Pertanyaan:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Saya ingin bertanya, Saya terkena ambeien dan akhir-akhir ini sering muncul cairan seperti sisa kotoran dari anus di pakaian dalam. Apakah ini membatalkan wudhu? Bagaimana cara saya bersuci jika cairan terus ada walaupun sudah berganti pakaian dalam? Terimakasih
جَزَاك اللهُ خَيْرًا
(Dari Aisyah P. Arimurti di Surabaya Anggota Grup WA Bimbingan Islam T05 G-69)
JAWAB:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Ringkasan Jawaban:
Anda tidak perlu merisaukan keluarnya cairan akibat ambein jika hal tersebut berlangsung terus menerus dan cukup merepotkan bila harus bolak-balik mengganti/mencuci pakaian. Anda cukup berwudhu setiap masuk waktu shalat fardhu, lalu shalat seperti biasa.
Jawaban Detail:
Pertama:
Perlu diketahui bahwa ambeien terbagi menjadi dua, yaitu ambeien di luar lubang anus (dubur) dan ambeien di dalam lubang anus.
Jika letaknya di luar lubang anus, maka keluarnya sesuatu dari ambeien tersebut tidak membatalkan wudhu karena statusnya mirip dengan bisul. Ia cukup membersihkan cairan yg keluar dari ambeien tersebut jika mengenai badan atau pakaiannya. Jika itu pun dirasa menyulitkan, maka ia tidak wajib membasuh/membilas pakaian maupun menggantinya, demi menghindari kesulitan dan kerepotan tsb.
Namun bila ambeiennya di bagian dalam dan mengeluarkan cairan keluar tubuh, maka tak lepas dari dua kondisi:
Pertama: cairan tersebut keluar sesekali alias tidak terus-menerus. Maka ia dianggap membatalkan wudhu.
Kedua: cairan tersebut keluar terus-menerus. Maka berdasarkan pendapat jumhur (mayoritas) ulama, ia cukup berwudhu ketika masuk waktu shalat dan langsung shalat setelah itu dan statusnya seperti orang yang terkena penyakit kencing/kentut secara terus-menerus atau seperti wanita yg mengalami istihazhah (terus mengeluarkan darah).
Seorang ulama ahli hadits di zaman tabi’in yg bernama Yahya bin Sa’id Al Anshari pernah ditanya tentang seorang lelaki yang menderita wasir yang selalu keluar sedangkan ia terus berusaha memasukkannya dengan tangannya, bagaimana solusinya? Jawab beliau: Kalau hal itu terus dialaminya, maka cukuplah ia mencuci tangannya. Namun jika ia jadi sering dan bolak-balik cuci tangan, maka menurut kami ia tidak wajib lagi mencuci tangannya. Karena hal itu statusnya mirip dengan orang yang sedang menderita luka yang senantiasa mengeluarkan nanah. (Al Mudawwanah hal 121).
Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya (1/164) meriwayatkan dari Asy Sya’bi bahwa ia pernah ditanya tentang orang yg menderita wasir, bagaimananya cara shalatnya? Jawab beliau: “Ia tetap harus shalat, walaupun darah wasirnya mengalir dari ujung kepala sampai ujung kaki!”
Sedangkan Imam Nawawi mengatakan: “Terkait orang yang menderita luka berdarah, ia tidak wajib berwudhu. Demikian pula yang menderita wasir yg mengeluarkan darah. Kecuali bila wasirnya berada di dalam dubur, maka hal itu dianggap membatalkan wudhu”. (Al Majmu’ 2/541).
Kedua::
Terkait tata cara shalatnya, bila ia tidak mampu shalat sambil berdiri (dalam shalat fardhu), akibat rasa sakit, maka ia shalat sambil duduk. Jika tidak mampu juga sambil duduk, maka sambil berbaring miring. Ini berdasarkan hadits yg diriwayatkan oleh sahabat ‘Imran bin Hushain, dan beliau termasuk penderita wasir.
عن عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَتْ بِي بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلاةِ ، فَقَالَ : ( صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ ) رواه البخاري ( 1066 ) .
Dari ‘Imran bin Hushain ra, katanya: “Aku dahulu menderita wasir, lantas kutanyakan kepada Rasulullah bagaimana caraku shalat. Jawab beliau: Shalatlah sambil berdiri. Kalau tidak bisa, maka sambil duduk. Namun kalau tidak bisa juga, maka sambil berbaring miring” (HR. Bukhari no 1066).
Perlu diketahui, bahwa bila ia shalat sambil duduk atau berbaring, ia tetap mendapatkan pahala shalat yang sempurna tanpa dikurangi sedikitpun. Dalilnya ialah hadits Abu Musa Al Asy’ari bahwa Nabi bersabda:
“Jika seorang hamba mengalami sakit atau sedang musafir, maka tertulis baginya pahala amal-amal yang biasa dia lakukan tatkala sehat dan tidak musafir” (HR. Bukhari no 2834).
Wallaahu a’lam.
Referensi:
https://islamqa.info/ar/94402
Konsultasi Bimbingan Islam
Dijawab oleh Ustadz Dr. Sufyan Baswedan Lc MA