Pertanyaan

بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Ustadz…. Sifat ujub seperti apakah yang dapat merusak amal? Apakah jika sifat ujub itu tidak ditampakkan/hanya perasaan didalam hati itu juga dapat merusak pahala amal kita?

Atau hanya sifat ujub yang ditampakkan yang dapat merusak pahala (misalkan dengan menyebut amalan2 yang telah kita lakukan) ?

Terkadang perasaan ujub itu muncul dalam hati ketika kita melakukan suatu amalan ibadah (padahal belum tentu juga amalam tersebut diterima Allah) dan saya pun juga sudah berusaha untuk menghilangkan perasaan tersebut, bagaimana ya ustadz tentang kondisi tersebut?

Jazaakillaah khairon ustadz atas
jawabannya

(Sahabat BiAS T06 G-08)

Jawaban

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Ibnul Mubarak ketika ditanya tentang ujub/bangga diri ia berkata :

أن ترى أن عندك شيئًا ليس عند غيرك

“Engkau melihat di dalam dirimu sesuatu yang tidak ada pada diri orang lain.” (Syuabul Iman 7/50)

Sedang Bisyr bin Al Harits mengatakan :

العجب أن تستكثر، عملك وتستقل عمل الناس أو عمل غيرك

“Ujub itu engkau merasa memiliki amal yang banyak dan menganggap amal orang lain sedikit.” (Hilyatul Auliya’ : 8/348).

Perasaan ujub tetap akan merusak amal meski tidak ditampakkan dalam wujud ucapan atau perbuatan, karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR Bukhari Muslim).

Dan setiap kali perasaan ujub/bangga diri tersebut muncul di dalam hati kita, hendaknya kita melakukan perlawanan, berusaha keras untuk menghilangkannya dan mengingkarinya. Namun jika kita pasrah pada keadaan dan justru membiarkan perasaan tersebut apalagi menikmatinya, maka ketika itulah amal kita musnah.

Para ulama banyak sekali memberikan nasehat agar kita terselamatkan dari keburukan sifat ujub/bangga diri ini. Dari sekian banyak nasehat tersebut kami nukilkan di sini setitik petuah dari Imam Ibnu Hazm Al Andalusi rahimahullah, beliau bertutur :

من امتُحن بالعجب فليفكر في عيوبه ، فإن أُعجب بفضائله فليفتش ما فيه من الأخلاق الدنيئة ، فإن خفيت عليه عيوبه جملة حتى يظن أنه لا عيب فيه فليعلم أن مصيبته إلى الأبد ، وأنه لأتم الناس نقصاً ، وأعظمهم عيوباً ، وأضعفهم تمييزاً .

“Barangsiapa diuji dengan sifat ujub/bangga diri hendaknya ia memikirkan aib-aibnya/kekurangan dirinya. Jika ia bangga diri terhadap sifat-sifat baik yang ada pada dirinya hendaknya ia mengingat akhlak buruk yang ada pada dirinya.

Jika ia tidak mampu melihat aib-aibnya sama sekali, hingga ia menyangka dirinya tidak memiliki kekurangan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa musibahnya itu akan kekal abadi, dan ia adalah manusia yang paling rendah yang paling banyak aibnya, serta paling lemah.” (Al-AKhlaq Was-Siyar : 29).

Wallahu a’lam

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati حفظه الله

Referensi: https://bimbinganislam.com/sifat-ujub-dapat-merusak-amalan/