya yang mempermainkan agama, pelecehannya terhadap kehormatan Allah dan kejahilannya terhadap keagungan dan kebesaranNya, maka tanpa ada keraguan lagi, hukumnya adalah kafir.” [Asy-Syifaa (II/1092)]

Perlu dibedakan antara ejekan terhadap ajaran dan isinya yang tidak bisa diterima pengingkaran niatnya dan dengan tertawa karena disebabkan faktor pemicu di luar ajaran agama yang menyertainya. Semua tetap melihat niat dan indikasi kuat apakah ia menghina dan mengolok olok agama atau tidak.

Hendaknya Tetap Berhati-hati
Walaupun begitu hendaknya tetaplah seseorang berhati-hati dan berusaha menjauhi dari tertawa yang tidak diperlukan, terlebih bila perbuatannya bisa menyakiti hati seseorang. Walaupun ia tidak berniat menyakiti namun bila hal itu terkait dengan hak seorang hamba dengan memperlihatkan perbuatan menyakiti maka bisa jadi dosa akan didapatkan karena ada hak hamba yang telah tergadaikan. Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله

 

Sumber: https://bimbinganislam.com/apakah-tertawa-bisa-membatalkan-keislaman/