Pertanyaan:

Saya pernah mendengar kalau kita beribadah harus semata-mata karena Allah tanpa ada embel embel ingin pahala, ingin masuk surga, ingin dijauhkan dari api neraka dll karena jika ada tambahan niat seperti itu berarti kita tidak ikhlas dalam beribadah? Bagaimana yang demikian itu?

Mohon pencerahannya?

(Ditanyakan oleh Santri AISHAH)

 

Jawaban:

Memang benar bahwa ibadah harus berdasarkan niat yang ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala. Allah berfirman:

وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. [Al Bayyinah:5]

Namun, mengharapkan pahala, surga, dijauhkan dari api neraka, tidaklah bertentangan dengan mencari ke-ridha-an Allah. Karena semua yang diharapkan tersebut merupakan bentuk keridhoan Allah. Pahala akan Allah berikan jika amalan kita diridhai, begitu pula surga, sedangkan neraka disiapkan Allah untuk orang – orang yang tidak Allah ridhai.

Oleh karenanya, sering kita jumpai ayat-ayat yang menceritakan tentang surga, dan apa saja yang Allah siapkan untuk penduduk surga. Jika mengharapkan surga tidak diperkenankan maka tidak ada gunanya semua ayat yang bercerita tentang surga dan neraka, tentu ini pemahaman yang keliru.

Oleh karenanya, dalam sebuah ayat Allah menceritakan bagaimana keadaan orang-orang shalih ketika berdoa:

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan. (QS. Assajadah : 16).

Tentu yang mereka harapkan adalah balasan yang baik dari Allah, dan tentu yang mereka takutkan adalah kemurkaan Allah.

Wallahu a’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله