Pertanyaan:

Assalamu’alaikum ustadz, saya izin bertanya, di rumah saya seringkali memesan makanan untuk menggunakan aplikasi online dan sering mendapatkan diskon jika memakai e-money dari platform aplikasi tersebut. Keluarga saya mengambil pendapat bahwa diskon tersebut tidak riba ustadz, sementara saya sendiri karena hati-hati lebih mengarah ke pendapat bahwa diskon dari emoney itu riba. Bagaimana ya ustadz? Saya jadi ragu-ragu setiap makan makanan yang dipesan, apakah saya tidak konsisten dengan pendapat yang saya pegang jika saya ikut makan? Jazakallah khair ustadz.

(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)

 

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh.

Insyaallah makanan atau barang atau hasil apa pun dari muamalah yang dianggap riba atau hal yang haram lainnya yang dianggap oleh mereka sebagai sesuatu yang boleh. Selama barang tersebut boleh atau halal dzatnya maka boleh dipergunakan atau dikonsumsi, tidak terpengaruh dengan muamalah yang telah dijalankan. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi shallahu alaihi wasallam dengan makanan atau barang dari orang orang yahudi yang mereka terkenal dengan muamalahnya yang buruk, baik dari riba atau penipuan yang sering dilakukan.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh syekh Ibnu Utsaimin dalam satu fatwanya, yang dinukilkan oleh web islam no 429862, ketika beliau ditanya terkait dengan kebutuhan seseorang, yang akan mendapatkan bantuan dari orang tuanya yang bertransaksi dengan riba dari salah satu bank . Apakah diperbolehkan untuk mengambilnya apa tidak? padahal ia membutuhkannya. Kemudian beliau menjawab dan memberikan kaidah penting untuk kita coba pahami. Beliau menjelaskan,”

– “أحب أن أعطي الأخ السائل والقراء قاعدة مفيدة، وهي: ما حرم لكسبه؛ فهو حرام على الكاسب فقط. وأما ما حرم لعينه؛ فهو حرام على الكاسب وغيره.
مثال على ذلك: لو أن أحداً أخذ مال شخص بعينه، وأراد أن يعطيه آخر لبيع أو هبة. قلنا: هذا حرام؛ لأن هذا المال محرم بعينه.
أما الكسب الذي يكون محرما كالكسب عن طريق الربا، أو عن طريق الغش –أو ما أشبه ذلك– فهذا حرام على الكاسب، وليس حراما على من أخذه بحق. ودليل هذا أن النبي عليه الصلاة والسلام، كان يقبل من اليهود، ويجيب دعوتهم، ويأكل من طعامهم، ويشتري منهم، ومعلوم أن اليهود يتعاملون بالربا؛ كما ذكر الله عنهم في القرآن.
وبناء على هذه القاعدة، أقول لهذا السائل: خذ جميع ما تحتاجه للزواج من مال أبيك؛ فهو حلال لك وليس حراما. من فتاوى إسلامية.

“saya ingin berikan kepada saudara penanya dan pembaca suatu kaidah yang bermanfaat, yaitu: Apa yang diharamkan dalam mendapatkannya, maka hanya haram buat si pelakunya saja. Adapun sesuatu yang diharamkan karena dzat bendanya maka diharamkan buat pelakunya dan selainnya. Misalnya, bila seseorang mengambil harta orang lain dengan dzat tersebut, dan ingin memberikan kepada yang lainnya dengan cara jual beli ataupun hadiah, maka kita katakan, ini adalah haram karena dzat barang tersebut haram. Adapun hasil usaha yang diharamkan seperti usaha dari cara riba atau dari cara menipu dan semisalnya, maka ini haram buat pelakunya dan tidak haram bagi orang yang mengambil/mendapatkannya dengan cara yang benar. Dalilnya bahwa Nabi `alaihi sholatu wasallam bertransaksi dengan orang yahudi yang melakukan transaki riba, sebagaimana yang telah Allah sebutkan di dalam al-Quran.”

Dan senada dengan hal terebut, apa yang telah dijelaskan oleh syekh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ta`ala,”

الأصل الثاني: أن المسلم إذا عامل معاملة يعتقد هو جوازها، وقبض المال، جاز لغيره من المسلمين أن يعامله في مثل ذلك المال. وإن لم يعتقد جواز تلك المعاملة. انتهى من مجموع الفتاوى.

“Kaidah yang kedua: bahwa seorang muslim bila melakukan transaksi yang diyakini tentang kebolehannya, dan telah ia terima harta tersebut, maka boleh buat selainnya dari kaum muslimin untuk melakukan transaksi semisal dengan harta tersebut, walaupun ia tidak yakin dengan kebolehan transaksi ( awal dari perolehan harta sebelumnya) tersebut .” Majmu Fatawa.”

Sikap untuk berhati hati adalah sesuatu yang terpuji dengan mengambil pendapat yang melarang dalam suatu muamalah atau hukum tertentu, selama berdasar dengan hujjah yang di anggap kuat maka kita akan terus menjadikannya sebagai acuan perilaku kita. Namun begitu di dalam menyikapi argument pihak yang bersebrangan, terlebih masih ada khilaf atau kerancuan yang menyelimuti, kita pun tidak bisa memaksakan kehendak. Walau bukan berarti juga kita akan menutup pintu untuk terus mendakwahkan apa yang kita yakini . Begitu pula kita semua untuk terus semangat mencari kebenaran walaupun bisa jadi besoknya pendapat kita akan berubah mengikuti irama kebenaran yang kita dapatkan pada saat itu. Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله

 

Sumber: https://bimbinganislam.com/apakah-diskon-gopay-riba/