Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum. Saya sering berdebat dengan orang nonmuslim yang ternyata punya pengetahuan tentang Islam–yang mungkin malah melebihi saya sendiri–. Ia mempelajarinya dari tulisan-tulisan para orientalis, seperti Martin Lings, dan mengklaim bahwa referensinya didapat dari penulis Muslim masa lalu, seperti: Bukhari, Ibnu Said, Ibnu Ishak, Ibnu Sa’ad, dan lain-lain. Benarkah para penulis muslim itu menulis hal-hal yang buruk tentang Nabi, misalnya: wafatnya Nabi, perceraian Zaid bin Haritsah, dan lain-lain? (Anda) bisa bantu saya soal ini?

Eka Andreadi (andreadi**@***.com)

Jawaban:

Bismillah. Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.

Pertama: Perlu dipahami bahwa sejarah TIDAK SAMA DENGAN realita. Sejarah adalah ungkapan realita. Sementara, dalam mengungkapkan realita, manusia tidak bisa lepas dari kontaminasi latar belakang prinsip hidupnya. Dengan latar belakang ini, orang bisa menambahkan, mengurangi, atau memelintir sejarah.

Kedua: Secara umum, pakar sejarah–yang karya-karyanya beredar di tempat kita–bisa terbagi menjadi dua:

Sejarawan orientalis. Mereka menggunakan topeng “sejarah” untuk menghancurkan pemikiran kaum muslimin. Pada prinsipnya, gerakan orientalis bertujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam.
Sejarawan Islam. Mereka menyampaikan sejarah kaum muslimin sebagai bagian dari kebanggaan mereka terhadap Islam. Pada umumnya, mereka adalah para ulama yang paham hadis. Para sejarawan lain selain mereka, misalnya: sejarawan Indonesia, hanya mengutip sejarah dari para sejarawan Islam ini.
Jika kita renungkan, siapakah sejarawan yang layak untuk dijadikan acuan? Tentu, kita akan mengatakan bahwa pakar sejarah muslim jauh lebih layak untuk dijadikan acuan, dengan beberapa alasan:

Sejarawan orientalis telah ditunggangi tujuan utama untuk merusak Islam. Karena itu, kita layak untuk berprasangka buruk kepada mereka. Jika sumbernya saja diragukan, bagaimana lagi dengan karyanya.
Sejarawan Islam, umumnya, adalah ulama yang memahami hadits. Karena itu, umumnya, penukilan mereka disertai dengan sanad (perawi). Di samping itu, mengingat mereka ini adalah para ulama, kita diperintahkan untuk berbaik sangka kepada mereka dan kita diharamkan untuk berburuk sangka kepada mereka.
Jika demikian, mungkinkah akan kita bandingkan antara sejarawan muslim yang memiliki kredibilitas tinggi dengan sejarawan orientalis yang kredibilitasnya dipertanyakan?

Adapun buku-buku sejarah karya sejarawan muslim, di antaranya adalah:

Ar-Rahiqum Makhtum, karya Shafiyur Rahman Al-Mubarakfuri. Buku ini sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Pustaka Al-Kautsar, dengan judul “Sirah Nabawiyah“.
Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam (ulama abad ke-9 H); sudah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Pustaka Darul Falah.
Shahih Sirah Nabawiyah, karya Syekh Dr. Akram Dhiya’ Al-Umri. Beliau dikenal sebagai pemerhati buku sejarah berdasarkan riwayat yang shahih saja. Buku ini juga sudah diterjemahkan.
Semoga bermanfaat.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits

 

sumber: https://konsultasisyariah.com/4362-apakah-penulis-sejarah-islam-telah-berdusta.html