Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah Azza wa Jalla selalu menjaga Ustadz & keluarga.

Ustadz izin bertanya, apa betul tidak boleh iqomah bagi perempuan yang solat sendiri atau berjamaah?
Jazakumullahu khairan wa barakallahu fiikum.

(Disampaikan oleh Fulanah, Member grup WA BiAS)

 

Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du

Wanita boleh adzan dan iqomat menurut pendapat yang terkuat, dengan catatan harus dilakukan di lingkungan khusus wanita dan tidak didengar kaum laki-laki. Hal ini sejalan dengan penjelasan Syaikh Albani rahimahullah, beliau berkata:

هذا الشعار لا يختص بصلاة الجماعة بل لكل مصل عليه أن يؤذن ويقيم لكن من كان في جماعة كفاه أذان المؤذن لها وإقامته ثم الظاهر أن النساء كالرجال لأنهن شقائق الرجال والأمر لهم أمر لهن ولم يرد ما ينتهض للحجة في عدم الوجوب عليهن فإن الوارد في ذلك في أسانيده متروكان لا يحل الاحتجاج بهم فإن ورد دليل يصلح لإخراجهن فذاك وإلا فهن كالرجال

“Syiar Adzan itu tidak khusus untuk sholat jamaah saja namun berlaku pada setiap tempat sholat untuk diadakan adzan dan iqomah. Bagi yang sholat berjamaah maka cukup baginya adzan dan iqomah dari muadzin.
Dan yang nampak secara dhohirnya perempuan itu hukumnya seperti laki-laki karena perempuan adalah Syaqaiq ar Rijaal (saudara kandung dari laki-laki) dan perintah bagi laki laki adalah sama juga merupakan perintah bagi perempuan.

Dan tidak ada hujjah yang bisa ditegakkan tentang tidak wajibnya adzan dan iqamah bagi wanita karena di dalam hadits yang berkaitan dengan hal tersebut mempunyai sanad yang di dalamnya ada dua orang perawi matruk (ditinggalkan periwayatannya) tidak benar untuk berhujjah dengan dalil yang dhoif tersebut, apabila ada dalil yang shohih untuk mengeluarkan kewajiban bagi wanita beradzan dan iqamah maka boleh tidak wajib namun karena tidak ada dalilnya maka hukumnya kembali pada hukum asal yaitu sama dengan yang berlaku pada laki-laki.”
(lihat Tamamul Minnah Fit Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah 1/144 cet Dar Raayah ).

Dan pendapat ini dipilih karena berdasarkan riwayat dari 2 sahabat yang mulia;

1. Keterangan dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, bahwa beliau ditanya, “Apakah wanita boleh berazan?”
Kemudian, beliau marah, dan mengatakan, “Apakah saya melarang orang untuk berzikir (menyebut nama) Allah?”
(HR. Ibnu Abu Syaibah; sanad-nya dinilai baik oleh Syekh Al-Albani)

Maksud Ibnu Umar –Allahu a’lam– adalah beliau merasa aneh dengan pertanyaan yang diajukan orang tersebut. Karena itu, beliau marah dan memberikan alasan bahwa azan termasuk zikir yang disyariatkan, maka bagaimana mungkin dilarang?

2. Riwayat dari Ummul mukminin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa dulu beliau melakukan azan dan iqamah, kemudian mengimami jemaah wanita. Beliau berdiri di tengah shaf wanita.
(HR. Al-Baihaqi; dinilai kuat oleh Al-Albani)
(Lihat Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah lil Imam Al-Albani, hlm. 78, Dar Al-Ghad Al-Jadid, Mesir, 1427 H).

Kesimpulan Hukum Iqomah Perempuan
1. Jika terdengar adzan dari masjid, maka cukup bagi wanita untuk melakukan iqomah shalat di rumah dengan suara lirih atau hanya dia dan wanita yang didekatnya saja yang dengar

2. Jika adzan sholat tidak terdengar sama sekali, maka boleh bagi muslimah untuk melakukan adzan dan iqomah dengan catatan harus hanya dia sendiri yang dengar dan atau wanita yang ada didekatnya saja.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله